24 Jul 2013

What Can I Do for You?

Joko Tingtong sedang online di facebook, tiba-tiba muncul pesan berikut di inbox-nya.

T = Bung Joko!

J = Yes, what can I do for you?

T = Sepertinya anda meninggalkan banyak jejak sejak zaman yahoogroup hingga sekarang. Apa yg anda cari?

J = Tidak sopan anda bertanya seperti itu tanpa memperkenalkan diri dahulu, dan menjelaskan apa maksud anda bertanya.

T =
Maafkan saya tidak sopan, saya Ibrahim sedikit tahu tentang anda dari dunia maya. Bolehkah saya bertanya?

J = Sebaiknya anda berbagi pengalaman spiritual anda. Anda berbagi, dan saya juga bisa berbagi. Bisa dilakukan disini. Saya tidak suka model interogasi seperti itu. Anda bisa mulai dengan menjelaskan latar belakang anda, kenapa anda bisa menjadi seperti sekarang. Kesulitan apa yg anda hadapi dengan lingkungan anda. Lalu harapan anda. Anda berbagi, dan saya juga akan bisa berbagi. Kita pakai sopan santun internasional. Begitu caranya kita berkomunikasi secara beradab.

T =
Secara spiritual tak ada masalah, saya muslim, belajar perbandingan agama dan banyak aktif di pergerakan Muhammadiyah. Saya belajar islam dari hilir ke hulu, belajar mengenal kelompok yg berbeda di dalam islam, dari luar islam hingga atheis. Dan mungkin akan belajar sesuatu dari anda hal yg lain.

J =
Pengalaman spiritual tiap orang berbeda karena jalan hidupnya berbeda. Kita tidak bisa pukul rata. Yg berbagi dengan saya berasal dari segala macam latar belakang, dan saya tidak menghakimi. Saya bilang, jalan apapun yg ingin orang ambil merupakan pilihannya sendiri. Saya tahu semua orang berubah. Ada yg berubahnya cepat, ada yg lambat. Ada juga, sebagian kecil, yg tidak pernah berubah. Peran saya cuma menjadi teman berbagi. Saya bisa mengerti apapun yg mau dibagikan oleh orang. Dan saya tidak pernah mengajarkan harus begini atau harus begitu, kecuali orangnya sendiri yg bertanya. Itupun dengan catatan, kalau orangnya mau. Menurut saya, beginilah spiritualitas post modern. Kita tidak bisa lagi memaksakan sesuatu sebagai benar. Tidak ada yg mutlak karena pada akhirnya tiap orang harus menjalaninya sendiri. Apapun yg dipilihnya merupakan tanggung-jawabnya sendiri. Sampai saat ini, sebagian besar pembaca saya mengerti. Mereka bisa berubah, sedikit demi sedikit. Teman-teman berubah, saya juga berubah. Kita semua berubah. Tanpa perlu memaksakan sesuatu. Bahkan tanpa perlu merasa terpaksa. Dan tanpa juga merasa harus sempurna. Tidak ada yg sempurna di dunia ini. Kita tidak sempurna.

Saya merasa anda punya pertanyaan kenapa. Kenapa banyak yg seperti itu? Kenapa mereka jadi begitu? Dan ini jawaban saya, mereka sedang menjalani proses. Kalau sedang di tengah proses seperti itu, tidak ada seorangpun yg bisa menahan. Mereka harus menjalani proses transformasi diri, betapapun jeleknya dari pandangan orang lain. Hasil akhirnya terutama bagi mereka sendiri, dan kalau bisa bermanfaat untuk orang lain juga lebih baik lagi. Saya pribadi tidak merasa pantas untuk menyerukan orang agar begini atau begitu. Makanya saya selalu minta agar orang berbagi. Saya bisa berbagi. Orang-orang bisa berbagi. Ketika kita semua berbagi, akhirnya kita akan bisa saling melihat, bahwa kita semua mengalamami proses. Namanya transformasi batin. Perubahan spiritual yg merupakan hal alamiah. Kalau tidak ada paksaan, semuanya akan berjalan dengan alamiah. Kalau ada paksaan, tekanan, dan berbagai intervensi lainnya, maka mungkin akan lebih jelek hasilnya. Seperti yg kita lihat dimana-mana di Indonesia.

Kalau anda mirip saya, anda akan bisa bercerita bahwa anda punya pengalaman batin yg tidak bisa dibagi. Dalam bahasa Inggris istilahnya adalah mysticism. Orang Indonesia sering mensalah-kaprahkan itu istilah. Segala macam istilah disalah-kaprahkan di Indonesia. Bagi saya sendiri, mysticism is a good thing. Semua orang yg berpikir, berlaku dengan konsekwen sesuai dengan pengertian yg muncul di dirinya, bisa disebut seorang mystic. Ada rasa menyatu dengan alam semesta. Ada ikatan yg tidak terlihat dengan seluruh alam, dengan manusia-manusia lain, walaupun secara fisik dan ideologis mungkin berseberangan. Di balik semuanya itu ternyata ada kesatuan. Kesatuan yg bisa dirasakan tapi tidak bisa diucapkan. Itulah mysticism. Mungkin itu yg anda rasakan.Menurut saya, everybody should feel it that way. Ternyata tidak. Ternyata cuma sebagian kecil saja. Ya sudah. Sudahlah. Hidup jalan terus apa adanya. Apapun yg saya lakukan, atau anda lakukan, terutama cuma akan mempengaruhi diri kita sendiri dan orang-orang terdekat. Seberapa jauh bisa mempengaruhi khalayak ramai tidak bisa diprediksi. Kita mungkin merasa berkiprah kecil, tapi siapa tahu bisa menjangkau ribuan orang. Yg direkayasa untuk mengikat pikiran dan hati ribuan orang ternyata hancur berantakan. Lalu kita bilang kepada diri kita sendiri, oh ternyata ada yg mengatur. Siapa yg mengatur kita tidak tahu. Tidak bisa kita sebut siapa. Kita cuma tahu bahwa itu ada. Nah, begitulah contohnya. Bisa disebut mystical experience, pengalaman menyatu dengan segalanya yg ada. Kalau memang ada, pastilah menyatu. Kalau tidak ada, tidak bisa. Dan hal seperti ini ada di semua tradisi.

T = Perbedaan itu lumrah dan harus saling dimengerti. Tapi sensitifitas mestilah dijaga. Tidak tiap orang sama, tidak tiap orang menanggapi secara dewasa.

J = Kalau anda perhatikan, yg banyak berbagi tentang Islam adalah teman-teman. Mereka yg mengalaminya sendiri. Karena mereka berbagi, saya terima saja. Dan saya berbagi juga. Yg saya bagi adalah pengalaman saya pribadi. Orang bisa berbagi tentang hidup di lingkungan Islam konservatif, mungkin cukup banyak yg seperti itu. Saya mendengarkan saja. Atau lebih tepat membaca saja. Dulu, bertahun-tahun yg lalu, mungkin 5 atau 6 tahun yg lalu, saya mengkritisi praktek-praktek di Keislaman. Tetapi saya berubah. Sekarang tidak mau lagi, karena saya pikir tidak pantas karena saya sendiri tidak hidup di lingkungan itu. Metode terakhir saya adalah mendengarkan saja, atau membaca saja. Anda bisa berbagi pengalaman Keislaman anda, misalnya. Dan saya akan jawab: Very good, then? - Dan begitu seterusnya sampai anda selesai berbagi. Setelah anda selesai, barulah saya berbagi. Menurut saya, itu lebih cocok sekarang. Lebih pas, karena orang akan bisa berpikir sendiri, dan memutuskan sendiri apa yg ingin dilakukannya dalam hidupnya sendiri. Mereka harus memutuskan sendiri apa yg mereka inginkan. Itu hidup mereka, bukan hidup saya.

Saya lihat profile picture anda, tulisan-tulisan anda memiliki energi satu level dengan mereka yg berada di Protestantisme Liberal. Orang-orang Kristen Protestan Liberal seperti itu. Asalnya dari "agama hati" yg merupakan ciptaan Protestantisme di Eropa tiga abad yg lalu. Sekarang sudah kemana-mana. Masuk ke Katolik dan Islam juga. Saya sendiri tidak pakai yg seperti itu. Mungkin karena sudah bosan dan muak melihat kemunafikan orang-orang Protestan. Ucapan dan tulisan mereka memang seperti itulah. Indah dibaca. Tapi tidak enak kalau sudah merasa tidak cocok. Yg model leluhur juga saya tidak suka. Model agama hati gaya Buddhist juga saya tidak suka. Jadi, sebenarnya saya tidak pakai apa-apa, tapi banyak berbagi tentang apa yg muncul di pikiran saya. Saya tahu, kalau saya berbagi, maka orang akan baca. Dan mungkin banyak membantu mereka. Saya sendiri tidak hidup dalam dunia begituan. Tidak spiritual-spiritualan. Saya sekuler. I enjoy myself as it is. Bukan atheist juga. Malahan sebenarnya saya sudah bosan berbagi hal-hal beginian dengan banyak teman. Saya bosan. Tapi mereka tidak. Akhirnya ya beginilah. Saya melayani banyak orang yg mau konsultasi. Makanya di awal tadi saya tulis: What can I do for you?
 
 
(Leonardo Rimba)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar