6 Jul 2013

Konon Pernah Ikut Main di Film Eat Pray Love

Joko Tingtong baru mengeluarkan tanpa ampun satu orang dari Group Spiritual Indonesia di facebook. Bahasa Inggrisnya ban. Mungkin harusnya diterjemahkan menjadi banting di bahasa Indonesia. Dibanting, artinya diusir dan tidak bisa balik kembali. Persis seperti Adam dan Hawa yg diusir oleh Allah dari Taman Firdaus, sehingga tidak bisa balik kembali. Tidak bisa lagi makan buah terlarang, karena sekarang pintu menuju taman itu sudah dijaga malaikat. Dulu tidak dijaga sehingga Iblis bisa masuk dan membujuk kedua manusia pertama itu untuk makan buah terlarang. Buah terlarang dimakan, tetapi buah pohon pengetahuan yg baik dan yg jahat tidak sempat dimakan. Mereka sudah ketahuan oleh Allah, sebelum sempat makan buah dari itu pohon. Allah bicara kepada sesama Allah bahwa kalau Adam dan Hawa sempat makan buah dari itu pohon, maka mereka akan seperti Allah. Allah yg jamak. Plural. Lebih dari satu.

"Kalau mereka makan buah pengetahuan yg baik dan yg jahat, maka mereka akan menjadi seperti kita". Begitu ucap Allah kepada sesama Allah. Terekam di kitab Kejadian yg menurut tradisi ditulis oleh Nabi Musa. Disucikan oleh umat Yahudi dan Nasrani. Tapi Joko tidak mempersoalkan itu. Kanun kitab suci Yahudi sudah disahkan abad ke 2 M. Ketika kanun Yahudi disahkan, para pemimpin umat Nasrani berkumpul dan berembuk, apakah mau terima juga itu kanun Yahudi, atau mau tetap pakai terjemahan kitab-kitab Yahudi ke bahasa Yunani, yg disebut Septuaginta, dan versi bahasa Latin yg disebut Vulgata? Septuaginta dan Vulgata mengandung beberapa kitab dan tambahan yg dikeluarkan dari versi resmi kitab suci Yahudi yg baru disahkan. Mayoritas pemimpin Nasrani memilih untuk pakai kitab-kitab yg masuk ke kanun Yahudi. Dan itulah alasannya kenapa seluruh isi kitab suci Yahudi, yg disebut Tanakh, juga menjadi kitab suci Nasrani. Disebut Perjanjian Lama di dalam Alkitab. Yg asli kitab-kitab Nasrani disebut Perjanjian Baru.

Secara salah kaprah orang bilang nama kitab suci Yahudi adalah Talmud. Pedahal Talmud bukan kitab suci melainkan kumpulan uraian dan komentar atas hukum-hukum yg diberikan oleh Musa. Hukum-hukum itu dimuat di dalam Taurat, salah satu dari lima kitab yg konon ditulis Musa. Bagian dari Perjanjian Lama di Alkitab Nasrani. Talmud akhirnya dianggap semi suci juga, karena orang Yahudi beragama berdasarkan hukum-hukum, yg mereka percaya berasal dari Allah. Buat orang Kristen, hukum-hukum yg dipercaya diberikan oleh Allah kepada Musa sudah dikembalikan ke proporsi sebenarnya. Di Perjanjian Baru, secara gamblang Yesus bilang, hukum-hukum itu diberikan oleh Musa. Bukan oleh Allah. Makanya murid-murid langsung dari Yesus bisa menganulir syariat Yahudi seperti wajib sunat dan haram makan babi. Dalam konsili pertama di Yerusalem sepeninggal Yesus, murid-murid langsung dari Yesus dan Paulus, yg bukan murid langsung dari Yesus, bisa bersepakat untuk tidak memaksakan syariat Yahudi kepada mualaf baru. Kalau mau ikut syariat Yahudi tidak dilarang, kalau tidak mau ikut juga tidak dipaksa. Makanya ada sekte Kristen yg tidak menyunat laki-laki dan halal makan babi, seperti yg masuk ke Eropa. Dan ada juga yg tetap mempertahankan sunat dan haram makan babi, seperti yg masuk ke Arabia. Joko Tingtong berpendapat, Abu Thalib adalah penganut Kristen yg pakai syariat. Nabi Muhammad juga. Kalau percaya Yesus, otomatis dianggap Kristen. Itu di masa lalu, dan bahkan sampai saat ini. Kristen adalah jalan spiritual, bermula dari sekte di dalam agama Yahudi, dan Joko berpendapat harusnya tetap seperti itu. Kalau sudah jadi agama, sudah dilembagakan, akan jadi ribet. Bukan spiritual lagi, melainkan hukum demi hukum yg dibebankan kepada umat. Asalnya hukum sudah dianulir, tetapi kemudian malahan ditambahkan. Ketika Kristen menjadi agama, apalagi setelah resmi menjadi agama negara Romawi, hukum-hukum negara dianggap juga hukum agama. Tidak ada pemisahan agama dan negara, sampai ratusan tahun kemudian.

Spiritualitas manusia jalan terus, baik ada agama resmi maupun tidak. Seperti diperlihatkan oleh nenek-moyang kita yg tidak pakai agama. Agama-agama baru muncul belakangan. Aslinya nenek-moyang kita menganut animisme dan dinamisme. Percaya roh-roh yg berdiam di dalam manusia dan hewan, gunung dan batu, sungai dan laut. Memang ada rohnya. Roh itu energi. Dimana-mana ada roh. Dimana-mana ada energi. Dan memang kekal. Energi tidak diciptakan dan tidak bisa musnah. Yg bisa cuma pergantian bentuk. Dari bentuk yg satu ke bentuk yg lain lagi. Namanya hukum kekekalan energi. Kita bisa bilang hukum kekekalan roh juga. Dan itu tanpa perlu menakut-nakuti manusia lain dan diri kita sendiri dengan memaksakan legenda Adam dan Hawa. Kalau dipaksakan, kita akan terpaksa menciptakan legenda baru yg bernama Taman Firdaus. Setelah nenek-moyang kita diusir dari Taman Firdaus oleh Allah, kita keturunannya bisa balik lagi ke Taman Firdaus yg sama, asalkan kita rajin berdoa dan berbakti kepada orang-tua dan ulama. Konsep baru lagi! Awalnya tidak ada, sekarang ditambahkan orang-tua dan ulama, yg kalau tidak kita perhatikan dan beri penghormatan, maka akan membahayakan jalan hidup kita. Kita bisa tidak masuk Firdaus. Dan mungkin harus masuk Neraka yg juga merupakan konsep tambahan. Asalnya kita cuma diberi-tahu bahwa orang mati akan hidup di dunia orang mati, tetapi sejak 2000 tahun lalu sudah muncul konsep baru, yaitu penyiksaan. Neraka adalah tempat menyiksa orang yg jahat. Taman Firdaus atau Surga tempat menampung orang baik. Muncullah teori hukum dagang berupa perhitungan untung rugi. Dalam hal ini, kalau untung masuk Surga. Kalau buntung masuk Neraka. Kalau berbakti kepada orang-tua dan ulama akan masuk Surga. Kalau cuek beybeh akan masuk Neraka.

Buatan manusia belaka. Nalar manusia masa lalu, dan mungkin nalar manusia masa kini juga. Dan kemungkinan besar pakai Allah. Atau biasanya disebut dengan nama Tuhan. Cukup pakai istilah Tuhan, maka orang Indonesia akan takut. Dikiranya benar-benar Tuhan maunya begitu. Makanya doa kepada Tuhan berbentuk permohonan. Mohon kepada Allah agar diberikan ini dan itu, yg juga tidak salah karena segalanya simbolik. Bukan berarti ada Allah yg memberikan bencana alam. Bukan berarti ada Allah yg menghitung amal ibadah anda. Memberikan pahala dan hukuman. Tidak ada yg seperti itu, kecuali di imajinasi manusia beragama. Dan yg seperti itu merupakan jebakan spiritual. Mereka yg melakoni spiritualitas dan ingin menjadi diri sendiri wajib melewatinya. Wajib karena tidak terelakkan, apalagi di Indonesia. Orang kira apa yg disebarkan dari mulut ke mulut itu memang benar. Benar dari sononya. Allah yg mau. Pedahal itu manusia yg mau. Manusia masa lalu mau membentuk kepercayaan seperti itu, maka dibentuklah. Dan diwariskanlah. Kita pewarisnya terpaksa mengurai satu demi satu benang kusut itu. Sampai akhirnya kita sadar sendiri bahwa segalanya rekayasa. Masih ada yg ingin mengambil kesempatan dari rekayasa itu. Mempertahankan kepercayaan lama habis-habisan dengan alasan akhir supaya tidak terjadi kekacauan.

Agama = A + Gama. A = tidak. Gama = kacau. Agama artinya tidak kacau. Menurut Joko tidak begitu. Agama bahasa Inggrisnya religion. Artinya lembaga yg mengajarkan manusia untuk percaya kepada dzat supranatural. Yg tidak diajarkan di agama adalah fakta bahwa segala kepercayaan itu dibuat oleh manusia. Asalnya manusia tidak beragama, lahir tanpa agama, dan sampai sekarang tetap akan mati tanpa agama. Agama tidak dibawa oleh bayi yg baru lahir, tidak pula dibawa oleh manusia yg mati. Faktanya seperti itu, tapi tentu saja akan ditentang oleh mereka yg beragama. Mereka akan bilang, bahwa manusia tetap akan dikejar setelah mati. Oleh Tuhan atau Allah.

Oh (kejar-mengejar).

Lupakanlah segala kepercayaan yg dipaksakan dengan halus maupun kasar. Kita manusia Indonesia sudah punya tingkat kegilaan paling tinggi satu dunia. Paling rendah Australia, dan paling tinggi Indonesia. Tinggi tingkat gilanya, itupun yg terdeteksi. Yg tidak terdeteksi mungkin lebih banyak lagi. Joko berpendapat, agama berperan besar meninggikan tingkat stress manusia. Di masyarakat maju, agama mungkin berperan mengurangi stress. Tetapi di masyarakat berkembang seperti Indonesia, agama menjadi pemicu stress. Ada tekanan ekonomi, tekanan orang-tua, tekanan ulama. Tekan-menekan. Ditekan sejadi-jadinya dengan alasan supaya makin lama makin baik. Yg terjadi, makin lama makin stress. Seperti bisa dilihat dari curhat seorang teman di bawah ini.

T = Mas Joko, om swastyastu, aku punya cerita menarik buat Mas Joko nih, kasusku sendiri.

J = Cerita apa?

T = Di Bali ada istilah Kepuruse. Sesuatu yg saya bahkan baru tahu, setelah 'terjebak' untuk menikah dengan orang Bali. Kepuruse ini memaksa si wanita, untuk masuk ke keluarga si laki-laki. Masuk, artinya diambil, dan berhak. Berhak artinya, seluas yg saya tahu selama beberapa bulan usia perkawinan saya dengan orang Bali ini, artinya dikuasai. Dan semua menterjemahkannya dengan: penindasan.

Sang laki-laki (suami) terbentuk oleh kultur, sedemikian rupa sehingga berkarakter sadistik. Seintelek apapun dia! Yg paling gak masuk akal untuk otak dan level kesadaran saya adalah, ketika ada salah satu pasangan suami istri yg masih keluarga dari suami, yg si suami bahkan sudah S2, dokter, pernah merantau (untuk melengkapi bahwa dia sudah cukup bisa melihat melampaui kultur asalnya alias open mind), inipun melakukan KDRT terhadap istri, selingkuh, minum dan judi. Yg tergila adalah si istri, saya memanggilnya Mbok Luh, itu bahkan saya melihat diapun mewajarkan semua KDRT itu, terutama yg bersifat verbal! Katanya, ya sudah begitu laki-laki di Bali. Edan! Edan buat saya yg pernah merantau ke banyak daerah di Indonesia dan tak ada yg segila ini. Mbok Luh biasa gelut alias berkelahi tinju dengan suaminya, untuk mempertahankan diri, karena untungnya dia dibesarkan di keluarga ayahnya yg tentara. Lalu, bagaimana dengan para wanita yg gak punya ilmu bela diri?

J = Bagaimana?

T = Satu sebenarnya yg ingin saya ceritakan, dengan hukum Kepuruse ini, sang wanita, jika dia beda agama dengan calon suami, maka ia harus ikut agama suami. Disini artinya, bukan ingin menyebarkan agama, tapi menyebarkan aturan patriarki dimana bahkan bagi wanita Bali yg ingin menikah dengan laki-laki luar Bali yg bukan Hindu, dia harus tinggalkan agamanya dan ikut dengan agama suami. Kejadiannya yg paling sering adalah, wanita yg menikah dengan laki-laki Bali. Saya tidak tahu data statistiknya, berapa yg diambil dengan cara dijebak, tapi nikah dilarikan dan sejenisnya biasa di Bali, dan saya salah satunya. Saya tidak mau jadi Hindu dan tak ada penjelasan tentang aturan Kepuruse ini dari siapapun, sampai akhirnya saya berada di tengah-tengah kampung keluarga suami dan mereka sudah announce kemana-mana. Awalnya hanya keharusan Mabie Akoun, nikah secara adat. Ternyata, tidak boleh Mabie Akoun dan Sidi Widani: mempelai wanita harus masuk Hindu! Saya tak bisa mundur saat itu. Sidi Widani dan diharuskan pula tanda tangan sertifikat masuk Hindu; di dalam upacara itu ada kalimat: saya masuk Hindu tanpa paksaan.

Dalam perjalanan pernikahan beberapa bulan ini, terlihat bahwa kekerasan sudah biasa jadi budaya di dalam keluarga. Kekerasan verbal. Terutama terhadap wanita, yg dilakukan oleh laki-laki maupun kalangan wanita juga yg senior: mertua, sang bibi, dan seterusnya. Seminggu kemarin di Griye, saya jelas menangkap itu semua. Mereka akan mendidik orang baru (menantu) yg masuk di komunitas alias diplonco, untuk meneruskan tradisi: kita pelayan laki-laki dalam segala hal: sumur, dapur, kasur, dan: uang! Ini juga membuat saya gila. Untung, bisa kabur, kemarin. Dengan alasan: saya mau dapat kerja (saya belum kerja, ini menjadikan bargaining saya rendah sekali). Kebingungan, sempat melanda di awal usia pernikahan: ini cinta apa nggak sih?, ini kok begini aslinya? Karena pada saat mesra, mesra, pada saat kekerasan verbal, tak ada ampun. Dilakukan dalam tiap kondisi, apalagi kalau ada yg kurang satu saja, dalam hal uang tadi. Disuruh jadi wonder woman kita, dan detailing dalam setiap pekerjaan. Tapi, lama-lama bisa cukup berkurang, kultur perfeksionis itu karena seringnya suami mimpi didatangi guru spiritual kami, terutama saat sedang kritis, saat saya drop.

Ketika minggu lalu saya menghabiskan waktu terlama di Griye, kampung suami, saya ketemu kasus ke-11 KDRT pada istri. Ke-10 sebelumnya adalah para istri dari keluarga suami, atau teman meditasi terdekat. Dan, cerita mereka, 'wah' semua. Super canggih ini, kartel alias konspirasi penindasan terhadap wanita, bahkan pelakunya para wanita yg pernah ditindas juga. Seiring perjalanan, saya melihat banyak wanita terluka di Bali. Luka itulah, akhirnya saya simpulkan, yg melahirkan apa yg terkenal oleh masyarakat sebagai fenomena Leak. Karena, katanya, ilmu Leak lebih mudah dan lebih banyak dilakukan oleh perempuan di Bali.

Beban upacara, share-nya lebih banyak di kalangan wanita. Semua pernik, detil, sajen, banten, rangkaian daun kelapa muda berjuta jenis rangkaian, itu sangat membebani para wanita Bali. Yg paling berat adalah wanita termuda. Dalam hal ini, saya bisa melihat semua di adik ipar saya yg baru 17 tahun. Simbol perlawanannya tanpa diapun sadari, adalah menjadi sangat tomboy dan kuat secara fisik. Tapi labil bukan kepalang. Semua beban alam bawah sadar empat generasi wanita di Griye, ditanggung si adik ipar malang ini. Guru spiritual saya pun mengamini, beban para remaja Bali, lebih berat dari beban para remaja Jakarta, akibat beban ritual dan beban di pundak para wanita dari beberapa generasi sebelumnya.

J = Terimakasih sudah berbagi. Saya tidak tahu kalau mengenai detil seperti itu. Yg saya tahu cuma cerita secara umum, walaupun mungkin heroik juga, tentang perjuangan seorang perempuan Bali di Griye. Sangat berpendidikan. Konon pernah ikut main di film Eat Pray Love.


by Leonardo Rimba

2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar