8 Jul 2013

Gold, Gospel, Glory, dan Waktu sebagai Illusi

Setahu Joko Tingtong, sejarah masuknya agama Kristen tidak ada di buku pelajaran sekolah di Indonesia. Joko bisa menuliskan secara umum, bahwa semasa VOC berkuasa, sampai tahun 1799, tidak ada penginjilan oleh orang Belanda. Orang Portugis melakukan penginjilan Katolik di wilayah mereka di Flores dan Timor. Katolik tidak boleh masuk di wilayah yg dikuasai VOC di Batavia, Ambon dan Melaka. Belanda saat itu fanatik Protestan, dan selalu curiga dengan orang Katolik yg sifatnya subversif, berorientasi ke Roma. Pengkoordinasian penginjilan oleh orang Belanda mulai dilakukan sejak Hindia Belanda diperintah langsung, yaitu sejak VOC bubar. Mulai tahun 1800. Sejak itu Katolik diijinkan untuk masuk, dengan badan keagamaan mereka sendiri, yg lalu berevolusi menjadi MAWI dan sekarang KWI. Yg semi-resmi atau diawasi langsung oleh pemerintah Hindia Belanda cuma koordinasi penginjilan Protestan. Di wilayah-wilayah yg beragama asli leluhur: yaitu di Maluku Selatan, Minahasa, Papua, Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Timor. Koordinator penginjilan Protestan ini kemudian berdiri sendiri, menjadi independen di tahun 1920-an, lepas dari kendali pemerintah. Sebagai suatu organisasi, mereka cuma koordinator, dan mendorong masyarakat lokal untuk membentuk organisasi gereja sendiri. Terbentuklah Gereja Protestan Maluku, Gereja Masehi Injili Minahasa, Gereja Kristen Jawi Wetan, Gereja Pasundan, Gereja Protestan Sumba, HKBP (Gereja Batak), GPIB, GKI, dan banyak lagi. Koordinatornya ini, yg tadinya disebut GPI kemudian berubah nama menjadi DGI, dan sekarang PGI. Asal-usulnya dari tahun 1800-an.

Bapak tirinya Joko Tingtong berada di urutan ketiga dalam angkatan pertama sekolah pendeta Protestan yg dibuka Belanda di Indonesia, di tahun 1930-an. Nomor urut ketiga di sekolah teologi pertama. Utusan dari Gereja Protestan Maluku. Yg satu angkatan dengannya menjadi Ketua DGI pertama, atau MUI-nya orang Protestan. DGI, singkatan dari Dewan Gereja-Gereja Indonesia, yg sekarang berubah nama menjadi PGI, atau Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, jauh lebih tua usianya dibandingkan MUI. Asal-usulnya dari tahun 1800-an. Dan baru membuka sekolah pendeta di tahun 1930-an. Pendeta-pendeta yg dididik merupakan kiriman dari gereja-gereja lokal, seperti gereja Maluku, gereja Batak, gereja Papua, gereja Kalimantan, gereja Minahasa, gereja Pasundan. Memang semuanya gereja-gereja etnik, aslinya beribadah dalam bahasa daerah. Bukan bahasa Belanda. Sampai sekarang sebagian masih pakai bahasa daerah untuk ibadah, dan bahasa Indonesia tentu saja. Itu sekolah pendeta sekarang namanya STT (Sekolah Tinggi Teologia), di Jl. Proklamasi, Jakarta Pusat. Generasi pertamanya berasal dari tahun 1930-an, dan langsung mengambil alih semua kepemimpinan gereja lokal ketika orang-orang Belanda pulang. Semua ditinggal begitu saja, karena memang sudah dipersiapkan untuk mandiri. Konon bapak tirinya Joko Tingtong menerima pengalihan GPIB dari tangan Belanda. Ini gereja Protestan yg mungkin paling kaya, punya banyak gedung bersejarah, termasuk Gereja Immanuel, yg letaknya di sebelah Katedral Jakarta dan Masjid Istiqlal.

Menurut kisah dari bapak tirinya, mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Hindia Belanda yg masuk ke sekolah pendeta itu dapat perpeloncoan yg sangat sadis dari dosen-dosen orang Belanda. Disitu mereka disuruh menendang-nendang Bijbel atau Alkitab. Kitab suci orang Kristen. Ditendang kesana kemari di atas lantai, seperti main bola. Diinjak-injak, dilempar, dibanting. Semua schock. Maklumlah karena asalnya dari kampung. Dan dosen-dosen Belanda tertawa terbahak-bahak melihat itu, ternyata para profesor pengajar agama Kristen itu sama sekali tidak menghargai benda mati yg disebut Alkitab. Dibanting, dilempar dan diinjak. Mereka bilang, yg penting isinya. Ada di dalam pikiran manusia, kesadaran manusia, dan bukan di benda mati. Bukan di itu kitab yg bisa dibuang, walaupun namanya Alkitab. Kitab mati, tidak ada harganya. Yg berharga manusianya. Itu ajaran Kristen. Tidak menyembah Alkitab.
Sayangnya, setelah setengah abad Belanda hengkang dari Indonesia, umat Kristen makin lama makin menjadi konservatif. Belanda liberal, agamanya juga. Mementingkan hakekat, dan bukan kulit. Yg penting praktek, tindakan nyata, dan bukan slogan. Umat Kristen yg sekarang mungkin sudah lupa ajaran Belanda. Sekarang orang condong melihat kulit, melupakan isi. Menyembah-nyembah ulama, ingin dibilang beriman dan bertakwa. Konyol sekali. Joko Tingtong tidak begitu, sama sekali tidak takut dengan ulama Kristen. Mereka sama saja dengan kita, kata Joko. Manusia biasa, tidak ada bedanya dengan anda dan saya. Ulama Kristen tugasnya adalah melayani umat, dan bukan untuk dilayani. Mungkin itu ciri utamanya, beda dengan di agama-agama lain. Harusnya Kristen yg paling maju, tetapi Kekristenan di Indonesia relatif terbelakang. Umatnya berpikir Kristen punya syariat begini begitu. Pedahal Kristen tidak pakai syariat. Bahkan tidak mensyariatkan doa dan puasa. Tidak mensyariatkan amal. Kalaupun ada, namanya ajaran gereja, seperti di gereja Katolik. Tetapi itu bukan syariat. Ajaran thok. Boleh diikuti kalau mau. Kalau tidak mau, gereja tidak bisa memaksa. Agama Kristen tidak mengenal pemaksaan.
Ada perbedaan antara Kristen Protestan yg dibawa dari Eropa dengan Kristen dari Amerika Serikat. Yg sering anda lihat berteriak-teriak Yesus itu aliran Pentakosta atau Karismatik, asalnya dari Amerika. Di jaman Belanda belum ada, dan mulai masuk ke Indonesia di tahun 1970-an. Mereka yg paling rajin melakukan penginjilan. Menurut Joko bukan penginjilan di daerah terpencil seperti pedalaman Kalimantan atau Papua, melainkan penginjilan di kota-kota besar. Sasarannya adalah keturunan Cina yg, mungkin, sudah separuhnya dikristenkan saat ini. Aslinya beragama Tao atau Buddha, tetapi sekarang separuhnya sudah jadi Kristen. Protestan dan Katolik, kalau mengikuti paradigma masa lalu. Dan ditambah dengan aliran Karismatik atau Pentakosta kalau mengikuti paradigma sekarang. Karismatik itu Protestan juga, tetapi cenderung fundamentalis. Banyak ngawurnya, terutama dalam hal pengelolaan keuangan. Tetapi umatnya sudah kena hipnotis. Joko tidak suka yg model begitu. Ikut Yesus kok jadi bodoh? Seolah-olah Yesus menyuruh orang untuk kasih 10% dari penghasilan ke pendeta. Itu bukan ajaran Yesus.

"Gold, Gospel and Glory" merupakan semboyan Spanyol dan Portugal. Wilayah koloni mereka selalu dikristenkan, seperti bisa dilihat di Philipina, Mexico dan seluruh Amerika Latin. Mereka Katolik. Belanda dan Inggris tidak seperti itu, mereka Protestan. Di masa lalu, Protestan lebih tercerahkan dibandingkan orang Katolik. Caranya juga lebih manusiawi. Spanyol dan Portugal kejam sekali karena, maklumlah, langsung lepas kendali setelah bebas dari penjajahan Arab selama 800 tahun. Ini semuanya sejarah, tanpa perlu bilang salah atau benar. Ada yg benar dan dibilang salah, dan ada salah yg dibilang benar. Urusan orang, kata Joko. Yg penting saya bebas mengamati. Joko Tingtong tidak percaya bulan puasa atau Ramadhan berarti bulan pengekangan hawa napsu makan minum, contohnya. Buktinya segunung. Sejak Joko kecil sampai saat ini, setiap bulan puasa ditandai dengan naiknya harga bahan makanan. Artinya permintaan meningkat. Bukannya mengurangi konsumsi makan, di bulan puasa justru orang berlomba mengkonsumsi makanan, terutama daging.

Bukan urusan saya, kata Joko. Urusan saya menjawab pertanyaan orang, seperti ini:

T
= Beberapa hari lalu saya mengalami hal yang luar biasa, dimana putra saya satu-satunya yang sedang berlibur di rumah hampir meninggal karena keracunan. Dia selamat, baru kembali dari rumah sakit kemarin. Anehnya, ada hal yang semuanya tampaknya terjadi secara kebetulan. Misalnya kenapa saya bisa tiba-tiba bangun jam 4 pagi dan mendapati anak saya kaku di tempat tidur dengan mulut berbusa dan sulit bernafas? Kenapa saya mampu menggendong dia ke mobil yang berjarak 50 meter dari kamarnya dan membawanya ke rumah sakit? Mengapa saat sampai di rumah sakit yang biasanya hiruk pikuk selama 24 jam, anehnya pada saat itu kosong, sehingga semua dokter yang berjibun itu dengan cepat bisa menanganinya? Mengapa paman yang salah satu direktur rumah sakit kok tidak biasanya berada di rumah sakit?

Anak saya mengatakan, sewaktu sekarat, dia melihat semua kejadian dari mulai dia lahir, masa anak-anak dan sampai dengan saat kejadian saya membersihkan rongga mulut dan pernafasannya? Bahkan dia melihat dirinya sudah meninggal namun berhasil merasa mengkontrol saya melakukan apa yang dia inginkan? Seperti menggendong badannya yang berat sekali padahal saya baru saja dioperasi dan masih lemah sekali. Selama proses sekarat yang kejang-kejang dan tidak sadarkan diri, dia merasa, dunia ini bisa dia lihat dan kontrol sesuai dengan maunya? Bahkan melihat saya meninggal namun bisa dia hidupkan kembali? Anehnya, mengapa perasaan saya biasa-biasa saja menghadapi semua hal ini? Tidak ada rasa panik atau takut atau stress? Mohon bantu saya mengartikan phenomena ini, Mas.

J = Terimakasih telah berbagi. Apa yg anda alami seperti pengulangan dari apa yg anda telah lihat sebelumnya bukan? Seringkali kita tidur dan ketika bangun kita merasa seperti tinggal menjalankan saja apa yg telah kita putuskan sebelumnya, tidak ada rasa kaget lagi, walaupun secara fisik bisa saja kejadiannya mengagetkan. Saya sendiri percaya bahwa apa yg saya temui secara fisk setiap hari telah saya temui semalam sebelumnya di dalam tidur saya, sehingga saya tinggal menjalaninya saja. Semuanya sambung menyambung menjadi satu, tanpa perlu ada kepanikan. Kita telah menjumpai segalanya di dalam tidur kita yg sebenarnya tidak tidur melainkan komunikasi dengan berbagai aspek dari kesadaran kita sendiri, yg akhirnya akan kita temui secara fisik setelah kita bangun.

Tentu saja waktu cuma illusi. Dalam alam keabadian,waktu yg kita kenal secara fisik cuma illusi saja. Waktu yg real cuma T =1, detik ini, saat ini. Masa lalu, masa kini dan masa datang, semuanya berlangsung saat ini. Cuma karena kita memiliki tubuh fisik, maka kita masih mengalami masa lalu, masa kini dan masa datang. Kita alami secara berurutan. Kita masih mengalami waktu seperti berjalan. Ketika kita masuk ke dalam kesadaran kita yg tetap ada, yg abadi, maka kita akan kembali ke T=1, dan bisa melihat semuanya secara bersamaan. Apa yg akan terjadi, semuanya sudah terjadi. Karena kita tahu segalanya sudah terjadi, dan ternyata kita aman saja, maka kita akan ikhlas dan pasrah saja. Ikhlas dan pasrah walaupun kita harus memilih salah satu alternatif yg akan diwujudkan secara fisik, misalnya alternatif X. Di dalam alam keabadian, ada berbagai macam alternatif tak terhingga, yg masih juga bisa kita pilih kalau kita mau. Ada alternatif Y, alternatif Z, dan seterusnya.

Kalau kita bisa menyatukan kesadaran kita dengan kesadaran yg abadi itu, dengan cara tenang saja dan tidak panik, maka kita akan bisa merubah realitas fisik kita. Banyak pilihan yg bisa kita ambil. Yg tadinya tidak mungkin akhirnya menjadi mungkin. Tapi yg abadi itu tetap saja, kita sebagai kita, God as God.

We are God experiencing many kinds of adventures, makanya kita tidak menghakimi orang lain. Kita cuma memilih apa yg kita mau lakukan dalam hidup ini.


 by Leonardo Rimba


3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar