23 Jul 2013

Nabi Penutup dan Sabdo Palon

Menurut pendapat saya penggunaan istilah 'nabi penutup' tidak tepat. Siapa yg
mengatakan orang itu sebagai nabi penutup? Yg mengatakan adalah orang itu sendiri atau
pengikutnya bukan? Pedahal masih banyak nabi-nabi lainnya. Setiap jaman dan masyarakat
selalu mempunyai nabi-nabi yg terakhir. Kata 'terakhir' juga perlu dimengerti sebagai kiasan
belaka.

Berbicara atau menulis atas nama Allah merupakan hal yg biasa dalam budaya Timur
Tengah. Namanya bernubuah. Dan manusianya disebut nabi. Nabi itu profesi dan bukan gelar.
Kalau profesinya bernubuah atau mengucapkan apa yg akan terjadi di masa depan, maka kita
bilang orang itu seorang nabi. Etnik non Yahudi di Timur Tengah biasanya punya nabi yg
bernubuah untuk Dewa-Dewi yg merupakan konsep kelas bawah. Ada Dewi Bulan, ada Dewa
Matahari, macam-macam. Dan yg ternyata lebih bisa bertahan sampai sekarang adalah konsep
dari orang Yahudi tentang Yehovah Elohim. Kata gantinya adalah Eloah. Dan dari sini muncul
permainan kata Illah dan Al Illah. Akhirnya lahirlah nama 'Allah'. Konsep saja bukan?

Tetapi ini konsep yg dikaburkan habis-habisan, dikaburkan juga oleh orang spiritual dari
aliran Sufi. Dasarnya adalah ketakutan. Takut bahwa orang banyak akan membuat keonaran
kalau memahami bahwa Allah itu cuma konsep thok. Pedahal ada keonaran apa? Apakah orang
akan membuat keonaran ketika tahu bahwa ada Allah yg hidup di dalam kesadarannya? Dan
ternyata itu sama. Ternyata di setiap orang itu ada Allah, apapun latar belakangnya, apapun
kepercayaannya. Sebenarnya konsep nabi penutup juga telah banyak ditinggalkan. Orang
akhirnya akan mengerti juga bahwa konsep itu diciptakan oleh kelas guru agama/dan guru
spiritual demi merekrut pengikut sebanyak-banyaknya. Demi uang dan kedudukan saja.

Kita sekarang sudah tahu bahwa nabi-nabi tidak akan pernah habis-habisnya lahir ke
dunia ini, bahkan sampai sekarang. Karl Marx dan Sigmund Freud adalah para nabi menurut
tradisi Yahudi yg selalu ada di setiap jaman. Kanun berupa Tanakh (kitab suci Yahudi) sudah
ditutup dua ribu tahun yg lalu oleh para pemuka agama Yahudi, tetapi manusia tidak kekurangan
nabi-nabi dari tradisi Yahudi. Yg terakhir dan masih terus diingat orang namanya Karl Marx dan
Sigmund Freud. Dan jasa-jasanya tidak kalah dari Y'sua ha Maschiah (Isa Al Masih) yg sampai
sekarang juga tetap tidak diakui oleh kalangan keagamaan Yahudi orthodox.

Kita di Indonesia juga tidak kekurangan para nabi. Ada nabi-nabi yg anonim atau tidak
bisa ditelusuri secara fisik, melainkan cuma bisa dilihat hasil nubuahnya melalui karya tulis yg
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti banyak nabi Yahudi yg tidak jelas
asal usulnya, maka nabi-nabi Indonesia ini juga tidak perlu dipolemikkan. Kita cuma tahu
nubuah atau tulisannya. Yg masuk kategori ini adalah penulis Serat Darmo Gandhul, Syekh Siti
Jenar, dan Empu Kuturan dari Bali. Bahkan di deretan ini termasuk juga Ibu Kartini dan Presiden
Sukarno. Kalau orangnya bernubuah, maka kita sebut nabi. Bernubuah artinya mengucapkan apa
yg akan terjadi di masa depan. Dan jelas tidak ada kata 'penutup' di sini. Kalau masih pakai kata
'penutup', artinya kita mau ikut melanggengkan pembodohan. Untuk apa?

Ajaran nabi-nabi yg asli semuanya akan merujuk kepada kultivasi kesadaran yg diperoleh
ketika kita meditasi di cakra mata ketiga yg disebut sebagai Mata Siwa oleh orang Bali. Bagi
banyak orang di Jawa dan di Bali, Serat Darmo Gandhul dan tokoh Sabdo Palon dianggap cukup
penting. Mungkin semakin lama semakin penting karena prediksi yg dituliskan di serat itu
sedang terjadi saat ini di seluruh Indonesia. Kembalinya ajaran Budhi (Budi Pekerti?). Dan siapa
Sabdo Palon yg akan datang kembali itu kalau bukan kita semua? Kita semua yg ada di sini,
pribadi per pribadi. Sabdo Palon bukanlah seorang figur, walaupun bisa juga diartikan demikian.
Tapi nanti kita bisa jatuh terpuruk ke dalam kultus individu lagi kalau menunggu datangnya
kembali figur Sabdo Palon di dalam diri seorang manusia, pedahal sekarang jaman kultus
individu sudah lewat. Kultus individu hanya akan membawa keterpurukan manusia yg mungkin
juga merupakan satu proses yg tidak terelakkan. Kalau kita sudah terpuruk habis-habisan barulah
kita akan mau berubah. Sebelum jatuh terpuruk, kita tidak mau berubah. Kita merasa diri kitalah
yg paling benar.

Saya tidak mengerti bahasa Jawa, saya tidak tahu isi Serat Darmo Gandhul. Pengertian yg
saya dapat saya peroleh langsung ketika Darmo Gandhul datang dan mengganduli kaki saya.
Makanya saya tahu bahwa kalau Darmo Gandhul datang ke kesadaran kita, maka artinya kita
tidak akan bablas, kita akan membumi. Walaupun kita ngomong jorok, kita akan mengajarkan
Budhi. Dan saya bisa tahu itu karena sebelumnya muncul simbol Buddha dalam bentuk Dewi
Kuan Im di atas kepala saya. Dewi Kuan Im atau Bodhisatva Avalokitesvara muncul di paling
atas, dan Darmo Gandul di paling bawah. Keduanya dibutuhkan agar kita bisa seimbang.
Sebelumnya lagi, juga di dalam penglihatan, Dewa Ganesha muncul di sebelah kiri saya, dan
seorang sufi di sebelah kanan saya. Sanghyang Yesus itu berjalan bersama saya. Itu saja sudah
lima simbol yg muncul. Sadulur papat limo pancer. Yg pertama muncul itu Ganesha, lalu seorang
sufi yg saya sebut 'Syekh Abdul Qadir Jaelani'. Artinya, ajaran Hindu itu perlu diseimbangkan
dengan ajaran manunggaling dari Sufisme. Tidak bisa praktek ritual belaka, melainkan harus
kultivasi kesatuan kesadaran juga. Buddha muncul paling atas, dan tidak bisa seimbang sebelum
muncul Darmo Gandhul di paling bawah. Artinya, ajaran welas asih itu perlu dipraktekkan
bersamaan dengan hal-hal yg realistis. Dan ini semuanya ajaran Budhi. Dan praktisinya adalah
kita semua.

Sabdo Palon sudah datang. He is you and me. Women and men, kita semua yg ada di sini.


(sumber: salah satu e-book tulisan LR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar