28 Jul 2013

Kenapa di Indonesia Pernikahan yg Berbeda Agama Dilarang?



Sumber tulisan salah satu e-book karya Leonardo R.:

Pernikahan berbeda agama dilarang di Indonesia karena pemerintah kita belum
konsekwen mengimplementasikan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia). Kita semua tahu bahwa negara kita telah meratifikasi Deklarasi Universal HAM. Dan isi dari pasal 16, ayat 1, Deklarasi Universal HAM, sbb:

"Pasal 16 (1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian."

Karena pernikahan berbeda agama tidak mau dilakukan oleh pencatatan sipil di Indonesia, maka artinya sudah jelas bahwa Pemerintah RI mengabaikan perlindungan HAM Universal. HAM dari mereka yg berbeda agama dan ingin menikah telah diabaikan oleh Pemerintah RI, dan situasi seperti itu masih berlangsung sampai saat ini.

Saya sendiri sangat terperangah ketika memperoleh pertanyaan spesifik tentang hal itu dari seorang ahli tentang Indonesia berkewarga-negaraan Australia, Prof. Dr. Julia Day Howell, dari Griffith University, Australia. Tanggal 23 Januari 2009 saya bertemu dengan Prof. Dr. Julia Day Howell di Jakarta. Ini pertemuan kami untuk pertama-kalinya. Dr. Howell berada di Jakarta untuk memberikan pidato pembukaan dalam acara "Urban Sufism Days" di Universitas Paramadina.

Ternyata Dr. Howell dan saya memiliki concern yg sama tentang masa depan kehidupan spiritual di Indonesia yg berkaitan dengan politik keagamaan negara. Kami sependapat bahwa sampai saat ini Indonesia masih tidak menghormati HAM Kebebasan Beragama (Religious Freedom) yg dibuktikan oleh susah atau tidak mungkinnya melakukan pernikahan antar agama. Kalau mau menikah, maka harus satu agama. Kalau agama berbeda, maka tidak bisa atau sangat dipersulit.
Ini jelas melanggar HAM. So, sebagai pengamat dan pelaku spiritualitas kami memiliki pendapat sama bahwa negara harus sekuler. Harus ada pemisahan tegas antara negara dan agama. Negara hanya mengurusi kepentingan umum dan tidak boleh mencampuri urusan keagamaan.

Agama merupakan domain pribadi dari warganegara. Yg beragama itu pribadi per pribadi, para manusia yg menjadi warganegara. Negara sendiri tidak beragama karena negara bukan manusia.
Segala kolom agama di dalam KTP dan berbagai formulir yg harus kita isi sebaga WNI merupakan pelanggaran atau setidaknya pelecehan HAM. Negara-negara modern sudah meninggalkan kebiasaan membedakan manusia berdasarkan agama. Bahkan menanyakan dan mencatat latar-belakang agama warganegara bisa dianggap pelecehan HAM. Negara modern cuma mencatat perjanjian sipil antara warganegara yg menikah. Tetapi pernikahan itu sendiri merupakan domain pribadi dari warganegara, dan negara sama sekali tidak berhak untukmenentukan bahwa hanya warganegara yg beragama sama yg bisa menikah.

Berlainan dengan salah kaprah kebanyakan orang, sebagai pengamat dan pelaku spiritualitas kami justru mendukung sistem sekuler atau pemisahan tegas antara negara dan agama. Kenapa demikian ? Jawab: Karena spiritualitas manusia hanya bisa berkembang dalam masyarakat yg sekuler dimana kesempatan bagi semua manusia itu sama besar tanpa perlu dibedakan agamanya apa. Agama merupakan urusan pribadi, mau beragama ataupun tidak beragama merupakan HAM yg ada di diri tiap manusia. Kami tahu bahwa kultivasi spiritualitas manusia bisa dilakukan dengan metode apapun, baik melalui agama maupun di luarnya. Dan semuanya itu merupakan domain pribadi.

Negara tidak berhak menentukan bahwa hanya mereka yg beragama sama saja yg bias mengikatkan diri dalam pernikahan seperti praktek administrasi pencatatan sipil di Indonesia sampai saat ini sehingga orang-orang yg berbeda agamanya dan ingin menikah terpaksa harus "memilih" salah satu agama. Memilih agama apapun merupakan HAM yg ada di diri manusia, tetapi "memilih" salah satu agama karena terpaksa keadaan, yg dalam hal ini dipaksa oleh situasi pencatatan sipil di Indonesia yg tidak mau menikahkan calon pasangan yg berbeda agama adalah hal lain. Hal pemaksaan pemilihan agama demi pernikahan seperti dipraktekkan di Indonesia merupakan pelanggaran HAM, dan bukan HAM Kebebasan Beragama dimana orang secara sukarela akan memeluk agama yg disukainya atau bahkan meninggalkan agama yg tidak lagi disukainya.

Mereka yg beragama berbeda harusnya bisa menikah tanpa dipersulit. Catatan sipil seharusnya cuma mencatat pernikahan, perceraian, kelahiran, adopsi, dan kematian, cuma itu fungsinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar