29 Jan 2016

The Secret

Dari ebook The Secret:

Saya mempunyai seorang murid bernama Robert, yang mengikuti kursus online yang saya selenggarakan, dan melalui kursus ini ia dapat menghubungi saya melalui e-mail.  Robert seorang gay. Dalam e-mail ia menceritakan realitas kelabu hidupnya.

Di pekerjaan, rekan-rekan kerjanya berkomplot melawannya. Situasi kerjanya sungguh menekan karena sikap jahat dari rekan-rekannya. Ketika berjalan di jalanan, ia dilecehkan orang-orang homofobia.

Ia ingin menjadi seorang pelawak, dan ketika ia melawak, semua orang mencemoohkannya. Seluruh hidupnya adalah ketidakbahagiaan dan penderitaan, dan semuanya terpusat pada serangan yang ia terima karena ia seorang gay. 

Saya mulai mengajarkan bahwa ia berfokus pada apa yang tidak ia inginkan. Saya menunjukkan e-mail yang telah ia kirimkan dan berkata, “Coba baca lagi. Lihatlah semua hal yang tidak Anda inginkan, yang Anda melihat bahwa Anda sangat bersemangat tentang hal ini.

Dan ketika Anda memusatkan pikiran pada sesuatu dengan penuh semangat, hal itu akan terjadi dengan lebih cepat lagi!” 

Kemudian ia mulai merenungkan, serta menerapkan pemusatan pikiran pada apa yang sungguh-sungguh ia inginkan. Apa yang terjadi dalam enam minggu berikutnya sungguh-sungguh ajaib.

Semua orang di kantornya yang selama ini melecehkannya dipindah ke bagian lain, berhenti bekerja, atau mulai membiarkan dirinya apa adanya. Ia mulai menyukai pekerjaannya.

Ketika ia berjalan di jalan, tidak ada lagi orang yang melecehkannya. Ketika ia melawak, ia mulai mendapatkan tepukan pujian, dan tidak ada lagi orang yang mencemoohkannya. 

Seluruh hidupnya berubah karena ia berubah dari berfokus pada apa yang tidak ia inginkan, apa yang ia takutkan, dan apa yang ingin ia hindari, menjadi berfokus pada apa yang ia inginkan.

Hidup Robert berubah karena ia mengubah pikirannya. Ia memancarkan frekuensi yang berbeda ke Semesta. Dan Semesta pastilah mengirim gambar-gambar dari frekuensi baru, terlepas dari betapa mustahilnya situasi itu tampaknya.

Pikiran-pikiran baru Robert menjadi frekuensi barunya, dan gambar-gambar dari seluruh hidupnya berubah.

Hidup Anda ada di tangan Anda. Terlepas dari di mana Anda saat ini, terlepas dari apa yang telah terjadi dalam hidup Anda, Anda dapat mulai memilih pikiran-pikiran dengan sadar, dan Anda dapat mengubah hidup Anda. Tidak ada situasi yang tidak berpengharapan. Setiap situasi dari hidup Anda dapat berubah!

17 Jan 2016

TANGGUNGAN YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DALAM PTKP

Hubungan keluarga sedarah dan semenda

a.Sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung
b.Sedarah ke samping satu derajat : Saudara kandung
c.Semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri
d.Semenda ke samping satu derajat : Saudara Ipar

Dengan demikian saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP. Saudara dari bapak/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus. Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan. Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak memiliki penghasilan. Apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang atau membantu saja, maka tidak termasuk pengertian tanggungan sepenuhnya.

TK/...Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/...Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/I/...Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;



Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang.
Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

Contoh :

Pada tanggal 1 Januari 2001 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2001, maka besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2001 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.

Pada tanggal 2 Januari 2001 Orang Tua Wajib Pajak C (yang di tanggung sepenuhnya oleh C) meninggal dunia. Wajib Pajak C telah menikah tahun 1999 dan mempunyai seorang anak yang lahir pada tahun 2000. Karena Orang Tua C meninggal tanggal 2 Januari 2001, maka untuk tahun 2001 PTKP bagi wajib pajak C tetap memperhitungkan Orangtuanya sebagai tambahan tanggungan atau dianggap sebagai K/2

Tambahan PTKP Untuk Anggota Keluarga Sedarah dan Semenda yang menjadi tanggungan

Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pengertian kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran. Setiap kelahiran disebut derajat. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang dimana yang satu merupakan keturunan dari yang lain.

Dalam Garis lurus, dibedakan garis lurus kebawah dan garis lurus keatas. Garis lurus kebawah merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; sedangkan garis lurus keatas adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya.
Sedangkan Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan kelurga sedarah dari pihak lain. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah.

Skema hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Hubungan Sedarah :
a. Lurus satu derajat : Ayah, Ibu, Anak kandung
b. Kesamping satu derajat : Saudara Kandung (kakak, Adik kandung)

2. Hubungan Semenda :
a. Lurus satu derajat : Mertua, Anak Tiri
b. Kesamping satu derajat : Saudara Ipar (Adik Ipar, kakak Ipar)

Berdasarkan skema tersebut, yang termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus yaitu : ayah, ibu dan anak kandung. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian keluarga semenda dalam garis keturunan lurus yaitu: ayah mertua, ibu mertua dan anak tiri.
Anggota keluarga sedarah dan semenda berikut ini tidak dapat diperhitungkan sebagai tanggungan untuk penghitungan tambahan PTKP.

• Saudara kandung, karena termasuk dalam pengertian keluarga sedarah kesamping satu derajat;
• Saudara ipar, karena termasuk dalam pengertian keluarga semenda kesamping satu derajat;
• Saudara dari bapak/ibu, karena tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus


Anak yang telah memiliki penghasilan sendiri

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan anak yang belum dewasa, digabung dengan penghasilan orang tuanya. Dengan demikian, meskipun anak tersebut telah memiliki penghasilan sendiri dalam menghitung PTKP tetap diperhitungkan sebagai tanggungan wajib pajak (orang tuanya). Pengertian belum dewasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Sedangkan menurut Undang-undang pajak adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

Penghasilan yang diperoleh atau diterima anak yang telah dewasa (telah berumur 18 tahun atau lebih) akan dikenakan pajak tersendiri. Anak yang telah berumur 18 tahun atau lebih dan telah memperoleh penghasilan sendiri, tidak lagi diperhitungkan sebagai tanggungan dalam menghitung besarnya PTKP.
Sebaliknya apabila wajib pajak mempunyai anak yang telah berumur 18 tahun atau lebih, tetapi masih menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak (dan belum menikah), anak tersebut masih diperhitungkan sebagai tanggungan Wajib Pajak dalam menghitung besarnya PTKP.

Tambahan PTKP Untuk Anak Angkat

Selain untuk anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat, tambahan PTKP juga diberikan untuk wajib pajak yang memiliki tanggungan anak angkat. Namun demikian jumlah tanggungan yang diperhitungkan dalam PTKP dibatasi maksimum 3 orang.

Pengertian anak angkat dalam penghitungan PTKP bukanlah pengertian anak angkat sebagaimana dalam masyarakat sehari-hari yaitu seorang anak yang diaku dan diangkat sebagai anak. Dan juga bukanlah pengertian anak angkat sebagaimana dimaksud dalam hukum perdata yang harus terlebih dahulu ada pengesahan dari Hakim Pengadilan Negeri. Akan tetapi, Pengertian anak angkat yang dapat diperhitungkan dalam perundang-undangan pajak ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :

a. seseorang yang belum dewasa;
b. yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dari Wajib Pajak;
c. dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.

Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut Undang-undang Pajak Penghasilan berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu :
• tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak;
• nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan sendiri;
• tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga atau oleh orang tuanya sendiri.

Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar menyumbang, membantu, bertanggung jawab dan sebagainya, maka tidak termasuk dalam menjadi tanggungan sepenuhnya.

PTKP Untuk Karyawati Kawin dan Wajib Pajak yang Belum Menikah.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dapat dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Namun demikian, bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, selain PTKP untuk dirinya sendiri diberikan tambahan PTKP sebesar Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Bagi karyawan atau karyawati yang belum berkeluarga (TK) untuk pengurangan PTKP disamping untuk diri karyawan atau karyawati dapat pula memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk anggota keluarga sedarah dan semenda, termasuk anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang.

Penutup

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat diimpulkan bahwa tanggungan yang dapat diperhitungkan dalam menghitung PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Merupakan anggota keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat (baik keatas maupun kebawah).
2. Anggota keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.
3. Anak yang belum dewasa, berumur kurang dari 18 tahun dan belum pernah menikah, meskipun telah memiliki penghasilan sendiri.
4. Untuk anak angkat (Selain anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus) yang dapat diperhitungkan dalam PTKP adalah anak angkat yang belum dewasa (kurang dari 18 tahun) dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.

PTKP dihitung berdasarkan keadaan pada awal tahun. Semua perubahan jumlah tanggungan wajib pajak (baik penambahan maupun pengurangan) yang terjadi selama tahun berjalan diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya.




Ringkasan PMK 122/PMK.10/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
1.     Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut (Pasal 1):
a.     Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.     Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.     Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;
d.     Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
2.     Ketentuan terkait penghitungan PPh 21 terkait PTKP baru ini akan dituangkan dalam Perdirjen Pajak(Pasal 2), tetapi perdirjennya masih belum terbit saat ini.
3.     PTKP 2015 ini berlaku untuk tahun pajak 2015 (pasal 3), sehingga bisa diartikan mundur yak, artinya sejak masa pajak Januari 2015 PPh 21 nya pun harus dibetulkan agar menggunakan PTKP 2015 ini.
4.     PMK 122 ini otomatis mencabut PMK 162 (pasal 4), dengan kata lain PTKP 2013 hanya berlaku untuk tahun pajak 2013 dan 2014 saja, sementara untuk tahun pajak 2015 harus sudah menggunakan PTKP 2015.
Tabel PTKP Tahun Pajak 2015 dst sesuai Permenkeu 122/PMK.10/2015
No
Penerima
Nominal (Rp)
1
Untuk Diri WP OP
36.000.000
2
Tambahan untuk WP kawin
3.000.000
3
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
36.000.000
4
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
3.000.000

Tabel PTKP 2015 per status Wajib Pajak
No
Status WP
Nominal (Rp)
1
TK/0
36.000.000
2
TK/1
39.000.000
3
TK/2
42.000.000
4
TK/3
45.000.000
5
K/0
39.000.000
6
K/1
42.000.000
7
K/2
45.000.000
8
K/3
48.000.000
9
K/I/0
75.000.000
10
K/I/1
78.000.000
11
K/I/2
81.000.000
12
K/I/3
84.000.000

sumber: http://amsyong.com/2015/08/siap-siap-hitung-ulang-pph-21-dengan-ptkp-2015/

14 Jan 2016

Kepemilikan NPWP Bagi Istri

Salah satu masalah NPWP yang sering menjadi tanda tanya di masyarakat adalah tentang kepemilikan NPWP bagi wanita kawin atau istri. Dalam beberapa tulisan terdahulu saya pernah menegaskan bahwa pada dasarya satu keluarga cukup satu NPWP, dalam artian istri ikut NPWP suami. Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat berNPWP sendiri bila memang berkehendak demikian.

Pemahaman saya seperti itu saya dapatkan dari kandungan Undang-undang PPh dan Undang-undang KUP. Nah, hal seperti ini kemudian di tegaskan pula oleh Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, tepatnya di Pasal 2.

Ya, di Pasal 2 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa, wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak hidup berpisah atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan hak dan kewajiban suaminya. Dengan kata lain, NPWP sang istri ikut NPWP suaminya.

Bagaimana jika sebelum menikah si istri sudah memiliki NPWP? Penjelasan Pasal 2 ayat (3) ini menegaskan bahwa bila wanita kawin telah memiliki NPWP sebelum kawin, wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Dengan demikian jelaslah bahwa NPWP istri bisa dihapuskan bila menikah.

Nah, di penjelasan Pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha. Misalnya suami istri berdomisili di Salatiga. Karena suami bekerja di Pekanbaru, yang bersangkutan bertempat tinggal di Pekanbaru sedangkan istri bertempat tinggal di Salatiga.

Namun demikian, dalam hal wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka wanita kawin tersebut harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.

Berikut contoh sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011:

Bapak Bagus yang telah memiliki NPWP 12.345.678.9-XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum memiliki NPWP. Ibu Ayu  memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya. Oleh karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor 98.765.432.1-XXX.000.

Dalam kasus wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya dan ia telah memiliki NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki sebelum kawin tersebut digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita kawin tersebut tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.

Contoh :

Lisa memperoleh penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor 56.789.012.3-XYZ.000. Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang telah memiliki NPWP 78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah menikah memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah  dari suaminya, maka Lisa tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP dan tetap menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Nah, bagaimana dengan Anda? Memiliki NPWP sendiri atau memilih ikut NPWP suami.

Sumber:googling

Perhitungan NPWP Istri

Hari ini saya mendapat pertanyaan dari seorang teman, “untung mana ya ?” …”NPWP istri dibuat sendiri sama di gabung sama suami ?”. Dia minta kalau bisa penjelasannya lewat tulisan, karena mau dibuat diskusi dengan istrinya di rumah. Karena lagi malas nulis saya browsing saja di internet dengan maksud ketemu makalah yang nulis masalah tersebut.

Kurang lebih Ini yang saya dapat :

Pada UU lama yaitu (UU No. 7 Th.1983) memang diterangkan bahwa :“Kewajiban perpajakan bagi wanita menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan penghasilan pada dasarnya menjadi satu dengan kewajiban pajak sang suami. Dengan kata lain, wanita menikah dalam kategori ini tidak perlu memiliki NPWP sendiri. Kewajiban PPh lainnya pun menjadi tanggungjawab suami sebagai kepala keluarga.”

Dan dalam UU PPh baru (Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008) :
Pasal 8 ayat 1 (awal) : “Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin …. dianggap sebagai penghasilan suaminya

Namun masih dalam ayat 1 : “kecuali jika penghasilan wanita yang telah kawin tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya” (dengan kata lain : jika penghasilan wanita kawin hanya dari 1 pemberi kerja, maka dianggap pengghasilan Istri Pribadi atau dikenai pajak secara terpisah dg suami)

Dan pada Pasal 8 ayat 2 butir c, ada tambahan bahwa “ Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah jika dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.” (Dengan kata lain :“Istri dibolehkan memiliki NPWP sendiri “walaupun suami istri tidak hidup berpisah atau tidak ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan” Jadi dalam keluarga yang “normal” pun istri boleh memiliki NPWP sendiri dan terpisah dengan suaminya. Perhitungan PPh terutang bagi suami istri sebanding dengan besarnya penghasilan neto mereka. Jadi, perhitungannya sama persis dengan perhitungan bagi suami istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.)

Nah, pada kesempatan ini saya coba memberi contoh perhitungan terkait untung rugi NPWP Istri Gabung atau Pisah dg Suami : (menggunakan Undang-undang perpajakan terbaru yaitu UU Nomor 36 Tahun 2008 yang selanjutnya disingkat menjadi UU PPh.)
Pasal 17 a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

5% : sampai dengan Rp50.000.000,00
15% : di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00
dst
Pasal 7 :Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk tahun 2009 adalah sebagi berikut :

Rp15.840.000,- untuk diri Wajib Pajak
Rp1.320.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp15.840.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung Rp1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota kelauarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenugnya, maksimal tiga orang untuk tiap keluarga
Contoh perhitungan :

Jika Total Gaji Gabungan Suami Istri dan telah dikurangi PTKP

Gabung :

Gaji suami : Rp. 40.000.000,-
Gaji Istri : 30.000.000,-
Total Gaji Gabungan = Rp. 70.0000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk tahun 2009 adalah sebagi berikut : Rp15.840.000,- untuk diri Wajib Pajak + Rp1.320.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin +Rp15.840.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung + Rp1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota kelauarga sedarah = Total PTKP = Rp. 34.320.000
PKP = Rp.70.000.000 – 34.320.000 = Rp. 35.680.000,-
PPH 21 = 5% x Rp. 35.680.000,- = Rp. 1.784.000,-
Pisah :

Gaji suami : Rp. 40.000.000,- ; Total PTKP Suami = Rp.18.480.000
PKP Suami = Rp.40.000.000 – 18.480.000 = Rp. 21.520.000,-
PPH 21 = (5% x Rp.21.520.000,-) = Rp. 1.076.000,-
Gaji Istri : Rp. 30.000.000,- ; PTKP Istri = Rp15.840.000,-.
PKP Istri = Rp.30.000.000 – 15.840.000 = Rp. 14.160.000,-
PPH 21 = (5% x Rp. Rp. 14.160.000,-) = Rp. 708.000
Total = Rp. 1.076.000,- + Rp. 708.000 = Rp. 1.784.000
ternyata sama saja ..

Tapi..bagimana jika Total Gaji Gabungan yang telah dikurangi PTKP > 50 juta ??  Berikut analoginya :

Pisah :

Gaji suami : Rp. 65.000.000,- ; Total PTKP Suami = Rp.18.480.000
PKP Suami = Rp.65.000.000 – 18.480.000 = Rp. 46.520.000,-
PPH 21 = (5% x Rp. 46.520.000,-) = Rp. 2.326.000,-
Gaji Istri : Rp. 30.000.000,- ;PTKP Istri = Rp15.840.000,-
PKP Istri = Rp.30.000.000 – 15.840.000 = Rp. 14.160.000,-
PPH 21 = (5% x Rp. Rp. 14.160.000,-) = Rp. 708.000,-
Total = Rp.2.326.000,-+ Rp. 708.000 = Rp. 3.034.000,-
Gabung

Gaji suami : Rp. 65.000.000,-
Gaji Istri : Rp. 30.000.000,-
Total Gaji Gabungan = Rp. 95.0000,-
Total PTKP = Rp. 34.320.000
PKP = Rp.95.000.000 – 34.320.000 = Rp. 60.680.000,-
PPH 21 = (5% x Rp. 50.000.000,-) + (15% x Rp. 10.680.000,-) = 2.500.000 + 1.602.000 = Rp. 4.102.000
atau ada Kurang Bayar= Rp. 1.068.000,- (saat pelaporan SPT nambah bayar pajak)
So silahkan dipikir2 sendiri ya rekan2..Sy pribadi sih bersyukur krn ada UU PPH yg baru ini ..krn Istri diberi kebebasan memilih apakah mau gabung NPWP atau tidak dg suami (tanpa harus berpisah/bercerai atau harus membuat surat pisah harta)

Itulah cuplikan tulisan yang saya dapat darisebuah blog,

karena Dia pakai UU Nomor 36 tahun 2008, ya saya coba buka sendiri di pasal 8 seperti yang digunakan rujukan untuk nulis artikel tersebut. Sudah jadi kebisaan saya selalu mencoba membaca sendiri dari sumbernya, lalu saya buka lagi buku UU tahun 2008 pasal 8. ternyata yang menjadi rujukan baru ayat (1) dan (2).

Kemudian saya teruskan baca ayat (3) bunyinya : “Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteridan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.”

jadi, menurut saya perhitungan yang disampaikan diatas kalau penghasilan lebih dari 50 jt, dengan pisah NPWP akan lebih hemat, sangat berisiko bila nanti diperiksa oleh fiskus yang ngotot pakai pasal 8 ayat 3 UU no. 36 tahun 2008. dengan mengitung pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami istri. Yang akhirnya mengakibatkan kurang bayar plus denda yang harus di tanggung karena kurang bayar pajak.

Sekalian saya tulis disini pasal 4 bunyinya : “ Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya”.

Nah ini baru lengkap, telah kita baca semua ayat yang ada di UU No.36 tahun 2008 pasal 8. tak ada bedanya istri punya atau tidak NPWP sendiri. semoga bermanfaat.

Sumber: googling

11 Jan 2016

Penyusutan

Ada kalanya sebuah perusahaan melakukan berbagai macam bentuk investasi dalam pengembangan dan penunjang kegiatan bisnisnya. Investasi bisa berbentuk simpanan, penyertaan saham di perusahaan lain, pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan memperoleh harta berwujud. Menurut PSAK No. 16, Asset tetap adalah asset berwujud yang :
  1. dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
  2. diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Penerapan depresiasi akan memengaruhi laporan keuangan sebagai biaya, termasuk pengaruh terdapat penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan suatu perusahaan.
Pengertian Penyusutan 
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan. Dalam konsep ini, menurut ketentuan perpajakan atas pembelian harta berwujud yang masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dibebankan sekaligus. Jika perusahaan membebankan pembelian harta berwujud tersebut di laporan rugi laba maka akan dilakukan koreksi fiscal dalam menghitung pajak penghasilan badan.

Contoh :
Pada tanggal 3 Januari 2014, PT. ABC (Pengusaha Kena Pajak) membeli sepeda motor untuk kegiatan usaha seharga Rp. 13.200.000,- (termasuk PPN). Pada tanggal 3 Januari 2014, melakukan jurnal sebagai berikut :
 (Dr)    Biaya Pembelian12.000.000 
 (Dr)    PPN Masukan 1.200.000
 (Cr)     Bank13.200.000 

Menurut ketentuan perpajakan, Sepeda Motor termasuk kelompok I dengan masa manfaat 4 tahun. JIka perusahaan menggunakan metode penyusutan dengan garis lurus 25 % maka per tahun adalah Rp. 3.000.000,- 
Maka pada tahun 2014, 
Biaya pembelian per komersial     
Biaya penyusutan per fiskal
Koreksi Fiskal Positif
        12.000.000
          3.000.000
              9.000.000

Metode Penyusutan Dan Amortisasi

Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1)) adalah :
a.Metode garis lurus (straight-line method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu (1) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. 
b.Metode saldo menurun (declining-balance method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Metode ini tidak dapat digunakan untuk menghitung penyusutan atas bangunan.  
Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas dan konsisten.

Waktu Penyusutan Dimulai
Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.

Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan mulai pada bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Contoh 1 : 
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010.

Contoh 2 :

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.   
  
penyusutan1
Harta Yang tidak boleh disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal
Tidak semuanya harta dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan, ada beberapa harta yang tidak dapat disusutkan yaitu:
  1. Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
  2. Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. 
Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :
penyusutan2
Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya barak atau asrama yang terbuat dari kayu untuk karyawan.

Contoh penggunaan metode garis lurus:
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.000.000.000,00 x 5%).

Contoh penggunaan metode saldo menurun:

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: 
penyusutan3
Referensi :
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
  2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007), Ikatan Akuntan Indonesia, per 1 Juli 2009, Jakarta: Salemba Empat, hal. 16.2.
sumber: http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=51

1. Metode garis lurus (straight line method) Dasar penyusutan adalah harga perolehan. Penyusutan dengan metode garis lurus adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. 
Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode garis lurus : 
PT. Sumber Makmur membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut : 
 

Keterangan : Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.

 sumber : http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/PENYUSUTAN-DAN-AMORTISASI.pdf

7 Jan 2016

Jurnal Akuntansi PPN Masukan

Jurnal Akuntansi PPN Masukan
Kebalikan dari PPN keluaran, PPN masukan pada hakikatnya adalah piutang karena PPN yang dibayar dapat diklaim ke negara. Nah, dari sudut pandang ini kita bisa tahu nantinya bahwa akun Pajak Masukan ada di bagian kredit dalam jurnal akuntansinya. Contoh, pada tanggal 25 Oktober 2008 PT ABC (PKP) membeli barang untuk persediaan barang daganganya dari PT DEF (PKP). Harga belinya adalah Rp70.000.000,- dan PPN masukan yang dibayar adalah Rp7.000.000,-. Jurnal akuntansinya adalah :
Pembelian 70.000.000 (D)
Pajak Masukan 7.000.000 (D)
Kas 77.000.000 (K)
Perhatikan bahwa kas yang dikeluarkan adalah Rp77.000.000,- yang terdiri dari harga beli Rp70.000.000,- dan PPN masukan Rp7.000.000,-. Jika pembelian dilakukan secara kredit, akun kas diganti dengan hutang dagang.

Contoh Pengisian Formulir 1721-A1 Status K2 , Untuk Masa Pajak Januari sd Desember 2015

Contoh Pengisian Formulir 1721-A1 
Untuk Masa Pajak Januari s/d Desember 2015 adalah sebagai berikut :

Nomor
:
1.1.12.15.0012
Masa perolehan penghasilan
:
01-12
NPWP  Pemotong
:
01.253.246.5.521.000
Nama Pemotong
:
PT.SINAR MAS JAYA
Identitas Penerima Penghasilan
:

NPWP
:
48.245.356.5-521.000
NIK/Nomor Paspor
:
33.02251205750001
Nama
:
SUPARTO
Alamat
:
JL.ANGGUR NO.15 PURWOKERTO
Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Status / Jumlah Tanggungan Keluarga Untuk PTKP
:
K/2
Nama Jabatan
:
Manager Operasional
Karyawan Asing
:
Tidak
Kode negara domisili
:
Tidak diisi karena Warga Negara Indonesia
Kode Objek Pajak
:
21-100-01 :
untuk penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tetap
PENGHASILAN BRUTO
:

1.
GAJI/PENSIUNAN ATAU THT/JHT
:
17.400.000
2.
TUNJANGAN PPh
:
0
3.
TUNJANGAN LAINNYA. UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA
:
18,834,500
4.
HONORARIUM DAN IMBALAN LAIN SEJENISNYA
:
0
5.
PREMI ASURANSI YANG DIBAYARKAN PEMBERI KERJA
:
974,916
6.
PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
:
0
7.
TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI DAN THR
:
22,774,600
8.
JUMLAH PENGHASILAN BRUTO (1 S.D. 7)
:
59,984,016





PENGURANGAN
:

9.
BIAYA JABATAN/BIAYA PENSIUN
:
2,999,201
10.
IURAN PENSIUN ATAU IURAN THT/JHT
:
                                   432,000 
11.
JUMLAH PENGURANGAN ( 9 S.D. 10)
:
                                3,431,201 




PENGHITUNGAN PPh PASAL 21


12.
JUMLAH PENGHASILAN NETTO (8 - 11)
:
                              56,552,815 
13.
PENGHASILAN NETO MASA PAJAK SEBELUMNYA
:
0
14.
JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK ENGHITUNGAN PPh PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)
:
56,552,815
15.
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
:
                              78,000,000 
16.
PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN (14 - 15)
:
0
17.
PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN/DISETAHUNKAN
:
0
18.
PPh PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG MASA PAJAK SEBELUMNYA
:
0
19.
PPh PASAL 21 TERUTANG
:
0
20.
PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 26 YANG TELAH DIPOTONG DAN DILUNAS
:
                                   114,006 




IDENTITAS PEMOTONG
:

1.
NPWP
:
48.135.125.5-521.000
2.
NAMA
:
CAHYADI SURYA
3.
TANGGAL
:
02-01-2016

  • Identitas Pemotong diisi dengan identitas pimpinan perusahaan, misalnya Direktur Perusahaan.