12 Jul 2013

Saya Sudah Bertemu Allah Sejak Lahir

Ustad Jefri yg lebih sering dipanggil Uje pernah dakwah dan disiarkan TV, bilang kalau mau ketemu Allah harus mati dulu. Joko Tingtong diam saja, walaupun tidak setuju. Pendapat Uje adalah pendapatnya sendiri, kata Joko. Mungkin karena Uje begitu inginnya ketemu Allah sehingga dia cepat-cepat mati. Joko sendiri berpendapat manusia bisa bertemu Allah tanpa perlu mati dulu. Joko bilang, saya sudah bertemu Allah sejak saya lahir dan tidak pernah berpisah sedetikpun.

Kenapa harus mati dulu?

Kalau semua orang bilang Tuhan ada, bukan berarti Tuhan benar-benar ada. Bukan benar ada di langit ketiga, langit ketujuh, dan entah langit ke berapa lagi yg tentu saja boleh saja diucapkan. Tinggal anda ucapkan saja Tuhan ada di langit ke berapa. Bisa pakai istilah langit yg paling atas, tingkat tak terhingga.

Joko Tingtong tidak suka pakai istilah Tuhan karena dia tahu makna aslinya Tuan, dan bukan Allah. Tapi itu kata Tuhan sudah bermakna Allah di Indonesia. Pedahal aslinya berarti Tuan. Siapa saja bisa menjadi Tuan, artinya orang yg dipatuhi. Tuan anda bisa saja anda namakan Allah, yaitu sesuatu yg anda sembah. Per definisi, Allah bukanlah orang, melainkan pencipta orang. Okelah, kita bisa pakai itu istilah, tapi tetap saja Allah anda sebut Tuan. Artinya, sesuatu yg anda ikuti. Anda merasa mendengar suara Allah, atau membaca perintah Allah, atau diceritakan tentang Allah. Allah seperti apa anda belum pernah lihat. Dan karena anda diceritakan tentang mustahilnya melihat Allah, makanya anda tidak pernah cari. Anda cukup diceritakan saja tentang Allah.

Anda percaya, karena orang yg menceritakan Allah kepada anda juga berucap, kalau anda tidak percaya artinya anda orang yg dibenci Allah. Makanya anda percaya, karena anda mau dicintai Allah. Oh, cerita kanak-kanak, kata Joko kepada dirinya sendiri.

Allah atau yg lebih sering disebut Tuhan oleh orang Indonesia lebih dekat dari urat leher saya, kata Joko lagi. Saya sudah bertemu Allah sejak saya lahir, saya tidak bohong. Sudah, itu saja dakwah Joko pagi ini. Selanjutnya cuma tanya-jawab dengan seorang teman. Mungkin mengandung Allah juga.

T =  Ketika saya masih kecil, dari TK sampai SMA, keluarga saya sering meminta bantuan paranormal ketika sedang menghadapi masalah. Saya dari keluarga kristen. Dan paranormalnya pun Kristen Oh...! Saya masih ingat, paranormal tersebut bahkan tidak lulus SD. Seorang nenek gemuk dan didampingi anak laki-lakinya. Sebelum menjawab permasalahan yang diajukan, keluarga saya diajak berdoa dan menyanyikan lagu-lagu pujian. Sampai akhirnya kami berdoa dengan cukup lama, (hanya mendengarkan dan mengamini kata-kata doa dari paranormal tersebut) sampai akhirnya bahasa dari paranormal Kristen tersebut tidak saya mengerti. Dia memakai bahasa asing, yang saya ingat salah satunya bahasa China dan Inggris. Dan anaknya yg bagian menterjemahkan. Disitu baru ada solusi dari permasalahan. Dan seingat saya, di dalam doa tersebut, ketika sudah beralih dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, dia selalu memakai kata "anakku". Yang ditujukan kepada kami. Padahal dalam situasi normal dia menggunakan bahasa Jawa sopan kepada keluarga saya. Dulu ketika salah satu anggota keluarga sakit, dan di rumah sakit, nenek paranormal itu selalu diminta bantuan doa oleh nenek saya. Ada yg solusinya pakai sapu tangan saja, ada yang pakai buah-buahan dll. Dan memang sembuh. Oh.. Mungkin bisa dijelaskan (nenek paranormal itu tidak kaya kok, bisa dibilang keluarga miskin, tidak pernah mematok harga, bahkan sebenarnya tidak mau dibayar). Dan anaknya pun hanya penjahit biasa. Tidak punya ijazah SMP. Tidak kursus bahasa asing. Tapi bisa menterjemahkan. Pas lagi kerasukan. Oh.. Haha

J = Itu penyembuh dari aliran Pentakosta, kalau pakai bahasa yg tidak dimengerti orang artinya berbicara dalam bahasa lidah atau yg secara salah kaprah disebut bahasa roh di Indonesia. Kalau pakai bahasa yg dimengerti orang, artinya sedang bernubuat. Ciri bernubuat adalah menggunakan kata-kata yg tidak biasa dia gunakan. Bagi penyembuh ini, menggunakan istilah "anakku" termasuk bernubuat. Dan cara penyembuhannya bisa bermacam-macam. Bisa pakai sapu tangan, dll. Orang-orang Kristen yg pertama, 2000 tahun lalu, memang seperti itu. Masih ada yg seperti itu sampai sekarang, biasanya dari aliran Pentakosta. Mungkin ada juga di aliran-aliran lainnya. Biasanya tidak dimengerti orang, dianggap paranormal. Pedahal itu cara Kristen yg asli. Anaknya paranormal ini, yg anda sebut menterjemahkan bahasa aneh ibunya, juga termasuk pekerja spiritual menurut Kristen awal. Punya hidayah dari Allah, dalam hal ini hidayah untuk menterjemahkan bahasa lidah. Atau glossolalia kalau kita mau pakai istilah kerennya. Ya, mereka Kristen asli, walaupun orang Kristen yg buta sejarah Kekristenan akan bilang bahwa mereka dukun. Seperti itulah praktek murid-murid langsung dari Yesus di masa 2000 tahun lalu.

T = Si mbah (kakek) saya suka bercerita tentang pengalaman masa lalunya. Dia berasal dari Bojonegoro. Dan pensiunan kepala sekolah SMP negeri di Jombang. Dulunya ketika muda, mbah saya ini sering bersemedi. Katanya sih dia dulu punya guru yg disebutnya Angling Darma. Cuman buat nemuin gurunya tersebut dia mesti bersemedi, berpuasa, dan ada rapalannya, mantera. Dulu juga, katanya waktu masih jomblo, belum ketemu nenek saya, si mbah ini katanya ditemuin oleh sosok laki-laki berbaju putih yang mengatakan "jodohmu ada di Utara" dan benar, ketika kakek kuliah di Malang. Dia bertemu nenek. Haha... Dulu juga kakek saya ini Islam. Tapi masuk Katholik. Setelah itu Protestan. Kena cinta baru masuk Protestan. Oh... Dulu juga sering dimintai tolong oleh polisi.

J = Saya punya teman polisi, di bagian intel, yg cerita tentang kisah mencari pembunuh misterius di Lampung. Datang ke seorang nenek-nenek yg bisa kemasukan arwah orang yg mati terbunuh itu. Suaranya berubah menjadi suara seperti si orang yg mati. Dan berdasarkan keterangan dari dukun yg bisa kerasukan arwah ini, sang pembunuh misterius akhirnya bisa tertangkap.

T = Dulu di SMP yang dikepalai oleh kakek saya, cukup banyak terjadi pengalaman-pengalaman aneh. Si pak penjaga sekolah sering bercerita kalau dia pas jaga malam sering ditemui laki- laki dan perempuan yang memakai busana keraton jaman dulu. Dua orang ini katanya ramah. Dan pak penjaga sekolah pernah diajak pula ke tempat mereka. Dengan syarat, ketika dalam perjalanan, dilarang menoleh ke belakang. Kata kedua setan tersebut yang saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia, "kalau menoleh ke belakang, kami tidak tanggung jawab." Pak penjaga, mendeskripsikan istana kedua makhluk tersebut kepada kakek saya. Dan katanya pun diberi makan. Awalnya ragu, tapi ketika kedua makhluk tersebut mengatakan "ini makananmu bukan makananku, makanlah". Pak penjaga tersebut memakannya.

Cerita beralih ke waktu dimana penjaga sekolah itu belum meninggal. Ketika itu kakek sedang main catur dengannya. Katanya, di tengah permainan, penjaga sekolah tersebut seperti baru teringat kalau dia lupa sesuatu untuk dilaksanakan. Dia pamit pulang ke rumah, memanggil istrinya untuk menyediakan bantal, lalu pamit tidur. Dan ternyata meninggal (sesuatu yang lupa untuk dilaksanakan itu ada hubungannya dengan kedua makhluk tersebut).

J = Oh...

T = Ada cerita tentang para pelajar dan kejadian di sekolah sebelum penjaga sekolah meninggal. Kakek saya sedang membangun kelas baru. Tapi setiap pondasi selesai dibangun, keesokan harinya selalu tidak siku. Dibenerin. Besoknya tidak siku lagi. Dst. Gak tahu sampai berapa kali. Penjaga sekolah bilang "ini karena gak ijin. Mesti diadakan makan-makan dulu". Kalau kata orang sini "bancakan". Dan esoknya tidak terjadi masalah siku dan tidak siku lagi.

Ada juga soal salah satu pelajar yang kencing sembarangan di sumur belakang sekolah. Dia langsung sakit dan kesurupan. Kata penjaga sekolah yang diberi tahu oleh kedua makhluk keraton tersebut, "itu karena dia kurang ajar, pipis sembarangan, percuma berobat kemana-mana dia gak bakal sembuh. Tunggu saja selama seminggu dia nanti sembuh sendiri." Dan benar, pelajar tersebut sembuh sendiri setelah seminggu (untuk diketahui penjaga sekolah tersebut bukan orang sakti, hanya saja dia sering ditemui dan mengobrol dengan kedua makhluk keraton tersebut, semua kata-katanya tentang segala kejadian di atas juga atas pemberitahuan kedua makhluk tersebut).

J = Kisah-kisah semacam itu cukup umum di Jawa. Mereka hidup dengan budaya yg sarat dengan kepercayaan masa lalu, lengkap dengan simbol-simbolnya. Orang masa sekarang yg tidak lagi percaya akan susah mengalami pengalaman serupa, walaupun mau. Orang-orang Belanda jaman dulu di Jawa bukannya tidak tahu kisah-kisah semacam itu. Mereka tahu, tapi tidak bisa ikut mengalami, karena kepercayaannya beda.

T = Nah itu dia, yang jadi pemikiran saya, makhluk-makhluk tersebut memang ada secara personal, atau hanya simbol? Penjaga sekolah tersebut seperti lupa menjalankan sebuah syarat. Lalu dia pamit tidur yang ternyata mengakibatkan meninggal.

J = Menurut saya makhluk-makhluk itu simbol saja, bagian dari kesadaran manusianya sendiri. Mungkin menyimbolkan energi tertentu yg adanya di tubuh si manusia sendiri.

T = Wah berarti manusia itu sebenernya sakti. Bisa tahu kapan mati atau mungkin menolak mati kalau mau. Seperti cerita penjaga sekolah tersebut, kalau tidak lupa syarat. Mungkin dia tidak mati pada hari itu. Hoho... Nah kisah lain yang bikin saya bingung lagi, ada teman kakek saya dulu, yang katanya juga sakti, bisa memunculkan makanan secara tiba-tiba di depan mata. Makanan asli dan bisa dimakan. Tapi katanya dilarang. Karena bukan haknya. Lalu makanan tersebut dihilangkan, katanya sih dikembalikan. Bisa juga iseng berlari di kuburan pada malam hari tanpa tersandung nisan. Gak pakai senter.

J = Oh...

T = Kalau cerita dari nenek saya mah, dia semasa kecil melihat sendiri proses memanen padi di sawah kakeknya (canggah saya) yg tidak dilakukan oleh manusia. Ketika malam hari yg keesokan paginya panen. Padi sudah tercabut dan tertata sendiri. Oh.. magic lezat. Emang manusia punya potensi sesakti itu ya?

J = I don't think so. Kalau sudah kelewatan kisahnya, sampai mencapai taraf tidak masuk akal, maka anggap saja seperti kisah para para nabi.


 Notes by Leonardo Rimba


Tidak ada komentar:

Posting Komentar