9 Jun 2013

Reformasi Agama Berarti Reformasi Konsep Allah

Pertanyaannya sekarang, apakah Allah sama dengan Tuhan? Kalau sama, kenapa masih dipakai kata Allah di dalam terjemahan Al Quran dan Alkitab? Pakai saja kata Tuhan semuanya, tidak usah pakai kata Allah. Ternyata tidak begitu. Ternyata beda. Allah tidak sama dengan Tuhan. Kalau tidak sama, tegaskanlah bahwa itu tidak sama. Kalau yg anda maksud Allah, pakailah kata Allah. Tuhan lain lagi. Bahkan dalam pengertian aslinya, yaitu di khazanah kekristenan, Tuhan bukanlah Allah. Kalau yg dimaksud Allah, orang Kristen akan pakai kata Allah.  Jangan seperti kebanyakan orang Indonesia yg selalu mensalah-kaprahkan segalanya!

Tuhan di bahasa Arab sama dengan Tuhan di bahasa Ibrani, sebutannya Rabbi atau Robbi. Artinya Tuan. Tetapi di bahasa Indonesia dituliskan pakai h, menjadi Tuhan. Maksudnya sama. Dan itu sama sekali bukan God, bukan Allah. Rabbi bisa digunakan untuk siapa saja. Ada Rabbi Yesus, ada Rabbi Schneier yg memberikan penghargaan kepada SBY baru-baru ini.
Allah sudah menjadi bahasa Indonesia sejak ratusan tahun lalu, bukan bahasa Arab lagi. Allah di bahasa Arab adalah Allah di bahasa Indonesia. Tuhan lain lagi. Tuhan artinya Tuan di bahasa Indonesia. Bukan Allah. Bukan God. Kalau Tuhan, bahasa Inggrisnya Lord. Kalau anda bisa tangkap pengertian asli ini, mata batin anda akan bisa tiba-tiba terbuka. Karya tulis di bahasa Inggris boleh bilang semuanya pakai kata God, Pakai Allah, bukan Tuhan. Kalau anda menuhankan kata God. Kalau God anda terjemahkan menjadi Tuhan, jalan pikiran anda akan beku. Beku otak. Banyak yg seperti itu. Dan bisa tiba-tiba terbuka setelah menerima pengertian asli yg saya jelaskan ini. Begitu kata Joko Tingtong.

Coba saja, dan lihat hasilnya!


Bahkan kajian spiritualitas di Barat tidak pernah pakai kata Tuhan. Yg selalu dipakai adalah Allah. Spiritualitas bisa didefinisikan bermacam-macam, dan latar belakangnya juga filsafat. Filsafat artinya pemikiran. Pemikiran tentang segala macam. Dan di jaman dulu, pemikiran tentang kehidupan batin manusia namanya filsafat metafisika. Metafisika berandai-andai tentang Allah. Bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya. Dan mengapa Allah tidak menyahut walaupun dipanggil. Lalu sang filsuf akan memberikan jawaban. Jawaban itu datang dari pikiran si filsuf sendiri. Filsuf tentang Allah bisa disebut sebagai metaphysician. Filsuf metafisika.

Di Kristen, filsuf demikian disebut sebagai teolog. Dan pemikirannya disebut sebagai teologi, artinya ilmu tentang Allah. Datangnya dari mana ilmu itu? Ya dari pikiran si filsuf sendiri. Tetapi kemudian gereja mengambil alih pemikiran si filsuf dan dijadikan ajaran agama dengan alasan datangnya dari Allah. Pedahal itu datang dari pemikiran si filsuf itu sendiri. Tanpa diduga, ternyata ada juga orang-orang yg tahu asal-usul ajaran agama dan mempertanyakannya. Tetapi orang yg mempertanyakan itu akhirnya dibungkam. Buku-bukunya dibreidel. Gereja Katolik Roma dulu paling rajin membreidel buku orang yg berlawanan dengan kata-kata Allah sesuai dengan yg diridhoi oleh gereja. Tetapi gereja Katolik Roma umumnya sekarang sudah tobat. Sudah habis-habisan berperang dengan kelompok pembangkang yg dikenal sebagai gereja Protestan. Dan gereja-gereja Protestan juga sudah tobat, tidak lagi fanatik dan menginjak-injak hak asasi kaum wanita dan minoritas. Ayat-ayat yg dulu mereka tafsirkan sebagai berasal dari Allah sekarang sudah terbuktikan merupakan hasil pemikiran manusia di jaman dahulu. Ada manusia yg dikenal sebagai Musa, Daud, Sulaiman. Ada yg namanya Yesus, dan ternyata kata-kata yg terkumpul atas nama mereka di dalam Alkitab itu semuanya hanyalah berupa hasil pemikiran. Filsafat juga sebenarnya.

Ada hasil pemikiran Musa, Daud, Sulaiman, Yesus. Walaupun dihormati sebagai nabi yg berkonotasi keagamaan, orang-orang Yahudi ini juga filsuf. Mereka filsuf metafisika, artinya suka berpikir tentang Allah. Ucapan atau tulisan mereka dianggap berasal dari Allah sendiri. Apa benar itu berasal dari Allah tentu saja soal lain. Yg jelas, semuanya keluar dari mulut atau tangan manusia. Hasil pemikiran. Walaupun menggunakan kata Allah, ternyata semuanya pemikiran manusia belaka. Filsafat belaka. Kalau dibilang filsfafat, orang yg masih gila Allah akan menganggap enteng. Filsafat itu pemikiran manusia belaka, begitu pikir mereka. Pedahal segala macam ajaran agama itu apa kalau bukan filsafat juga?

Spiritualitas juga begitu, isinya pemikiran belaka. Ada spiritualitas berdasarkan aliran Sufi. Ada spiritualitas Kristen. Ada spiritualitas Buddhist. Spiritualitas humanis. Spiritualitas agnostic. Spiritualitas atheist. Isinya pemikiran belaka. Mereka berpikir bahwa kalau mencari Allah harus berputar seperti baling-baling, contohnya. Dan itu sah saja, mempraktekkan meditasi gaya baling-baling seperti dilakukan oleh sebagian orang Sufi. Ada yg bilang spiritualitas berarti vegetarian atau anti makan babi dan binatang lainnya seperti yg dipraktekkan oleh sebagian orang Buddhist. Dan itu sah juga. Sebagian orang Hindu mempraktekkan brahmachary atau tidak berhubungan sex. Dan itu oke pula. Yg humanis menekankan kerja bakti sosial. Yg agnostik menekankan universalitas. Dan yg atheist menekankan ilmu pengetahuan. Semuanya spiritualitas.

Sebagian orang yg mengaku spiritualis itu juga cuma menipu diri mereka sendiri saja. Mereka merasa telah dekat kepada sang sumber, pedahal kalau benar ada sumber itu, maka kita tidak akan lebih dekat atau lebih jauh. Kita cuma akan segitu-gitu saja. Sumber itu apa? Napas kita? Kita selalu bernapas bukan? Dari lahir sampai sekarang, dan bahkan sampai mati kita tidak akan lebih dekat dan lebih jauh dari napas kita. Ada pula yg namanya intuisi, dan itu sesuatu yg spontan datang dari alam bawah sada kita. Kita bisa langsung tahu sesuatu tanpa lewat panca indra.  Psikologi juga tahu yg namanya intuisi, dan itu ada di semua orang kalau manusianya mau berjalan di jalan yg biasa-biasa saja, tanpa memasukkan diri ke dalam kotak-kotak. Kotak-kotak itu adalah yg memakai segala macam definisi, biasanya dari agama-agama.

Spiritualis aliran ketinggalan jaman memang punya banyak salah kaprah. Mereka memuja-muji Krishnamurti dan Osho, tanpa tahu pesan yg diberikan oleh Krishnamurti dan Osho yg umumnya tidak perduli dengan segala macam keharaman ini dan itu yg mungkin masih dipercaya oleh orang-orang spiritual. Tingkat spiritualitas juga konsep yg amburadul. Memang ada orang yg pengertiannya lebih komprehensif, dan ada yg cetek. Yg cetek itu yg pakai banyak syariat. Orang spiritual dewasa akan seperti Krishnamurti dan Osho yg tidak perduli dengan segala macam label benar dan salah, mereka sudah keluar dari kotak-kotak. Mereka sadar bahwa mereka sadar, dan mereka menjadi dirinya sendiri saja. Makanya Joko mengajarkan orang untuk menjadi diri sendiri saja. Para filsuf itu juga menggunakan intuisi, sebenarnya, walaupun mereka tidak menyebutnya sebagai intuisi.

Di masa lalu filsafat disebut juga wisdom atau kebijaksanaan. Kenapa? Karena pemikiran yg dikeluarkan tidak menggunakan kata-kata seolah-olah itu berasal dari Allah. Kalau sudah pakai kata Allah akan menjadi agama! Memang bisa dijelaskan secara rasional. Dan ternyata segalanya biasa saja. Allah, pencerahan, sang pencipta, semuanya ada disini dan saat ini saja. Anda sadar. Saya sadar. Mau disebut sebagai kesadaran Allah, kesadaran Buddha, kesadaran Kristus, atau tidak disebut dengan apapun tidak akan menjadi masalah. Dan memang tidak perlu meditasi dengan kaki bersila seperti patung Buddha. Meditasi cuma istilah, bermacam-macam jenisnya, dan bahkan bisa disebut bukan dengan istilah meditasi. Kita semuanya meditator kalau kita mau sadar bahwa kita sadar. Para filsuf itu meditasi juga, walaupun mereka tidak sebut dengan istilah meditasi.

Kalau merujuk kepada Allah maka pemikirannya disebut bersifat transendental, pedahal semuanya pemikiran biasa saja. Metafisika itu pemikiran biasa saja yg merujuk kepada konsep Allah. Istilah yg digunakan bisa bermacam-macam, seperti transendental, imanen, dll. Dalam istilah keagamaan menjadi ciri-ciri Allah seperti melampaui segalanya, berada di dalam segalanya sekaligus di luar segalanya. Pemikiran belaka bukan?  Apakah ada yg bukan pemikiran di dalam agama? Allah itu konsep saja, kita bisa buat konsep apapun tentang Allah.

Ada berbagai tingkat spiritualitas, dan manusia bebas untuk kultivasi spiritualitasnya berdasarkan jenis Allah yg seperti apa. Tetapi karena Joko berbagi dengan banyak orang dari berbagai tingkatan, akhirnya dia langsung saja bilang bahwa Allah itu konsep, dan yg ada cuma kesadaran. Konsep itu relatif, abstrak, maya, adanya cuma di dalam pikiran kita. Kesadaran tetap, mutlak. Kesadaran itu ada di tiap orang dari kita. Dan yg namanya kesadaran adalah yg sadar thok itu. Sadar bahwa dirinya sadar. Kesadaran bukanlah pemikiran, bukanlah tentang akhlak. Allah yg ada di dalam agama-agama itu semuanya relatif. Relatif, tergantung sikon. Konsep saja. Makanya agama bisa direformasi.

Reformasi agama berarti reformasi konsep Allah.

Walaupun konsep Allah direformasi, kesadaran yg ada di manusia tetap saja. Sepintar apapun atau sebodoh apapun, kesadaran yg ada di dirinya itu tetap sama dengan kesadaran yg ada di orang lain. Yg berbeda adalah jenis kesadaran kedua, yaitu yg kita kenal sebagai pengertian atau pemahaman. Kesadaran sebagai pemahaman jelas berbeda. Ada pemahaman kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Kesadaran sebagai pemahaman kelas bawah memposisikan dirinya sebagai budak yg harus mengabdi kepada agama, kepada guru, kepada syariat. Kesadaran sebagai pemahaman kelas menengah dimiliki oleh mereka yg berusaha untuk hidup baik sekaligus melarang orang lain untuk berbuat jahat. Mereka yg berada di kelas tengah inilah yg paling rajin mencaci-maki karena mereka merasa telah menemukan kebenaran, pedahal belum.

Mereka yg memiliki kesadaran sebagai pemahaman tingkat atas adalah mereka yg telah melepaskan segala macam agama dan syariatnya, termasuk telah melepaskan konsep Allah dan berbagai akidahnya yg kita tahu cuma buatan saja. Konsep saja. Bukan berarti orangnya ngawur. Orangnya bahkan bisa sangat menghargai dan mengerti tentang hak asasi, demokrasi, azas privasi dan kepatutan. Tetapi mereka yg telah berada di level pemahaman teratas ini tentu saja tidak atau belum bisa dimengerti oleh mereka yg berada di level pemahaman bawah dan menengah. Cepat atau lambat semua orang akan mengerti. Tetapi diperlukan waktu. Manusia yg masih merangkak di bawah harus dibimbing terus menerus melalui komunikasi yg terbuka dan apa adanya.

Komunikasi yg terbuka dan apa adanya inilah yg diharamkan oleh orang spiritual kelas menengah. Mereka pikir itu melecehkan agama, merendahkan Allah. Pedahal apa yg diuraikan dengan sejelas-jelasnya di dalam banyak buku yg anda baca dan di tulisan-tulisan Joko Tingtong merupakan jalan pencerahan. Seperti itulah caranya, yg manusiawi dan beradab. Melalui komunikasi yg terbuka dan bukan melalui penghambaan manusia bebas kepada manusia lainnya. Bukan melalui perbudakan oleh agama dan tradisi. Bukan pula melalui pemaksaan konsep Allah yg telah kedaluwarsa.

Orang yg berada di level bawah dan menengah akan selalu dipenuhi ketakutan bahwa segalanya akan menjadi berantakan kalau manusia melepaskan konsep Allah yg baku. Pedahal itu cuma hasil cuci otak belaka. Manusia dicuci otak untuk berpegang kepada Allah seperti diajarkan agama, dan ditakut-takuti bahwa kalau konsep itu dilepaskan, maka manusianya akan sesat. Pedahal manusia tidak akan pernah sesat. Kesadaran yg ada di manusia itu tetap. Baik manusianya beragama maupun tidak, kesadaran yg ada di dirinya itu tetap.

Dan Joko mengajarkan untuk kultivasi kesadaran yg tetap itu, yg ada di tiap orang dari kita. Caranya melalui meditasi di cakra mata ketiga. Rasakan saja bahwa kita sadar. Sadar karena sadar. Selalu sadar. Tidak tahu berasal dari mana dan akan pergi kemana. Tetapi tidak perduli akan semua itu. Cuma sadar bahwa dirinya sadar. Aware. Dan itulah inti dari kultivasi spiritualitas pribadi. Di semua agama dan tradisi.

Itu essensinya, no more than that!

(Leonardo Rimba)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar