14 Jun 2013

Benarkah Allah Maha Kuasa?


Joko Tingtong berkorespondensi dengan ratusan orang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Sejak tahun 2003 sampai detik ini. Terkadang, ketika sedang mood, korespondensi itu dipublikasikannya di facebook. Latar belakang koresponden Joko bermacam-ragam. 1001 macam orang seperti di kisah 1001 malam. Walaupun saya bukan Harun Al Rashid, saya sudah mendengar kisah 1001 malam dari banyak lelaki dan perempuan. 1001 kisah dan berbagai variasinya yg tidak terhingga. Ada pola-pola tertentu, biasanya berupa perjuangan manusia untuk membebaskan diri dari kepercayaan gaya lama yg berusaha untuk terus menjadi duri dalam daging. Bukan itu kepercayaan yg berusaha untuk terus berduri, melainkan ada manusia lain. Manusia lain yg memaksakan duri kepada manusia lainnya. Biasanya dengan alasan bahwa itu duri namanya keyakinan. Manusia yg ditusuk duri dipaksa untuk mengaku bahwa dirinya punya duri di dalam dagingnya. Punya keyakinan. Apa benar demikian bisa dibaca sendiri di percakapan berikut.


T = Mas Joko, pada suatu kesempatan saya terlibat diskusi cukup seru dengan teman-teman mengenai benarkah Allah maha kuasa. Tanpa perlu sedikitpun berpikir, teman-teman saya langsung setuju. "Benar, Allah memang maha kuasa, apalagi yang perlu diragukan?" kata teman-teman saya.  Saya mencoba bertanya, bagaimana contohnya?

"Oh, banyak contohnya" jawab teman saya. "Misalnya, ada seseorang yang divonis mati karena penyakit oleh dokter, kemudian karena kekuasaan dari Allah orang tersebut tetap hidup dan sembuh dari penyakitnya. Ada lagi orang yang berjalan di atas bara api, tetapi orang tersebut sama sekali tidak menderita luka sedikitpun, itu semua juga karena kekuasaan Allah. Allah maha kuasa untuk berbuat apapun" lanjut teman saya.

"Bisakah Allah menghidupkan orang mati?" tanya saya lagi.

"Jika Allah berkehendak, pasti bisa. Karena Allah jugalah yang menyebabkan orang bisa hidup. Di dalam Alkitab, Nabi Isa juga diberi mujizat untuk bisa menghidupkan orang yang sudah mati" jawabnya.

J = Hmmm...

T = Kemudian pertanyaan saya lanjutkan lagi. "Bisakah Allah menetaskan telur asin, atau bisakah Allah menghidupkan biji-bijian yang telah dimatikan misalnya biji-bijian yang telah digoreng atau direbus? Atau bisakah Allah menghidupkan atau menciptakan lagi binatang-binatang yang telah punah seperti menghidupkan lagi dinosaurus?" tanya saya.

"Ya nggak bisa, bagaimana mungkin menetaskan telur asin dan menumbuhkan biji-bijian yang telah digoreng atau menghidupkan dinosaurus yang telah menjadi fosil? Pertanyaanmu tidak masuk akal"jawabnya.

"Bukankah Allah menghidupkan orang yang sudah mati juga tidak masuk akal? Mengapa Allah tidak kuasa menetaskan telur asin? Katanya Allah maha kuasa dan maha pencipta? Masa cuma menetaskan telur asin saja tidak bisa" jawab saya.

Benarkah Allah maha kuasa dan maha pencipta? Jika benar, mengapa Allah tidak bisa menciptakan kembali sesuatu yang telah punah dan Allah tidak kuasa menghidupkan kembali yang sudah mati semisal menetaskan telur asin? Meliputi apa saja sebenarnya kekuasaan Allah?

Allah sebenarnya tidak maha kuasa, sebab pada kenyataannya (faktanya) kekuasaan Allah sangat dibatasi dan dipengaruhi oleh interaksi hukum alam. Hukum alam itu sendiri berjalan sesuai dengan sebab-akibat, aksi-reaksi dan pro-kontra. Allah tidak bisa ikut menentukan dalam proses sebab-akibat itu.

Contoh, disebabkan kita telah membunuh seluruh sel kehidupan dari telur asin itu, maka berakibat Allah tidak kuasa pada pembentukan sel kehidupan yang baru, yaitu tidak mungkin telur bisa menetas. Contoh lain, disebabkan kondisi di bulan tidak ada oksigen maka berakibat Allah tidak kuasa mencipta kehidupan. Syarat-syarat kehidupan diantaranya harus ada oksigen (udara /O2), hydrogen (air/ H2O), cahaya, tanah, dan mungkin ditambah satu lagi yaitu api (suhu ideal bagi kehidupan). Kelima unsur itulah diantaranya yang menyebabkan terjadinya kehidupan. Lalu, apakah kelima unsur tersebut juga merupakan ciptaan Allah? Sekali lagi, kelima unsur tersebut terbentuk melalui proses yang sangat rumit dan memerlukan waktu yang sangat panjang berdasarkan hukum sebab akibat, kait mengkait satu dengan lainnya. Contohnya, tak ada hujan tanpa uap. Darimana asal air? Jawabannya tidak sesederhana di Alkitab yaitu "dari Allah", dengan sabda "jadilah".

J = Ya, Allah memang tidak bisa menghidupkan telur asin. Allah tidak bisa menghidupkan fosil dinosaurus.

T = Kalau begitu, dimanakah Engkau Allah? Allah berada di angan-angan kita. Semakin kuat kita mengangan-angankannya (yakin dan percaya), maka semakin kuat pula keberadaannya pada tubuh kita. Mari kita rasakan. Jika kita mengangankan Allah itu baik dan sayang kepada kita, maka secara psikis jiwa kita akan tenteram dan damai. Sebaliknya jika kita mengangankan Allah akan marah dan akan memasukkan ke dalam api neraka bagi orang-orang yang menentang perintah-perintahnya, maka kitapun akan ketakutan dan akhirnya akan menjalankan perintah-perintahNya.

J = Allah itu memang cuma konsep saja yg kita gunakan untuk mensugesti pikiran kita sendiri. Kalau kita merasa diridhoi, ya jadilah kita diridhoi. Kalau kita merasa dilaknati, ya jadilah. Yg meridhoi dan melaknati itu kita sendiri.

T = Saya pernah berdiskusi dengan teman-teman mengenai Allah sebagai Maha Pencipta. Bagi teman saya, adalah merupakan keyakinan mutlak bahwa bumi, matahari, bintang-bintang serta aneka kehidupan di jagat raya ini adalah ciptaan Allah.

Lalu saya tanyakan, bagaimana Anda mengetahui bahwa semua itu yang mencipta Allah? Teman saya menjawab, sebab hanya Allah yang mampu menciptakan itu semua. Tak ada satu makhluk pun di atas bumi ini yang mampu menciptakan sel kehidupan, apalagi mencipta matahari dan bintang selain Allah. Lantas saya tanyakan lagi, dengan cara bagaimana Allah menciptakan sel kehidupan, bumi, matahari, bintang-bintang serta semua kehidupan lainnya ini? Jawab teman saya, Allah maha kuasa, jadi cukup berfirman "jadilah", maka apa yang dikehendaki oleh Allah akan terjadi. Benarkah asal-usul penciptaan sesederhana itu?

J = Mereka cuma membeo saja bukan? Teorinya seperti itu. Itu teori tentang Allah. Teori yg belum pernah bisa dibuktikan.

T = Pertanyaan saya lanjutkan, adakah di dunia ini satu peristiwa atau suatu materi/benda yang terjadi begitu saja secara spontanitas tanpa melalui proses? Coba tunjukkan kepada saya, adakah contoh sebuah benda yang semula tidak ada tiba-tiba saja langsung menjadi ada tanpa melalui proses?

Kita membuat tape singkong saja melalui berbagai tahapan proses, bagaimana cara Allah membuat bumi ini? Benarkah cukup hanya berfirman "jadilah" maka bumi yang semula tidak ada tiba-tiba langsung jedul muncul bumi? Mustahil bukan, bumi, matahari dan bintang-bintang di langit terjadi tanpa melalui proses? Jadi kalau kita percaya Allah maha pencipta, bagaimana sebenarnya cara Allah mencipta sesuatu? Jika kita tidak bisa menjawab dengan pasti, berarti keyakinan kita selama ini -yang mengatakan bahwa Allah maha pencipta-, sangat lemah dan rapuh.

Kita beriman, kita percaya bahwa Allah maha pencipta. Tetapi, kita tidak pernah mengetahui apakah keimanan kita selama ini benar atau salah.

Orang-orang yang beriman sangat arogan dan sombong mengatakan bahwa bumi ini hasil ciptaan Allah, tetapi mengapa mereka tidak bisa menjawab ketika ditanyakan bagaimana cara Allah menciptakan? Keyakinan apapun bisa benar bisa juga salah. Untuk menguji kebenaran dari suatu keyakinan adalah melalui bukti nyata. Jika kita mengatakan benar, konsekuensinya ya harus berani diuji! Selama keyakinan kita tidak bisa dibuktikan kebenarannya melalui fakta, maka apapun yang kita yakini belumlah mencapai kebenaran murni. Yang ada hanya sekadar kebenaran dalam angan-angan atau mimpi, asumsi atau keyakinan.

J = Segala macam pemaparan agama tentang Allah merupakan teori belaka. Diteorikan bahwa ada Allah yg menciptakan segalanya.

T = Mengapa orang-orang beriman tidak bisa membedakan antara mimpi dan realitas? Mengapa orang-orang beriman tidak bisa membedakan antara pengetahuan dengan keyakinan? Mengapa orang-orang beriman beranggapan bahwa keyakinannya adalah suatu kebenaran absolut/mutlak, meskipun keyakinan itu hanya berdasarkan lembaran-lembaran kitab purbakala yang katanya wahyu itu? Jawabnya, karena orang-orang yang beriman telah terpengaruh atau berada dalam kekuasaan ilmu sihir/guna-guna, atau secara psikologis mereka telah berada dalam ruang hipnotik.

J = Hmmm...

T = Maka selama-lamanya keyakinan tinggal keyakinan. Sebab, agama selalu menekankan pada keimanan, bukan bagaimana cara berpikir dan memecahkan persoalan dengan benar berdasarkan realita, hukum sebab-akibat, aksi-reaksi, pro dan kontra. Yang tidak mau beriman, berarti kafir; itulah tabiat atau ciri khas dari agama dalam menebarkan ilmu hipnotiknya.

J = Menurut saya, yg berperan adalah ancaman neraka itu. Orang ditakut-takuti akan masuk neraka. Dan orang takut. Atau, orang sudah tahu dibohongi, tetapi tidak mau menyakiti hati para ulama, akhirnya berbondong-bondonglah orang hidup dalam kebohongan. Bilang percaya, pedahal sudah tidak percaya lagi. Banyak sekali orang seperti itu, mungkin saya termasuk.

T = Agama mengajarkan Allah maha pencipta, tetapi agama tidak memberikan pengetahuan secara detail bagaimana cara Allah mencipta sesuatu. Adakah kitab-kitab agama yang memberikan teori astronomi atau fisika secara lengkap? Penjelasan Alkitab tentang penciptaan hanya menggunakan kata "jadilah", maka apa yang dikehendaki oleh Allah tiba-tiba berwujud. Ini pasti mustahil!

Kita beriman berdasarkan warisan kepercayaan atau agama yang berasal dari para nabi yang kemudian diajarkan secara turun temurun oleh nenek moyang kita. Dalam penerimaan warisan kepercayaan ini, kita hanya menerima begitu saja apa kata nabi, tanpa kritisisme, tanpa dialektika. Nabi atau siapapun tokoh agama adalah orang-orang yang penuh ambisi dengan berbekal pada ilmu hipnotik.

Prinsip hipnotik adalah harus terjadi sebuah hubungan yang tidak imbang yaitu superior yang berhadapan dengan inferior. Para nabi atau para pemimpin agama pasti tidak mungkin bisa mengajarkan keimanannya kepada orang lain (menghipnotik) dengan posisi sama-sama superior.

Hanya para inferior yang bisa dihipnotik dan digiring oleh agama untuk dimasukkan dalam sangkar mistisisme. Pola ini terus berlanjut dari jaman purbakala sampai dengan hari ini.

Para nabi dan pemimpin agama dengan berbagai cara, entah dengan kekuatan magis atau berbekal wahyu "Allah" telah menempatkan dirinya pada posisi "superior" (sering menyebut dirinya sebagai utusan Allah); sedangkan para pengikutnya dibuat mati rasionya/bersifat inferior sehingga akhirnya mudah dikendalikan untuk selanjutnya dihipnotik/dikuasai.

Sudah begitu, mereka mengaku agamanya yang paling benar. Inilah kekeliruan manusia beragama yang paling konyol/nyata, karena seolah-olah telah berhasil "menangkap" sosok Allah beserta seluruh pemikiranNya. Dikiranya "WAHYU" bisa ditangkap oleh manusia. Wahyu Allah, tidak bisa ditangkap, karena wahyu Allah hanya berupa sinyal/tanda-tanda, bukan produk kata-kata.

Sinyal itu misalnya ketika kita menderita suatu infeksi maka tubuh kita akan memberi tanda/sinyal berupa demam. Gunung akan meletuspun pasti memberikan tanda-tanda, alam akan terjadi gempapun pasti ada tanda-tanda, dst. Nah tanda-tanda itulah menurut saya yang disebut wahyu. Dan jangan lupa, di dunia ini penuh diselimuti dengan “TANDA-TANDA” alam, alias wahyu Allah. Namun, hanya sedikit orang yang mampu menerjemahkan dan mau tahu dengan tanda-tanda alam itu. Tanda alam pasti benar dan tidak pernah berbohong, tetapi penafsirannyalah yang sering tidak benar.

Para nabi tidak lebih banyak mengungkap tanda-tanda dari alam, yaitu belajar fenomena alam semesta melalui ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, astronomi atau filsafat; namun mereka lebih banyak merenung dan kontemplasi untuk mendapatkan petunjuk goib. Akhirnya mereka mengungkapkan melalui gagasan (produk kata-kata) atau konsep yang selalu dikatakan bermula dari langit. Padahal yang terjadi sebenarnya, bermula dari niat untuk berbuat sesuatu, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain (sebuah tafsir realita kehidupan). Konsep itu selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor; diantaranya faktor budaya, sosial, pendidikan, lingkungan masyarakat maupun keluarga.

Produk kata-kata (wahyu) akhirnya menggelinding sebagai alat untuk menyerang atau merendahkan kepercayaan/keyakinan dari umat lain -tujuan keimanan- dan sebagai alat politik untuk menciptakan tatanan sosial dengan menghandel nama Allah -tujuan kekuasaan-. Sehingga terjadilah perang yang seru diantara sesama umat beriman atau umat beragama. Biasanya, ungkapan yang sering keluar adalah mereka golongan sesat atau mereka golongan kaum kafir, ahli neraka, musuh Allah dan hujatan-hujatan lainnya. Padahal menurut saya, mereka sama-sama sesat. Mengapa? Sebab perilaku mereka bukan dibimbing oleh ilmu alam tetapi oleh ilmu mistik.

J = Maksud anda ilmu klenik atau mempercayai apa yg seharusnya sudah jelas tidak perlu dipercayai.

T = Apakah ilmu alam itu? Ilmu alam adalah ilmu kenyataan yang tingkat kebenarannya bisa dibuktikan secara nyata dan dasar kebijaksanaannya bukan karena mendapat wahyu dari Allah, melainkan karena mereka paham dan mengerti bahwa manusia harus bisa saling kerja sama untuk kebaikan. Sebab, jika kita tidak bisa kerja sama maka akan terjadi saling menindas dan memusnahkan antar sesama manusia (homo homini lupus); kalau sudah demikian maka terjadilah perang, padahal memulai perang jauh lebih mudah daripada mengakhirinya.

J = Tentu saja. Anda tahu semuanya. Dan banyak juga yg sudah tahu. Pertanyaannya sekarang, maukah kita bicara terus terang tentang itu?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar