8 Jun 2013

“Membongkar Topeng PKS”

Pernahkah kamu mendengar PAN adalah Islam, dan
Islam adalah PAN, PPP adalah Islam dan Islam adalah
PPP? Pendek kata, Partai Islam adalah Islam dan Islam
adalah Partai Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya
satu partai Islam, namanya PKS? Hingga dengan
mudah menyatakan PKS adalah Islam dan Islam adalah
PKS.
Pernahkah kamu dituduh menyerang PKB sama dengan
menyerang Islam, menyerang PBB berarti menyerang
Islam? Pendek kata, menyerang Partai Islam sama saja
menyerang Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya
satu partai Islam, namanya PKS? Hingga dengan
mudah menyatakan menyerang PKS berarti ingin
menghancurkan Islam.
Pernahkan kamu mendengar orang yang tidak suka
dengan Gus Dur, lalu dicap sebagai kafir, menghujat
Yusril Ihza Mahendra langsung dibilang Dajjal,
menyerang Amin Rais atau Hatta Rajasa, serta merta
langsung dicap antek Zionis, menghujat Amin Nasution,
kader PPP yang korupsi itu, langsung dituding pembenci
Islam? Apa dipikir Indonesia hanya punya satu tokoh
Islam ketua PKS? Hingga dengan mudah menyatakan,
menyerang ketua PKS berarti kafirin.
Pembelaan yang membabi buta semacam ini,
menggambarkan sifat sombong dan keangkuhan.
Seolah hanya PKS yang memegang kendali dan
kebenaran atas Islam. Seolah Allah menyerahkan
sebagian kuasaNya kepada PKS, untuk menjadi Nabi
baru. Padahal PKS hanyalah partai politik bukan Agama.
Sama sebangun dengan partai Islam lainnya.
Apalagi jika ditelusuri jejak sejarah, PKS hanya sekedar
“tamu” di Indonesia. Sungguh takjub, ada tamu dapat
bertindak tidak sopan dengan “tuan rumah”. Mengapa
dibilang tamu? Kenyataannya seperti itu. Memang PKS
itu siapa? Bila orang-orang PKS berkebangsaan
Indonesia, itu benar. Tetapi aliran dan ajaran PKS suatu
yang asing bagi kita bangsa Indonesia. PKS itu ajaran
asing yang kebetulan mampir di Indonesia. Kalau tidak
percaya, cobalah telusuri satu per satu partai Islam di
Indonesia:
 
• PAN didirikan oleh orang Muhammadiyah. Dan gerakan
Muhammadiyah sudah ada sebelum kemerdekaan.
• PKB didirikan oleh kaum Nahdliyin. Dan ormas NU
sudah ada sebelum kemerdekaan.
• PBB atau PBR jelmaan dari Masyumi. Dan Masyumi
sudah ada sebelum kemerdekaan.
• PPP lahir tahun 70-an awal, fusi dari partai-partai
Islam.
Lalu PKS berakar ke mana? Tidak ada. PKS mengacu
kepada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Padahal di
tahun 1940-an, Masyumi yang merupakan gabungan
dari 8 organisasi massa Islam, sudah sejajar
kedudukannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir atau
dengan Partai Jama’atul Islam di Pakistan.
Lalu coba tanya kepada orang Muhammadiyah di PAN,
siapa panutan mereka? Paling disebut KH. Ahmad
Dahlan atau Ki Bagus Hadikoesomo. Tanya lagi kepada
orang NU di PKB. Pasti akan muncul nama KH. Hasyim
Asy’ari atau KH. Masjkur. Kepada Yusril, siapa
panutannya. Tidak lain akan menyebut M. Natsir.
 
Lalu kepada orang PKS, siapa panutannya. Akan keluar
nama Hasan al-Banna atau Yusuf al-Qaradhawi. Siapa
lagi ini? Orang Indonesia kah? Orang PKS tidak bisa
menyebut nama tokoh Islam di Indonesia. Karena
mereka hanya tamu di sini.
Ketika Yusril sering disebut Natsir muda, orang PKS
tidak mau ketinggalan. Mereka mencoba mengidentikan
Anis Matta sebagai Soekarno muda. Apa nggak
keblinger. Apa sambungan ideologi dan ajarannya.
Ketidakmampuan mengacu kepada tokoh Indonesia,
sangat wajar. Karena ajaran PKS milik orang Mesir yang
kebetulan mampir di Indonesia.
Bagi saya, buat apa import pemikiran dari Mesir, kalau
di Indonesia sudah begitu banyak ulama dan kaum
intelektualnya. Toh, agamanya sama. Tuhannya sama.
Kitab sucinya sama dan Rasulnya pun sama. Akan
halnya tokoh Islam di Indonesia juga belajar dari
pemikiran tokoh Islam dari berbagai negara tetapi tidak
menjadi rujukan tunggal.
 
Karena PKS jelmaan orang Mesir di Indonesia, tidak
heran perilakunya asing bagi bangsa kita. Supaya
dibilang lebih “Islami” kalau ngomong harus banyak
pake bahasa Arabnya. Padahal bagi santri pesantren
NU, bahasa Arab jadi makanan sejak kecil. Tetapi para
kiai NU, terutama di daerah Jawa, lebih suka pakai
bahasa Jawa saat berkhotbah. Saat membacakan
shalawat Rasul. Bukan berati tokoh seperti Nurcholis
Madjid tidak bisa berbahasa Arab. Bahasa Ibrani saja,
dia tahu. Tapi tidak menjadi sok Islami, tiap sebentar
ngomong Arab. Jangan dikira orang Muhammadiyah
dan NU, tidak fasih kajian al-Quran dan Hadits. Tetapi
tidak mau riya’, tiap sebentar kutip ayat supaya dibilang
orang Islam kaffah.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang-orang PAN, PKB,
PPP, atau PBB tidak canggung berdiskusi dan berdialog
dengan umat agama lain. Bahkan tidak pernah
menyebut umat lain dengan perkataan Kafir atau Dajjal,
apalagi sesama Muslim. Ya, karena mereka sadar. Yang
membedakan hanya agama saja, tetapi tetap sebagai
satu bangsa Indonesia.
 
Apakah tidak ada perdebatan di antara aliran Islam ini.
Wow, sejak zaman dahulu, masalah khilafiyah terus saja
diperdebatkan. Dari soal Qunut, Hisab atau Rukyat,
ziarah kubur, dan lain-lain. Paling banter hanya keluar
kata “bid’ah”. Tidak ada tudingan satu sama lain yang
mengatakan Dajjal atau Kafir. Dan tidak ada yang
mengatakan satu sama lain, ingin menghancurkan
Islam.
Lalu ada tamu namanya PKS, bisa lebih hebat
ketimbang tuan rumah. Merasa paling Islam di
Indonesia. Padahal cuma numpang hidup di Indonesia.
Mau “meng-Islamkan orang Islam”. Waduh, hebat
benar. Jadi aliran agama yang jadi tuan rumah,
dianggap bukan mengajarkan Islam. Itu kan sama saja,
mau meng-Islamkan orang NU, mau meng-Islamkan
orang Muhammadiyah, mau meng-Islamkan orang
Persis; mau meng-Islamkan orang Masyumi. Misalnya
tentang hijab yang dikenakan para Nyai. Apa dikira para
Kiai buta huruf. Tidak bisa baca ayat al-Quran, hadits
dan fiqh. Padahal itulah yang “dimakan” setiap hari di
pesantren.
 
Kenapa dibilang numpang hidup? Karena ajaran ini
tidak punya akar di Indonesia. Ajaran ini tidak bisa
tumbuh sendiri, tanpa menggantung hidup di pohon
yang sudah ada, seperti benalu. Ajaran ini bisa tumbuh
besar, jika pohonya berakar kuat dan besar juga.
Indonesia mayoritas penduduknya Muslim. Dan sudah
tumbuh pohon seperti Muhammadiyah, NU, Masyumi,
Perti dan Persis. Dari sanalah PKS numpang hidup dan
jadi benalu.
Coba pikir, apa bisa ajaran Mesir ini tumbuh besar di
Australia, India atau Birma, dimana penduduk
muslimnya minoritas. Apa bisa tumbuh besar? Bisa
menjadi partai hebat seperti di Indonesia? Padahal
kalau benar mau menyebarkan misi Islam, justru di
negara non Muslim lah menjadi sasaran utama. Tetapi,
karena sifatnya benalu. Tidak akan bisa tumbuh besar.
Ditambah lagi ajaran orang Mesir ini, berubah menjadi
Partai Politik. Sifat benalu bertambah menjadi sifat
bunglon. Tidak ada yang jadi pegangan utama, selain
mau merebut kekuasaan. Aneh, tidak punya peran dalam
sejarah kemerdekaan dan mendirikan negara ini, malah
mau merebut kekuasaan.
 
Apa sifatnya bunglonnya? Lihat saja. Masuk ke
perkotaan dimana sudah ada tuan rumah
Muhammadiyah di situ, pura-pura jadi Muhammadiyah.
Masuk ke desa, yang banyak kaum Nahdliyin, pura-pura
juga ikut dalam tradisi NU.
Yang lebih tragis bukan hanya itu. Masuk dan ingin
merangkul kaum abangan, dimana banyak golongan
nasionalis di situ. Jadi orang nasionalis juga. Ikut teriak
Merdeka juga. Ikut muji Soekarno juga.
Mau merebut basis Golkar, mulai merapat ke keluarga
Soeharto. Meskipun Amin Rais, capres dari tokoh Islam,
diacuhkan malah mendukung Wiranto. Agar bisa dekat
dengan tentara. Lihat saat Wiranto dan Yusuf Kalla
gagal masuk putaran kedua, secepat kilat mendukung
SBY. Lalu bilang ke SBY, bahwa PKS sudah kerja keras
peluh keringat memenangkan SBY, supaya dapat jatah
Menteri. Dengan penuh semangat tak tahu malu, saat
posisi SBY masih kuat, bilang komitmen dengan koalisi
dan menjadikan SBY sebagai imam. Kini, saat SBY
melemah, berbalik menyerang SBY. Ya, itulah sifat
bunglon dan benalu. Tamu yang tidak tahu malu.
 
Tamu yang bangga bisa menjadi orang Mesir. Untuk
menutup kedok ajaran Mesir, bilang membawa ajaran
Islam Kaffah. Malu menyebut diri sebagai bangsa
Indonesia. Tetapi doyan dengan kekuasaan yang ada di
Indonesia. Jika tokoh PPP, PKB, PAN, PBB seperti Yusril,
Gus Dur, Amin Rais bisa dengan gamblang bicara
tentang konsep kenegaraan Indonesia. Tentang hukum,
ekonomi, kesejangan sosial, pluralisme, Pancasila,
hutang luar Negri. Sebaliknya orang PKS gagap. Hanya
bisa mengutip ajaran Mesir. Agar lebih sedap, ditambah
sedikit ayat suci dan cukilan hadits.
Maka jangan heran jika perilaku orang Mesir ini, aneh
dan asing di mata kita. Ambil contoh kasus saja
tentang korupsi dan KPK. Sebelumnya sudah banyak
orang PPP, PKB, PAN yang ditangkap KPK. Tidak ada
yang bilang KPK itu Zionis atau antek Amerika. Padahal
partai ini, partai Islam juga. Mereka lebih tunduk dan
patuh pada penegakan hukum. Ya, karena orang partai
ini, mengerti hukum di Indonesia.
 
Beda sekali, ketika orang PKS ditangkap KPK. Sifat
orang Mesirnya keluar. Tuding sana, tuding sini. Sruduk
sana sruduk sini. Kita sampai heran dibuatnya. Mau
gimana lagi, memang itu watak orang Mesir. Seperti
watak turunan Fir’aun. Mana mereka mengerti hukum di
Indonesia. Wong mereka tamu. Numpang hidup di
Indonesia. Saya lebih bangga jadi bangsa Indonesia
ketimbang jadi jelmaan orang Mesir.
Alhasil tak ada beda antara PKS dengan HTI.
Selamatkan diri Anda dan keluarga..! waspadalah..!!!
 
( Bagus Sajiwo )
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar