22 Jun 2013

Beragama Itu Hak, dan Bukan Kewajiban


Joko Tingtong bilang, pembahasan agama di Indonesia terlambat 300 tahun dibandingkan dengan di Eropa. Cara berpikir orang Eropa tentang agama pada masa tiga abad lalu sama seperti cara berpikir orang Indonesia sekarang tentang agama. Tidak ada yg aneh mengenai ini. Cukup lumrah dan logis. Yg tidak logis adalah kebanggaan sebagian orang Indonesia. Bangga merasa dirinya menjadi manusia paling tercerahkan satu dunia. Persis seperti kodok dalam tempurung. Itu kodok dulu hidup di Eropa, sekarang menitis ke banyak orang di Indonesia. Setelah melewati kurun waktu yg relatif cukup lama, yaitu tiga ratus tahun saja. Pada masa itu, orang Eropa hampir semuanya percaya Allah menurunkan ayat-ayat suci. Ketika ada yg bilang bahwa itu ayat-ayat buatan manusia juga, hebohlah semuanya. Banyak orang tidak mau terima, mengira dunianya akan runtuh ketika agamanya ditelanjangi. Ternyata itu cuma paranoia sesaat. Bumi tetap berputar di porosnya, bahkan setelah agama dibuktikan diciptakan oleh manusia. Manusia yg memanipulasi kata Allah, dan bukan Allah yg memanipulasi manusia untuk menyebarkan agama.

Beragama itu hak, dan bukan kewajiban.

Ada hak asasi kebebasan beragama, hak paling mendasar. Hak untuk beragama, dan bukan kewajiban untuk beragama. Masyarakat yg mewajibkan manusia beragama adalah masyarakat yg masih terbelakang. Relatif masih hidup di bawah tempurung. Kalau sang kodok sudah tercerahkan, dia akan melompat dan duduk di atas tempurung. Setelah bisa duduk dengan mantap di atas tempurung, barulah pikirannya terbuka dan bisa menerima pengertian bahwa beragama adalah hak, bukan kewajiban. Di Indonesia masih jarang yg seperti itu. Rata-rata masih di bawah tempurung.

Karena banyak pemaksaan agama, akibatnya semua orang tahu kejelekan agama. Tahu dan bahkan masih dipaksa untuk bilang agama baik. Untuk bilang semua agama baik. Pedahal, semua agama jelek. Kalaupun ada yg baik, maka itu oknum. Kalau ada oknum yg tercerahkan, maka agamanya bisa jadi baik. Membawa rahmat. Membawa rahmat karena dirinya mengerti bahwa beragama adalah hak, dan bukan kewajiban. Hak untuk beragama sesuai pilihan masing-masing. Hak untuk beragama termasuk hak untuk tidak beragama juga. Mau beragama ataupun tidak merupakan hak. Bukan kewajiban. Bukan pemaksaan.

Dan berikut percakapan Joko Tingtong dengan seorang teman:

T = Assalamualaikum, Mas Joko. Tuhan dan Setan sama-sama memberkati kita!

J = Amin.

T = Saya mau bertanya dan sedikit bercerita nih. Boleh kan?

J = Boleh.

T = Saya adalah seorang remaja SMA berumur 17 tahun. Sudah mempunyai KTP dan dipaksa/terpaksa mengisi Islam di kolom agama. Saya mulai gak jadi sekedar pengikut yang ngangguk-ngangguk sejak masa-masa awal SMA. Dan sejak saat itu juga saya membaca-baca buku-buku filsafat, teologi, paham-paham, dan hal-hal yang menyangkut dengan apa yang disebut dengan Allah. Saya terlahir sebagai anak dari orang tua yang sangat beragama. Bahkan bukan cuma sekedar beragama, tapi bisa disebut puritan/fundamentalis (tidak ekstrim). Setiap cara hidup keluarga saya (tidak termasuk saya), dilakukan dengan mengikuti ajaran Al-Quran dan Hadits. Belum lama ini, saya dipaksa/terpaksa pindah rumah ke suatu komplek yang isinya adalah orang-orang seperti orang tua saya. Karena saya adalah seorang anak yang belum punya penghasilan dan masih menggantungkan hidup kepada orang tua, maka saya terpaksa mematuhinya saja setelah pusing memikirkan bagaimana caranya berontak. Alhasil, sekarang saya pindah ke tempat yang disebut temen saya sebagai Riyadh-nya Indonesia, dimana aturan agama sangat ketat bagi jemaah-jemaah pengajian satu aliran di komplek baru saya ini. Tidak ada yang merokok disini (kecuali saya), tidak ada perempuan yang rambutnya kelihatan disini, dll. Kehidupan disini, sangat beda dengan kehidupan saya di komplek saya sebelumnya. Sekarang saya cenderung lebih memilih menutup diri dan menyimpang daripada mengikuti arus semua warga disini yang hampir setiap harinya teriak-teriakan (ceramah) macam Hitler berpidato. Bagaimana tanggapan Mas Joko?
          

J= Biasa-biasa saja. Pengalaman sekali seumur hidup bagi anda, yg tidak akan berulang kembali. Anda bisa mengamati secara dekat bagaimana manusia bisa menciptakan aturan yg kemudian dipakainya sendiri. Agama adalah domain pribadi. Dan apapun yg orang mau lakukan dengan hidupnya sendiri merupakan urusan orang itu, bukan urusan anda. Asal tidak dipaksakan kepada anda.
          

T= Lalu, setiap saya sedang melakukan sesuatu, entah itu makan, nongkrong, nonton TV, dll, saya sering sekali merasa hampa/ tidak hidup/ tidak memiliki roh (semoga gak salah menjelaskan, karena perasaan itu sangat absurd); namun hidup dan mendadak melamun jika perasaan itu datang. Menurut Mas Joko, apa yang menyebabkan saya seperti itu? Tolong jelaskan secara ilmiah ya Mas?
       

J= Perasaan kosong adalah yg dicari oleh pejalan spiritual yg bermula dari keduniawian. Kekosongan itu adalah rasa ketika kita mengamati segalanya datang dan pergi tanpa ada rasa terikat. Itu pengalaman spiritual yg tertinggi sebenarnya, bahkan tanpa niat untuk menyebarkan welas asih yg tingkatnya masih di sebelah bawah lagi. Welas asih itu termasuk syariat, sedangkan kosong sudah melewati syariat. Kosong tetapi isi. Hampa tetapi ada. Sadar bahwa kita sadar. Saya juga begitu.
           

T= Pengalaman selanjutnya, saya pernah memasuki suatu tempat pertunjukan misteri. Disana terdapat pajangan-pajangan pesugihan melalui hewan-hewan yang mengalami kelainan (Contohnya: kura-kura berkepala ular, kura-kura berkepala burung, dll), pesugihan dengan patung atau apalah saya juga tidak tahu yang katanya tidak boleh difoto (karena di dalamnya ada jin yang jika diambil fotonya, maka kameranya bisa rusak), dan manusia-manusia luar biasa (manusia terpendek, manusia yang digorok lehernya dengan teknik debus, dan manusia kura-kura). Saya ngobrol dengan si manusia kura-kuranya. Menurut saya, dia bukan kura-kura, melainkan dia hanya terlahir dengan kelainan saja. Tapi, kata si kakek kura-kura itu, dia terlahir cacat seperti itu karena dia dikutuk gara-gara ayahnya membunuh seekor kura-kura saking kesalnya tidak dapat ikan satupun waktu sedang memancing. Sehingga istri si ayah itu, yang waktu itu sedang hamil si kakek kura-kura, dikutuk sama penjaga danau (tempat ayahnya mancing). Bagaimana menurut Mas Joko?
          

J= Banyak bohongnya. Trik dan kebohongan semacam itu cuma laku untuk masyarakat yg kurang berpendidikan. Orang berpendidikan tentu saja akan membawa segala macam makhluk aneh-aneh itu ke laboratorium untuk diperiksa.
           

T= Dan, dalam tempat itu juga, saya menemani teman saya untuk mencoba memasuki suatu ruangan yang berembel-embel supranatural dengan sejumlah biaya pembayaran. Di dalamnya, teman saya ngobrol-ngobrol dan tanya jawab (mengenai percintaan/ karir/ keuangan) dengan si ahli supranatural tersebut. Saya kira, tidak ada yang spesial dalam jawaban sang ahli tersebut, karena jawabannya sangat masuk akal dikarenakan semua manusia mengalaminya. Kemudian, teman saya dibukakan auranya, lalu saya juga meminta dibukakan auranya. Saya disuruh merem, dan dia komat-kamit sambil bergaya ala dukun, kemudian memutar badan saya, lalu dia mengoleskan minyak wangi di daerah tulang leher saya bagian belakang. Yang saya rasakan adalah sedikit perih di bagian leher saya, seperti tertusuk-tusuk sedikit. Mulai saat itu, saya memikirkan kandungan apa yang ada dalam minyak wangi yang dipakai dukun tersebut. Tapi tidak mendapatkan jawabannya karena saya tidak banyak mengerti kimia. Hehehehe
           

J= Hehehehe
          

T= Lalu, setelah saya dan teman saya dibukakan auranya, teman saya dikasih benda putih kecil seukuran flashdisk yang dibalut kain putih (mungkin serupa jimat).Teman saya menerimanya, namun saya menolaknya. Kemudian sang dukun bertanya kepada saya dengan tatapan aneh, 'kenapa gak mau?'. Saya menjawab, 'Gak apa-apa, kata orang tua saya, keyakinan cukup di dalam hati dan tak bisa diibaratkan'. Bagaimana tanggapan Mas Joko tentang pengalaman saya itu?
      

J= Mungkin itu juga pengalaman sekali seumur hidup.
           
T= Dan kalo boleh tahu, aura saya warna apa? Dan artinya apa? Bagaimana pendapat Mas Joko tentang saya?
           

J= Aura itu impressi saja, kesan yg muncul di pikiran dan perasaan. Kesan saya tentang anda, auranya hitam legam. Hitam simbol dari spiritualitas, kreativitas.
           
T= Pertanyaan saya yang terakhir, saya mempunyai teman yang bisa menghentikan hujan. Katanya sih dengan tenaga dalam. Dia menghentikan hujan dengan memindahakan langit seperti pawang hujan lainnya, bagaimana fenomena ini bisa terjadi? Tolong jelaskan secara ilmiah ya. Saya tidak menemukan jawabannya setelah menanya Mbah Google : (
         
J= Kita tahu ada ilmu memindahkan hujan di Indonesia, tapi saya belum pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri. Saya juga tidak tahu cara bekerjanya, kalau benar ilmu seperti itu bisa bekerja. Cuma, saya pikir, kalau benar ada harusnya kemampuan memindahkan hujan diekspor saja, bisa menghasilkan devisa.
     
T= Maaf kalo bawel, namanya juga pengen tahu. Mungkin kebawelan saya juga membuktikan kalo saya sekarang benar-benar sadar. Hehehehehheheheh
           
J= Hehehehehheheheh



 by Leonardo Rimba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar