15 Jun 2013

Karen Armstrong dan Hidup Setelah Mati

Menurut jadwal, hari ini Karen Armstrong, penulis buku Sejarah Tuhan akan bicara di Universitas Paramadina, Jakarta. Joko Tingtong tidak mau datang, buang-buang waktu saja, melintas di Jakarta yg macet. Joko tahu bahwa Karen Armstrong tidak pro Islam atau agama manapun. Netral terhadap Islam. Karena netral dianggap pro. Sama saja seperti Joko Tingtong yg tidak pernah menganggap Islam jelek. Islam dan semua agama maupun kepercayaan adalah benda abstrak. Adanya di dalam pikiran manusia. Tidak hidup melainkan mati. Tidak bisa dibilang bagus atau jelek karena tidak ada bentuk fisiknya. Yg bisa bagus adalah manusianya, kalau cantik jelita ataupun tampan. Jelek kalau gemar merusak. Itu bisa dilihat secara fisik. Ajaran agama tidak seperti itu, semuanya cuma berada di alam ide. Gagasan. Konsep. Sama saja seperti Allah yg juga cuma ada di dalam alam gagasan. Digagas bahwa ada Allah, dan berdasarkan gagasan tentang Allah itu dikembangkanlah gagasan-gagasan berikutnya. Itulah isi dari buku Sejarah Tuhan yg ditulis oleh Karen Armstrong. Konsep Allah tidak sekaligus jadi. Allah yg pertama-kali muncul di Ibrahim adalah Allah yg masih melegalkan potong anak sulung. Kemudian Allah berubah. Allah versi baru menunjuk kambing sebagai ganti pembantaian anak sulung. Ibrahim secara fisik tetap manusia yg sama, tetapi gagasan tentang Allah di dalam pikirannya telah berubah. Pengorbanan manusia demi menyenangkan hati Allah sudah berubah. Ketika ada yg berubah dari satu gagasan ke gagasan lainnya tentang hal yg sama, maka telah ada sejarah. Ada yg ditulis. Sejarah Ibrahim membatalkan niatnya membantai anaknya sendiri sudah tertulis di dalam kitab Kejadian. Sudah ada sejarah.

Itulah sejarah Allah.

Karen Armstrong menulis buku the History of God, harusnya diterjemahkan menjadi Sejarah Allah. Tetapi, demi pelanggengan salah kaprah, bukunya di bahasa Indonesia dituliskan sebagai Sejarah Tuhan. Mungkin untuk mengaburkan makna sesungguhnya yg ingin disampaikan oleh Karen Armstrong. Penulis ingin memperlihatkan bahwa ide Allah berubah dari waktu ke waktu, dan perubahan itu tertulis di kitab-kitab Yahudi. Jaman berubah, ide tentang Allah juga berubah. Memang ada slogan bahwa Allah tetap tidak pernah berubah. Yg orang tidak tahu, bahkan slogan Allah tidak berubah itu juga bagian dari sejarah. Pernah dituliskan bahwa Allah tetap, dan kita bisa telusuri pertama-kali ditulis di jaman apa, oleh siapa. Kalau masuk kitab yg sekarang disucikan, konteksnya apa. Masuk kitab bukan berarti itu ayat benar-benar datang dari Allah. Yg benar, ada orang yg menuliskan tentang Allah. Lalu tulisannya itu dianggap ayat dan dipercaya berasal dari Allah. Dipercaya berasal dari Allah tidak berarti benar berasal dari Allah. Allah itu ide, adanya di dalam pikiran manusia. Ketika manusia berubah, ide tentang Allah ikut berubah. Allah cuma medium yg menjadi permainan di dalam otak manusia. Bagian dari evolusi peradaban manusia. Atau bahkan, bisa dibilang revolusi, karena relatif dunia sudah berubah cepat sekali selama 2,000 tahun terakhir, dibandingkan dengan, misalnya 200,000 tahun sebelumnya. Dulu manusia masih bertaraf hewan. Sejak 2,000 tahun terakhir, sifat kehewanan manusia semakin menghilang, dan sifat manusiawinya semakin menonjol. Penyebabnya bukan Allah, melainkan kemampuan manusia untuk menggunakan otaknya. Termasuk disini penggunaan konsep Allah untuk merenungkan tentang hakekat dirinya sendiri. Hakekat manusia yg direnungkan dan menggunakan ide tentang Allah.

Berikut salah satu diantaranya, tanya jawab mengenai hidup setelah mati. Bukan berarti Joko Tingtong pernah mati. Tidak seperti itu.

T = Mas Joko, boleh tanya tentang hidup setelah mati?

J = Boleh saja, bagaimana pertanyaannya?

T = Kita mengenal proses daur ulang. Tanaman tumbuh, berbunga, berbuah, kering. Daun-daun gugur turun ke tanah jadi pupuk, dst. Kehdupan juga bisa diumpamakan sebagai samudra yg menampung segala yg datang, dari sungai, dll. Ada gelombang ganas, badai, kadang-kadang tenang (sebagaimana hidup ini) dan pada akhirnya gelombang ini akan mencapai bibir pantai (ibarat akhir perjalanan hidup). Tapi sesudah memecah di tepi pantai gelombang ini kembali pulang bersatu lagi dengan samudra. Ulang dan berulang kembali? Kehidupan dan kematian tidak merupakan awal dan akhir, tapi merupakan sebuah lingkaran? Mohon tanggapan Mas Joko.

J = Ya, memang seperti itu. Dari apa yg kita amati di alam semesta kita bisa tahu bahwa segalanya ada karena memang ada. Kita bisa bilang bahwa ada yg mati, tetapi sebenarnya tidak mati melainkan hidup kembali dalam bentuk lain. Pohon yg mati akan tetap hidup karena buahnya sudah menjadi pohon baru lagi. Manusia yg mati akan tetap hidup karena anaknya sudah menjadi manusia baru lagi. Kesadaran atau consciousness yg ada di manusia baru itu sama persis dengan kesadaran yg ada di manusia yg telah mati. Kesadaran yg ada di anda sama persis dengan kesadaran yg ada di saya. Yg berbeda cuma memory, ingatan, karena pengalaman hidup kita berbeda-beda. Tetapi memori itu juga tidak hilang, karena kesadaran yg ada di orang lain masih bisa akses. Ada yg disebut collective memory, memori kolektif dimana segala pengalaman hidup manusia terkumpul, termasuk pengalaman anda dan saya.

Suatu saat anda dan saya akan mati dan, berdasarkan pengamatan terhadap alam semesta, kita tahu bahwa yg namanya kesadaran kita tidak akan hilang. Mungkin kesadaran itu akan diuraikan menjadi komponen-komponennya. Memory akan masuk ke dalam arsip gudang memory kolektif, dan kesadaran sel akan balik lagi terurai menjadi tanah. Tubuh kita tidak ada yg hilang sedikitpun, semuanya terurai kembali menjadi unsur-unsur kimiawinya. Ada yg berubah menjadi energi juga, seperti energi panas dan gerak, tetapi kalau dijumlahkan semuanya tetap saja. Menurut pengertian fisika kuantum, seperti itulah kenyataan dunia ini. Ada materi, ada energi. Materi bisa menjadi energi dan sebaliknya. Tidak ada yg diciptakan dan dimusnahkan. Semuanya abadi, dan yg berubah cuma wujudnya saja.

Yg menjadi pertanyaan bagi kita manusia bukanlah bagaimana tentang tubuh kita yg akan mati membusuk. Itu tidak akan menjadi masalah bagi kita. Yg menjadi masalah adalah pertanyaan apakah kesadaran kita juga akan ikut membusuk? Ikut mati seperti tubuh kita? Orang masa lalu dan masa kini memiliki ketakutan bahwa kesadarannya akan ikut menjadi tanah juga setelah mati. Pedahal secara logis kita tahu bahwa kalau kesadaran itu benar ada, maka harusnya tetap ada bukan? Walaupun fisiknya hancur membusuk, kesadarannya seharusnya tetap saja ada. Atau paling tidak akan terurai menjadi komponen-komponen kesadaran yg akhirnya akan bisa digunakan lagi untuk membentuk kesadaran lainnya. Sebagai bahan pembentuk kesadaran baru. Atau mungkin, bisa dikatakan sebagai materi pembentuk kesadaran di diri manusia yg akan lahir nanti.

Diri kita sebagai sebagai suatu kepribadian atau personality tidak akan hidup selama-lamanya. Kita semua akan mati. Tetapi kesadaran yg kita tahu ada itu tidak akan mati. Bisa terurai kembali menjadi kesadaran lain. Bisa juga diubah menjadi energi. Bisa juga diubah menjadi materi. Bisa saja bukan? Hukum kekekalan massa dan energi mengatakan bahwa massa itu energi, dan energi itu massa. Tidak ada yg akan musnah, dan cuma ada perubahan wujud dari yg satu ke yg lain. Tetapi ada tambahan satu lagi disini, yaitu elemen kesadaran, consciousness. Apakah benar ada hukum kekekalan kesadaran? Pemikiran manusia bilang itu ada. Kalau itu benar ada, maka tanpa agama akan tetap ada.

Yg benar asli ada akan tetap ada. Baik percaya konsep Allah maupun tidak pernah mengenalnya sama sekali tidak akan menjadi masalah. Kalau ada maka akan tetap ada.

Kalau tidak ada, walaupun agama bilang ada, maka akan tetap tidak ada. Seperti ide tentang Allah yg kita semua tahu ada sejarahnya. Ada yg mulai pertama-kali bercerita tentang Allah, dan pengertiannya makin lama makin canggih hingga, suatu saat, dikisahkan Allah memberikan hukum-hukum kepada manusia, walaupun kita semua tahu bahwa yg memberikan itu hukum-hukum adalah sang manusia sendiri. Manusia memberikan hukum kepada manusia lainnya. Atas nama Allah. Seolah-olah Allah yg memberikan hukum.

Kalau itu cuma rekayasa, seolah-olah ada Allah yg memberikan hukum. Pedahal tidak ada. Maka biar diputar bagaimanapun juga akhirnya semua orang akan tahu. Seperti saat ini juga sudah banyak yg tahu tentang hal itu. Karen Armstrong tahu tentang itu. Kalau sudah tahu tidak lalu harus berbuat anarkis dan melecehkan orang-orang yg masih percaya Allah. Tidak seperti itu aturan permainannya. Kalau sudah tahu ya sudah. Kalau tidak suka ya sudah. Tidak usah diikuti lagi, tanpa perlu melecehkan orang yg masih pegang konsep Allah yg berasal dari masa lalu itu. Anda bahkan bisa membuat konsep Allah jenis baru lagi. Allah punya sejarah.

Anda bisa membuat sejarah Allah. Allah yg anda konsepkan akan masuk menjadi bagian dari sejarah. Dengan syarat dituliskan. Sejarah artinya penulisan. Kalau anda tuliskan, hasil pemikiran anda akan menjadi bagian dari sejarah. Sejarah Allah, dan anda menjadi salah satu mata rantainya.

Saat ini cuma satu yg kita tahu pasti. Kita sadar bahwa kita sadar, we are conscious of being conscious. Apakah kesadaran kita yg seperti ini akan tetap setelah kita mati? Atau akan berubah? Itu pertanyaan segala abad bukan? Dan saya rasa tidak akan pernah bisa dijawab dengan memuaskan selain penjelasan bahwa kesadaran yg ada pastilah tetap akan ada. Mungkin akan terurai menjadi komponen-komponennya, mungkin akan bergabung dengan komponen-komponen dari kesadaran lainnya. Dan mungkin akan bergabung kembali dalam satu entitas kesadaran baru. Itu hipotesa belaka. Dan kita cuma bisa sampai pada pengertian seperti itu saja apabila tidak mau jatuh dalam jebakan pemikiran keagamaan yg, kita semua tahu, telah terlalu jauh berspekulasi.

Saya tidak mau spekulasi, jujur saja.


(Leonardo Rimba)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar