Masih cukup
banyak mereka yg mengaku spiritual menyerukan agar anda buang ego. Buang
ego anda, keakuan anda, konsep diri anda. Joko Tingtong tidak begitu,
karena dia tahu bahwa apabila keakuan anda hilang, sempurnalah kebudakan
anda. Anda akan jadi budak dari orang yg menyerukan agar keakuan anda
dibuang. Itu jebakan spiritual juga, malah jebakan agama juga. Kalau
anda mau jadi guru spiritual atau pemimpin agama yg punya massa,
serukanlah agar pengikut anda membuang keakuan. Nanti hanya ada tinggal
satu aku, yaitu anda sendiri.
Sempurnalah ambisi anda menguasai manusia.
Saya sebenarnya malas menulis beginian, kata Joko Tingtong. Tapi, bahkan segala pengertian mendasar seperti ini saja sudah membuat orang heboh. Tulisan saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pengertian orang di masyarakat Barat. Masyarakat Indonesia masih terbelakang sekali, masih terbelenggu takhayul. Masih mau percaya ada Allah yg menurunkan kitab suci. Menurunkan itu istilah saja, Allah juga istilah. Anda mau percaya ada Allah yg menurunkan kitab-kitab merupakan kepercayaan anda. Kalau anda percaya ada Allah yg menurunkan kitab, bukan berarti benar ada yg Allah yg menurunkan kitab.
Kalau anda percaya ada Setan yg menelan bulan pada saat gerhana, bukan berarti benar-benar ada Setan yg menelan bulan. Gerhana bulan adalah gejala fisik. Setan adalah konsep. Anda bisa percaya. Kalau anda percaya Setan menelan bulan, bukan otomatis apa yg anda percayai menjadi fakta. Faktanya, gerhana bulan tetap terjadi, baik anda percaya maupun tidak percaya ada Setan yg menelan bulan.
Begitu pula dengan kitab suci. Baik anda percaya Allah menurunkan kitab-kitab, faktanya tetap saja itu kitab-kitab dibuat oleh manusia. Kepercayaan anda ada Allah yg menurunkan kitab tidak otomatis menjadikan itu kitab-kitab sebagai hasil dari intervensi Allah. Intervensi Allah adalah hal kepercayaan. Bisa dipercaya, bisa pula tidak. Yg pasti, semua kitab dibuat oleh manusia. Baik anda percaya diturunkan Allah ataupun tidak, mereka tetap saja ada. Ada karena dibuat manusia.
Produk kebudayaan. Makanya isinya berbeda-beda, tergantung berasal dari budaya mana. Kitab suci dari Timur Tengah isinya beda dengan kitab suci dari India, dari Cina, dari Jepang, dan bahkan dari Indonesia. Kita bahkan masih bisa menciptakan kitab suci. Kalau anda mau, tinggal bilang saja anda mau mensucikan kitab yg mana. Ketika suatu kitab anda bilang suci, jadilah itu. Anda juga bisa bilang Allah menurunkan itu kitab kepada anda. Boleh saja, Tidak ada yg larang. Dan memang seperti itulah proses penciptaan kitab suci. Tinggal bilang saja.
Menurut Joko Tingtong, orang Kristen sebenarnya termasuk yg beragamanya paling maju satu dunia. Yg mutlak percaya seluruh Alkitab merupakan perkataan Allah hanya segelintir saja di antara orang Kristen. Hanya sebagian kecil. Sebagian besar cuma percaya inspirasi. Diinspirasikan oleh Allah, tetapi dibuatnya tetap saja oleh manusia. Bukan Allah yg merasuk ke manusia, tetapi manusia memperoleh inspirasi. Sama saja seperti ketika anda memperoleh inspirasi untuk membuat puisi. Dorongan kreatif, dalam hal ini membuat kitab yg kemudian menjadi suci karena anda banyak menggunakan kata Allah.
Joko perhatikan di facebook, mereka yg Muslim dan berniat baik merasa risih kalau ada kisah di Alkitab yg menurut mereka dilecehkan oleh sebagian orang. Menurut Joko, justru itu keberhati-hatian yg kelewatan. Orang Kristen sendiri rata-rata melihat Alkitab dengan satu mata. Ada ayat-ayat yg diambil sebagai pegangan, sebagian besar dibuang.
Yg mengkhayalnya keterlaluan tidak dianggap.
Prakteknya begitu.
Ya, benar, Joko berbagi disini tentang Kekristenan. Banyak orang salah kaprah mengira Kristen seperti Islam. Sebenarnya Kristen sudah beda jauh dari Islam. Mungkin ratusan tahun lalu masih mirip, saat ini sudah beda jauh sekali, seperti bumi dan langit. Apalagi orang Kristen yg intelek. Tidak ada lagi itu ketakutan kepada yg konon merupakan ayat-ayat dari Allah. Orang tahu, semuanya buatan manusia. Bisa dipakai kalau kebetulan pas. Merasa suka, dipakailah. Kalau tidak pas dan tidak suka, bisa dibuang. Tidak usah dianggap. Itu bisa di Kekristenan. Prakteknya seperti itu detik ini.
Dan tidak ada yg bisa memaksakan interpretasi ayat Alkitab di Kekristenan. Interpretasi ayat-ayat Alkitab bisa bermacam-ragam, berbeda-beda, tergantung aliran gerejanya, bahkan tergantung orang per orang. Kekristenan menempatkan individu sebagai penentu terakhir untuk keimanannya. Setiap manusia adalah imam bagi dirinya sendiri, dan bukan budak dari para ulama. Itu Kristen menurut Joko Nah, di Indonesia sedikit beda, orang Kristen Indonesia sok paranoid.
Ingin ikut-ikutan membuktikan iman dan takwa.
Saran Joko, tidak usah paranoid. Kristen memang sudah jauh lebih maju. Tidak perlu ikut-ikutan. Tidak perlu takut ini dan takut itu. Tidak akan ada Allah yg mengejar-ngejar anda. Anda tidak akan gila kalau mengerti bahwa semua kitab yg disucikan itu hasil karya manusia.
Dan jangan anda pikir Joko kagum dengan ucapan anda yg bawa-bawa Tuhan atau Iblis. Joko tidak kagum. Itu konsep biasa saja. Isi kitab suci juga berbagai konsep biasa-biasa saja. Yg penting praktek anda, berdasarkan pemahaman yg dewasa. Yg juga biasa saja. Tidak ada yg wah disini. Buang ketakutan anda, dan jadilah diri sendiri, it's your life! Semua isi kitab suci dimasukkan oleh manusia. Dibuat, disusun, dipilih oleh manusia.
Saya tidak bohong.
Beriman kepada kitab suci? Beriman kepada kitab buatan manusia lain? Untuk apa? Joko bahkan tidak beriman kepada kitab buatannya sendiri.
Tidak beriman kepada percakapan-percakapannya sendiri.
T = Halo Mas Joko, kalau boleh mohon diberikan pencerahan soal elemen semesta dan keterwakilannya dalam sifat-sifat atau perilaku manusia. Kalau semesta sebagai makrokosmos dan manusia sebagai mikrokosmos, berarti jejak semesta mesti terwakili sepenuhnya di manusia?
J = Mikrokosmos adalah jagad cilik atau tubuh kita sendiri. Makrokosmos adalah jagad gede atau alam semesta. Ada empat elemen alam semesta: udara, air, api, tanah, dan itu juga empat elemen yg ada di tubuh manusia. Kalau ditafsirkan secara filsafati, udara adalah ide, air adalah emosi, api adalah gerakan fisik, dan tanah adalah sekresi hormon, terutama hormon seksual. Semuanya ada di tubuh manusia, walaupun penjelasannya juga akan berbeda, tergantung dari aliran pemikirannya. Empat elemen ada di filsafat Barat, dan di Jawa dikenal sebagai Sadulur Papat. Pengertiannya macam-macam. Kita bisa saja membuat pengertian tersendiri tentang empat elemen; bisa saja dan tidak ada yg larang. Inti dari segalanya adalah bahwa kita melihat segala sesuatu dari konsep yg kita ciptakan sendiri. Konsep berasal dari pengamatan yg dikumpulkan. Ternyata apa yg kita amati dan konsepkan itu berubah terus. Akhirnya konsep kita juga berubah terus. We transform ourselves, merubah diri kita. Apa yg dulu kita mengerti ternyata tidak sesuai dengan pengamatan terakhir, dan akhirnya kita mengubah pemikiran kita.
Begitu terus menerus.
T = Sebenarnya tujuan tertinggi dari kehidupan adalah menjadi diri sendiri. Semua makhluk nampaknya telah sukses menjadi diri mereka, karenanya memberi kontribusi maksimal bagi kehidupan: energi, kearifan, dan semangat bertumbuh, dan dengan itu semuanya lalu selalu berbagi. Manusialah yang belum kenal diri sehingga berkompetisi tiada akhirnya, karena kehilangan orientasi, yaitu keinginan untuk menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang bukan dirinya. Tanggapan Mas Joko pasti akan memperkaya pemahaman saya.
J = Jadilah diri anda sendiri. Kalau suka, ya jalanilah. Kalau tidak suka, ya tinggalkanlah. We shall lose nothing in this world. Dan tidak perlu jualan segala macam konsep-konsep kedaluwarsa tentang bagaimana cara hidup yg benar. Benar itu selalu relatif, tergantung dari mana melihatnya. Kalau ada benar yg mutlak, yg sempurna, maka dunia ini sudah stop. Ternyata dunia masih berputar terus, dan berarti apa yg saya bilang itu benar, bahwa segalanya relatif. Tidak ada yg sempurna.
Kita semua bertransformasi, mengubah diri kita sendiri.
Cuma itu yg konstan.
T = Tapi pertanyaannya, ujung transformasi dimana? Menjadi diri sejati? Tetapi apa itu diri sejati? Bagaimana kalau diri sejati itu adalah namaste, amithaba, fitrah, image of God, makhluk cahaya, itu kan mungkin memberi arah untuk tidak terjebak menyalahkan orang lain? Sebab nampaknya kita hanya perlu mencuatkan unsur spiritual dalam diri masing-masing... Hm.... kadang bingung sendiri deh.
J = Janganlah resah dan bingung, saudaraku. Ujung transformasi adalah disini dan saat ini, here and now, memangnya ada dimana lagi? There is no other time but now, and there is no other place but here. Real time and place itu namanya sekarang dan saat ini. Dimanapun anda berada, anda akan selalu berada di titik now, sekarang. Dan nama tempatnya itu selalu here, disini. Kita cuma bisa menyimpulkan bahwa essensi dari kehidupan manusia secara komunal adalah perubahan. Berubah dari manusia goa menjadi manusia yg hidup di gubuk, dari manusia gubuk menjadi manusia gedongan, dari manusia gedongan menjadi manusia apartemen. Tapi ada yg sama disini, yaitu sang manusia. Manusianya sama, tetapi lingkungan fisiknya berubah. Dan lingkungan fisik yg berubah itu otomatis membawa perubahan cara berpikir. Kita bisa menjadi apa saja, tergantung dari pengertian dan niat yg muncul di diri kita. Itu essensi dari transformasi diri yg mutlak kalau kita mau bertahan hidup. Bahkan sebenarnya kita sudah ber-transformasi sejak nenek moyang kita tinggal di goa dan tidak mengenal istilah transformasi. Dan ternyata bisa tuh, bahkan tanpa perlu berpikir ujungnya ada dimana. Ujungnya itu tidak ada karena pangkalnya juga tidak ada.
We are because we are. Kita ada karena kita ada.
by Leonardo Rimba
Sempurnalah ambisi anda menguasai manusia.
Saya sebenarnya malas menulis beginian, kata Joko Tingtong. Tapi, bahkan segala pengertian mendasar seperti ini saja sudah membuat orang heboh. Tulisan saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pengertian orang di masyarakat Barat. Masyarakat Indonesia masih terbelakang sekali, masih terbelenggu takhayul. Masih mau percaya ada Allah yg menurunkan kitab suci. Menurunkan itu istilah saja, Allah juga istilah. Anda mau percaya ada Allah yg menurunkan kitab-kitab merupakan kepercayaan anda. Kalau anda percaya ada Allah yg menurunkan kitab, bukan berarti benar ada yg Allah yg menurunkan kitab.
Kalau anda percaya ada Setan yg menelan bulan pada saat gerhana, bukan berarti benar-benar ada Setan yg menelan bulan. Gerhana bulan adalah gejala fisik. Setan adalah konsep. Anda bisa percaya. Kalau anda percaya Setan menelan bulan, bukan otomatis apa yg anda percayai menjadi fakta. Faktanya, gerhana bulan tetap terjadi, baik anda percaya maupun tidak percaya ada Setan yg menelan bulan.
Begitu pula dengan kitab suci. Baik anda percaya Allah menurunkan kitab-kitab, faktanya tetap saja itu kitab-kitab dibuat oleh manusia. Kepercayaan anda ada Allah yg menurunkan kitab tidak otomatis menjadikan itu kitab-kitab sebagai hasil dari intervensi Allah. Intervensi Allah adalah hal kepercayaan. Bisa dipercaya, bisa pula tidak. Yg pasti, semua kitab dibuat oleh manusia. Baik anda percaya diturunkan Allah ataupun tidak, mereka tetap saja ada. Ada karena dibuat manusia.
Produk kebudayaan. Makanya isinya berbeda-beda, tergantung berasal dari budaya mana. Kitab suci dari Timur Tengah isinya beda dengan kitab suci dari India, dari Cina, dari Jepang, dan bahkan dari Indonesia. Kita bahkan masih bisa menciptakan kitab suci. Kalau anda mau, tinggal bilang saja anda mau mensucikan kitab yg mana. Ketika suatu kitab anda bilang suci, jadilah itu. Anda juga bisa bilang Allah menurunkan itu kitab kepada anda. Boleh saja, Tidak ada yg larang. Dan memang seperti itulah proses penciptaan kitab suci. Tinggal bilang saja.
Menurut Joko Tingtong, orang Kristen sebenarnya termasuk yg beragamanya paling maju satu dunia. Yg mutlak percaya seluruh Alkitab merupakan perkataan Allah hanya segelintir saja di antara orang Kristen. Hanya sebagian kecil. Sebagian besar cuma percaya inspirasi. Diinspirasikan oleh Allah, tetapi dibuatnya tetap saja oleh manusia. Bukan Allah yg merasuk ke manusia, tetapi manusia memperoleh inspirasi. Sama saja seperti ketika anda memperoleh inspirasi untuk membuat puisi. Dorongan kreatif, dalam hal ini membuat kitab yg kemudian menjadi suci karena anda banyak menggunakan kata Allah.
Joko perhatikan di facebook, mereka yg Muslim dan berniat baik merasa risih kalau ada kisah di Alkitab yg menurut mereka dilecehkan oleh sebagian orang. Menurut Joko, justru itu keberhati-hatian yg kelewatan. Orang Kristen sendiri rata-rata melihat Alkitab dengan satu mata. Ada ayat-ayat yg diambil sebagai pegangan, sebagian besar dibuang.
Yg mengkhayalnya keterlaluan tidak dianggap.
Prakteknya begitu.
Ya, benar, Joko berbagi disini tentang Kekristenan. Banyak orang salah kaprah mengira Kristen seperti Islam. Sebenarnya Kristen sudah beda jauh dari Islam. Mungkin ratusan tahun lalu masih mirip, saat ini sudah beda jauh sekali, seperti bumi dan langit. Apalagi orang Kristen yg intelek. Tidak ada lagi itu ketakutan kepada yg konon merupakan ayat-ayat dari Allah. Orang tahu, semuanya buatan manusia. Bisa dipakai kalau kebetulan pas. Merasa suka, dipakailah. Kalau tidak pas dan tidak suka, bisa dibuang. Tidak usah dianggap. Itu bisa di Kekristenan. Prakteknya seperti itu detik ini.
Dan tidak ada yg bisa memaksakan interpretasi ayat Alkitab di Kekristenan. Interpretasi ayat-ayat Alkitab bisa bermacam-ragam, berbeda-beda, tergantung aliran gerejanya, bahkan tergantung orang per orang. Kekristenan menempatkan individu sebagai penentu terakhir untuk keimanannya. Setiap manusia adalah imam bagi dirinya sendiri, dan bukan budak dari para ulama. Itu Kristen menurut Joko Nah, di Indonesia sedikit beda, orang Kristen Indonesia sok paranoid.
Ingin ikut-ikutan membuktikan iman dan takwa.
Saran Joko, tidak usah paranoid. Kristen memang sudah jauh lebih maju. Tidak perlu ikut-ikutan. Tidak perlu takut ini dan takut itu. Tidak akan ada Allah yg mengejar-ngejar anda. Anda tidak akan gila kalau mengerti bahwa semua kitab yg disucikan itu hasil karya manusia.
Dan jangan anda pikir Joko kagum dengan ucapan anda yg bawa-bawa Tuhan atau Iblis. Joko tidak kagum. Itu konsep biasa saja. Isi kitab suci juga berbagai konsep biasa-biasa saja. Yg penting praktek anda, berdasarkan pemahaman yg dewasa. Yg juga biasa saja. Tidak ada yg wah disini. Buang ketakutan anda, dan jadilah diri sendiri, it's your life! Semua isi kitab suci dimasukkan oleh manusia. Dibuat, disusun, dipilih oleh manusia.
Saya tidak bohong.
Beriman kepada kitab suci? Beriman kepada kitab buatan manusia lain? Untuk apa? Joko bahkan tidak beriman kepada kitab buatannya sendiri.
Tidak beriman kepada percakapan-percakapannya sendiri.
T = Halo Mas Joko, kalau boleh mohon diberikan pencerahan soal elemen semesta dan keterwakilannya dalam sifat-sifat atau perilaku manusia. Kalau semesta sebagai makrokosmos dan manusia sebagai mikrokosmos, berarti jejak semesta mesti terwakili sepenuhnya di manusia?
J = Mikrokosmos adalah jagad cilik atau tubuh kita sendiri. Makrokosmos adalah jagad gede atau alam semesta. Ada empat elemen alam semesta: udara, air, api, tanah, dan itu juga empat elemen yg ada di tubuh manusia. Kalau ditafsirkan secara filsafati, udara adalah ide, air adalah emosi, api adalah gerakan fisik, dan tanah adalah sekresi hormon, terutama hormon seksual. Semuanya ada di tubuh manusia, walaupun penjelasannya juga akan berbeda, tergantung dari aliran pemikirannya. Empat elemen ada di filsafat Barat, dan di Jawa dikenal sebagai Sadulur Papat. Pengertiannya macam-macam. Kita bisa saja membuat pengertian tersendiri tentang empat elemen; bisa saja dan tidak ada yg larang. Inti dari segalanya adalah bahwa kita melihat segala sesuatu dari konsep yg kita ciptakan sendiri. Konsep berasal dari pengamatan yg dikumpulkan. Ternyata apa yg kita amati dan konsepkan itu berubah terus. Akhirnya konsep kita juga berubah terus. We transform ourselves, merubah diri kita. Apa yg dulu kita mengerti ternyata tidak sesuai dengan pengamatan terakhir, dan akhirnya kita mengubah pemikiran kita.
Begitu terus menerus.
T = Sebenarnya tujuan tertinggi dari kehidupan adalah menjadi diri sendiri. Semua makhluk nampaknya telah sukses menjadi diri mereka, karenanya memberi kontribusi maksimal bagi kehidupan: energi, kearifan, dan semangat bertumbuh, dan dengan itu semuanya lalu selalu berbagi. Manusialah yang belum kenal diri sehingga berkompetisi tiada akhirnya, karena kehilangan orientasi, yaitu keinginan untuk menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang bukan dirinya. Tanggapan Mas Joko pasti akan memperkaya pemahaman saya.
J = Jadilah diri anda sendiri. Kalau suka, ya jalanilah. Kalau tidak suka, ya tinggalkanlah. We shall lose nothing in this world. Dan tidak perlu jualan segala macam konsep-konsep kedaluwarsa tentang bagaimana cara hidup yg benar. Benar itu selalu relatif, tergantung dari mana melihatnya. Kalau ada benar yg mutlak, yg sempurna, maka dunia ini sudah stop. Ternyata dunia masih berputar terus, dan berarti apa yg saya bilang itu benar, bahwa segalanya relatif. Tidak ada yg sempurna.
Kita semua bertransformasi, mengubah diri kita sendiri.
Cuma itu yg konstan.
T = Tapi pertanyaannya, ujung transformasi dimana? Menjadi diri sejati? Tetapi apa itu diri sejati? Bagaimana kalau diri sejati itu adalah namaste, amithaba, fitrah, image of God, makhluk cahaya, itu kan mungkin memberi arah untuk tidak terjebak menyalahkan orang lain? Sebab nampaknya kita hanya perlu mencuatkan unsur spiritual dalam diri masing-masing... Hm.... kadang bingung sendiri deh.
J = Janganlah resah dan bingung, saudaraku. Ujung transformasi adalah disini dan saat ini, here and now, memangnya ada dimana lagi? There is no other time but now, and there is no other place but here. Real time and place itu namanya sekarang dan saat ini. Dimanapun anda berada, anda akan selalu berada di titik now, sekarang. Dan nama tempatnya itu selalu here, disini. Kita cuma bisa menyimpulkan bahwa essensi dari kehidupan manusia secara komunal adalah perubahan. Berubah dari manusia goa menjadi manusia yg hidup di gubuk, dari manusia gubuk menjadi manusia gedongan, dari manusia gedongan menjadi manusia apartemen. Tapi ada yg sama disini, yaitu sang manusia. Manusianya sama, tetapi lingkungan fisiknya berubah. Dan lingkungan fisik yg berubah itu otomatis membawa perubahan cara berpikir. Kita bisa menjadi apa saja, tergantung dari pengertian dan niat yg muncul di diri kita. Itu essensi dari transformasi diri yg mutlak kalau kita mau bertahan hidup. Bahkan sebenarnya kita sudah ber-transformasi sejak nenek moyang kita tinggal di goa dan tidak mengenal istilah transformasi. Dan ternyata bisa tuh, bahkan tanpa perlu berpikir ujungnya ada dimana. Ujungnya itu tidak ada karena pangkalnya juga tidak ada.
We are because we are. Kita ada karena kita ada.
by Leonardo Rimba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar