Barusan
Joko Titong menulis tentang Tari Kecak, dan tiba-tiba ingat tentang
koreografernya, seorang bule, warganegara Jerman. Kecak digubah oleh
satu orang Bali, dan satu orang bule. Bulenya bernama Walter Spies,
seniman serba bisa, yg mati di tahun 1942 ketika kapal yg mengangkutnya
karam kena torpedo Jepang.
Joko ada lukisan karya ini bule. Mau saya sumbangkan untuk rakyat Bali, kata Joko. Untuk disimpan di museum saja. Tapi tidak ada yg berani otentifikasi. Pedahal jelas ini lukisan asli, tidak bisa ditiru. Tekniknya lain dari yg lain. Mungkin dibuat di Sumatra, ketika dalam interniran Belanda, dibuat berdasarkan foto-foto yg dibuatnya sendiri di Bali. Itu lukisan penari Janger. Oleh Walter Spies, ranking paling atas dari semua pelukis asing yg pernah dan masih ada di Bali. Lukisan Walter sekarang ada di kamar tidur saya, bersama beberapa lukisan kuno lainnya berobyek Bali, kata Joko. Semuanya oleh orang bule. Mungkin seram buat orang-orang lain, untuk tidur bersama lukisan-lukisan kuno yg semua pelukisnya sudah mati. Joko tidak merasa seram.
Joko ada lukisan karya ini bule. Mau saya sumbangkan untuk rakyat Bali, kata Joko. Untuk disimpan di museum saja. Tapi tidak ada yg berani otentifikasi. Pedahal jelas ini lukisan asli, tidak bisa ditiru. Tekniknya lain dari yg lain. Mungkin dibuat di Sumatra, ketika dalam interniran Belanda, dibuat berdasarkan foto-foto yg dibuatnya sendiri di Bali. Itu lukisan penari Janger. Oleh Walter Spies, ranking paling atas dari semua pelukis asing yg pernah dan masih ada di Bali. Lukisan Walter sekarang ada di kamar tidur saya, bersama beberapa lukisan kuno lainnya berobyek Bali, kata Joko. Semuanya oleh orang bule. Mungkin seram buat orang-orang lain, untuk tidur bersama lukisan-lukisan kuno yg semua pelukisnya sudah mati. Joko tidak merasa seram.
Pada akhir tahun 1999, Joko berkenalan dengan
seseorang di Jakarta yg memiliki sebuah lukisan tua warisan dari
orang-tuanya. Lukisan yg dimaksudnya terbuat dari cat minyak di atas
kanvas, berukuran 55 cm x 45 cm, dengan obyek seorang penari Bali. Itu
namanya penari Janger, baru diketahuinya dari buku Dance and Drama of Bali
(1938) karya Walter Spies dan Beryl de Zoete. Buku ini memuat foto-foto
tarian Bali tradisional yg dibuat oleh Walter Spies dan penjelasannya
dituliskan oleh Beryl de Zoete. Di dalam buku itu, Joko melihat foto
seorang penari Janger yg menurutnya mirip sekali wajahnya dengan penari
Janger yg menjadi obyek di dalam lukisan yg diperolehnya.
Waktu
baru diperolehnya, lukisan itu juga sobek di sebelah kiri atas di
bagian yg kosong, sobekan mana telah dijahit dengan benang biasa saja
pada saat itu. Kanvasnya tebal sekali seperti terpal, dan robeknya
sepanjang sekitar 3 cm. Lukisan itu kemudian dibawanya ke seorang
restorator lukisan. Robek sepanjang 3 cm itu kemudian ditambal sehingga
sekarang tidak kelihatan dari arah depan. Tetapi bekas rusak itu tetap
ada, dan bisa dilihat di belakang lukisan. Di belakang lukisan terdapat
sebuah sketsa berbentuk semacam rumah gadang atau rumah adat Sumatra.
Sketsa ini dibuat seperti ditorehkan dengan pisau di kanvas yg sangat
tebal itu.
Dari restorator lukisan itu, Joko juga belajar bahwa segala sapuan cat yg ditambahkan belakangan ke suatu lukisan cat minyak setelah lukisan itu jadi akan rontok dengan sendirinya ketika lukisan dibersihkan dengan larutan kimia bernama toluene. Toluene digunakan di depan Joko untuk membersihkan lukisan Janger ini, dan ternyata lukisan itu tetap tidak berubah. Segala kotorannya rontok, tetapi tanda tangan di sebelah kiri bawah bertuliskan W. Spies tetap tidak terpengaruh.
Yg tetap ada hanyalah bekas-bekas gosokan dengan kain yg jelas terlihat di kiri bawah lukisan. Bekas ini menyebabkan kanvas menjadi sedikit berubah, agak melesak ke dalam, dan tidak bisa diperbaiki. Gosokan yg dibuat sendiri oleh pemilik sebelumnya. Ada yg mau bayar ini lukisan asal tanda-tangannya hilang. Pemilik lukisan itu sedang menggosok-gosok tanda-tangan di lukisannya dengan kain lap waktu Joko datang. Joko tanya, untuk apa? Ternyata ada yg mau beli. Dikiranya itu tanda-tangan tempelan, sehingga kalau digosok-gosok bisa rontok sendiri. Tentu saja tidak bisa. Tanda-tangannya asli. Joko tahu ini lukisan orisinil, walaupun saat itu belum dibawa ke lab. Lukisannya langsung Joko ambil saat itu juga, di tahun 1999, puncak Krismon. Walaupun Joko tidak punya uang, dia ambil juga. Barter dengan banyak barang.
Dari restorator lukisan itu, Joko juga belajar bahwa segala sapuan cat yg ditambahkan belakangan ke suatu lukisan cat minyak setelah lukisan itu jadi akan rontok dengan sendirinya ketika lukisan dibersihkan dengan larutan kimia bernama toluene. Toluene digunakan di depan Joko untuk membersihkan lukisan Janger ini, dan ternyata lukisan itu tetap tidak berubah. Segala kotorannya rontok, tetapi tanda tangan di sebelah kiri bawah bertuliskan W. Spies tetap tidak terpengaruh.
Yg tetap ada hanyalah bekas-bekas gosokan dengan kain yg jelas terlihat di kiri bawah lukisan. Bekas ini menyebabkan kanvas menjadi sedikit berubah, agak melesak ke dalam, dan tidak bisa diperbaiki. Gosokan yg dibuat sendiri oleh pemilik sebelumnya. Ada yg mau bayar ini lukisan asal tanda-tangannya hilang. Pemilik lukisan itu sedang menggosok-gosok tanda-tangan di lukisannya dengan kain lap waktu Joko datang. Joko tanya, untuk apa? Ternyata ada yg mau beli. Dikiranya itu tanda-tangan tempelan, sehingga kalau digosok-gosok bisa rontok sendiri. Tentu saja tidak bisa. Tanda-tangannya asli. Joko tahu ini lukisan orisinil, walaupun saat itu belum dibawa ke lab. Lukisannya langsung Joko ambil saat itu juga, di tahun 1999, puncak Krismon. Walaupun Joko tidak punya uang, dia ambil juga. Barter dengan banyak barang.
Sampai
saat ini, masih banyak yg mengasosiasikan Walter Spies dengan lukisan
berjudul Calon Arang. Lukisan itu berada di Museum ARMA, Bali, dan
berukuran 55 x 45 cm, sama persis dengan ukuran lukisan Janger yg ada di
Joko Tingtong. Bedanya, lukisan Calon Arang bertemakan mitos dan
berobyek manusia yg ukurannya tidak proporsional. Lukisan yg ada di Joko
proporsional, dan sangat realistis. Orang pikir itu bukan gaya Walter
Spies. Pada tahun 2001 diadakan pameran lukisan 100 tahun Sukarno di
Jakarta. Di pameran itu Joko melihat lukisan-lukisan karya W Spies yg
menurutnya satu genre dengan lukisan yg dimilikinya, yaitu realistis dan
proporsional. Ada yg judulnya Javanese Dancers of the 9th Century dan Village Life in the Age of Borobudur.
Keduanya koleksi Presiden Sukarno, tidak pernah dipamerkan kepada umum
sebelumnya. Sekarang disimpan di beberapa istana negara.Lukisan
Janger yg ada di Joko Tingtong aslinya tidak divernis. Setelah bagian
yg robek direstorasi, Joko mencoba-coba untuk membersihkan sendiri
lukisan itu dengan toluene. Ternyata masih bisa dibersihkan lagi
sehingga warnanya menjadi lebih muda. Tetapi tidak diteruskannya karena
terlalu melelahkan. Sekaligus takut lukisan menjadi rusak. Akhirnya
disapukannya saja vernis merk Winsor. Akibatnya, lukisan susah sekali
difoto karena vernis akan memantul.
Pada awal tahun 2011, Joko bawa lukisan ini untuk dicek di Centre for Cultural Materials Conservation, University of Melbourne,
Australia. Dengan berbagai peralatan canggih yg ada di laboratorium
itu, Joko bisa melihat sendiri di layar monitor bahwa lukisan ini
tunggal, tidak ada lapisan-lapisan lain. Semua catnya asli. Yg
menarik,di bagian belakang lukisan, ternyata bukan hanya rumah
tradisional Sumatra saja yg menjadi obyek dari sketsa itu, melainkan
juga berlapis-lapis pemandangan pegunungan, seperti biasanya kita lihat
di banyak lukisan Spies. Yg jelas, ahli disana tahu bahwa ini lukisan
asli. Memang lukisan tua, berasal dari sekitar tahun 1930-1940. - Di
Indonesia sendiri justru runyam. Para ahli senilukis Indonesia ternyata
sudah dibooking oleh rumah-rumah lelang. Untuk minta diperiksa saja
harus bayar Rp 1 juta. Membuatkan surat keterangan Rp 5 juta Waktu Joko
bawa lukisan ini ke salah satu museum di Bali, pemilik museum tertarik
ingin beli. Joko jelaskan, dia bukan mau jual, tapi mau kasih untuk
rakyat Bali, asal ada yg mau otentifikasi. Dan itu jatuh ke kuping yg
budeg, atau membudegkan diri. Orang cuma lihat nilai dollarnya, atau
rupiahnya. Keuntungan yg akan mereka peroleh kalau bisa menggaet lukisan
ini dari Joko, dan kemudian mengumumkannya kepada dunia bahwa lukisan
Walter Spies yg tidak pernah diketahui ternyata muncul. Joko Tingtong
tidak mau seperti itu. Dia mau ada ahli lukisan yg berdedikasi, mau
meneliti sendiri lukisan ini. Lihat dan pegang sendiri. Setelah itu buat
tulisan ilmiah, dan publikasikan. Pamerkan. Buat simposium, panggil
banyak ahli lainnya. Setelah tidak terbantahkan lagi ini lukisan Walter
Spies yg hilang, Joko akan memberikannya untuk rakyat Bali. Ditaruh di
museum milik Pemda Bali di Denpasar.
Sampai sekarang Joko tidak bisa menemukan ahli yg mau mencek keaslian lukisan ini dengan benar-benar mengamati lukisannya dari dekat dan, bahkan, dengan membandingkannya secara langsung dengan lukisan Spies yg berada di ARMA, Ubud. Tentu saja perbandingan terbaik adalah dengan lukisan-lukisan Spies yg berada beberapa istana negara.
Hipotesa Joko, lukisan Janger dibuat di Bali oleh Walter Spies dan sketsa rumah Sumatra dan pegunungan itu dibuat ketika Spies di-internir oleh Belanda di Kutacane, Aceh. Sebagai warganegara Jerman, Walter Spies di-internir oleh pemerintah Hindia Belanda ketika pecah Perang Dunia II dan Belanda diduduki oleh Jerman. Spies diinternir di Ngawi, Jawa Timur, dan kemudian di Kutacane, Aceh. Dari sana rencananya akan diangkut ke India dengan kapal Van Imhoff. Kapal ini tenggelam ditorpedo tentara Jepang di lepas pantai Sumatra. Walter Spies tenggelam bersama kapal ini.
Joko tidak mengerti bagaimana lukisan ini bisa selamat sampai ke daratan sedangkan pelukisnya tenggelam. Ada kemungkinan Walter Spies menitipkan lukisan ini ke penumpang kapal yg berhak turun naik sekoci ketika kapal van Imhoff karam perlahan-lahan. Sebagai interniran, Walter Spies dan banyak warganegara Jerman lainnya tidak boleh keluar. Dikunci di dalam kamar mereka ketika kapal tenggelam. Hanya warganegara Belanda dan orang-orang berbangsa lain yg berhak menyelamatkan diri. Joko Tingtong tahu, Spies rela meninggal asal lukisan terakhirnya diselamatkan. Untuk rakyat Bali.
Sampai sekarang Joko tidak bisa menemukan ahli yg mau mencek keaslian lukisan ini dengan benar-benar mengamati lukisannya dari dekat dan, bahkan, dengan membandingkannya secara langsung dengan lukisan Spies yg berada di ARMA, Ubud. Tentu saja perbandingan terbaik adalah dengan lukisan-lukisan Spies yg berada beberapa istana negara.
Hipotesa Joko, lukisan Janger dibuat di Bali oleh Walter Spies dan sketsa rumah Sumatra dan pegunungan itu dibuat ketika Spies di-internir oleh Belanda di Kutacane, Aceh. Sebagai warganegara Jerman, Walter Spies di-internir oleh pemerintah Hindia Belanda ketika pecah Perang Dunia II dan Belanda diduduki oleh Jerman. Spies diinternir di Ngawi, Jawa Timur, dan kemudian di Kutacane, Aceh. Dari sana rencananya akan diangkut ke India dengan kapal Van Imhoff. Kapal ini tenggelam ditorpedo tentara Jepang di lepas pantai Sumatra. Walter Spies tenggelam bersama kapal ini.
Joko tidak mengerti bagaimana lukisan ini bisa selamat sampai ke daratan sedangkan pelukisnya tenggelam. Ada kemungkinan Walter Spies menitipkan lukisan ini ke penumpang kapal yg berhak turun naik sekoci ketika kapal van Imhoff karam perlahan-lahan. Sebagai interniran, Walter Spies dan banyak warganegara Jerman lainnya tidak boleh keluar. Dikunci di dalam kamar mereka ketika kapal tenggelam. Hanya warganegara Belanda dan orang-orang berbangsa lain yg berhak menyelamatkan diri. Joko Tingtong tahu, Spies rela meninggal asal lukisan terakhirnya diselamatkan. Untuk rakyat Bali.
sumber : Leonardo R. notes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar