Sebagai pejalan spiritual anda tidak diharamkan untuk berpikir dan
mengambil kesimpulan sendiri. Dilanjutkan dengan membuat resolusi supaya
bumi semakin penuh rahmat. Kalau anda menemukan banyak diskriminasi
berdasarkan SARA yg dipraktekkan di Indonesia, maka diharapkan anda
tidak berdoa saja. Melainkan turut bersuara. Kicauan anda muncul di
Twitter. Memenuhi facebook. Dan Tuhan akhirnya menoleh. Kenapa ada agama
kelas VIP dan agama kelas kambing? Bukankah semuanya umatku? Kenapa
ada pribumi dan non pribumi? Bukankah mereka semua pribadi yg ada di
bumi ciptaanku? Begitu Tuhan bertanya-tanya sambil mencari siapa biang
keroknya. Ternyata disinyalir pemerintah RI. Oh, kalau itu bahkan Setan
saja belum tentu bisa dikirim untuk meluruskan, kata Tuhan. Harus
dikirim Raja Setan. Rajanya para Setan yg tetap mematuhi Tuhan. Tidak
seperti pemerintah kita. Membatasi agama ciptaan Tuhan hanya sebanyak 5
saja. Seolah-olah Tuhan bermain-main menciptakan agama. Kalau Tuhan
saja dilawan apalagi Setan? Walhasil Tuhan putus asa. Dan menyerahkan
semuanya kepada keputusan DPR. Harus dibahas dulu karena biarpun Tuhan
tidak bisa sembarangan disini. Politik uang berlaku. Anda mau pesan
hukum apa? Ada tarifnya. Dan Tuhan menghitung-hitung duitnya. Masih
dihitung.
Orang Indonesia ini lucu karena punya istilah
berdoa menurut agama masing-masing. Dalam bahasa Inggris tidak dikenal
istilah itu. Kalau berdoa bersama, ya langsung berdoa saja. Menurut
agama yg membawakan doa. Setelah itu semuanya tinggal bilang amin.
Jadi, tidak ada masalah doa dibuka dan dibawakan menurut agama apa
saja, karena orang juga bisa menutupnya menurut agama apa saja. Doa ada
pembuka dan penutupnya. Bisa dibuka tutup seperti panci. Begitu
pengalaman saya. Menurut saya yg langsung itu lebih sopan dibandingkan
pakai seruan berdoa menurut agama masing-masing. Seolah-olah manusia
terkotakkan oleh agama. Padahal tidak begitu. Anda mau pakai doa yg
berasal dari agama apapun rasanya sama saja. Buat saya rasanya sama
saja. Buat anda pastinya rasanya sama juga. Alias tidak ada rasa
apa-apa. Anda bisa coba, karena khasiat doa bukan datang dari tradisi
agama atau kepercayaan apapun, melainkan dari menyambungnya kesadaran
anda dengan alam semesta besar. Pikiran anda alam semesta kecil. Dan
ada alam semesta besar yg tak terhingga. Anda tidak bisa bilang itu apa
walaupun anda tetap saja bandel. Anda bilang namanya Allah. Dan saya
tidak keberatan asal anda tidak memaksakan itu nama. Urusan
masing-masing. Kalau anda memaksa artinya anda jatuh ke dalam dosa.
Bukan lucu lagi tapi tidak punya sopan santun. Dalam skala
internasional, Indonesia termasuk yg tidak punya etiket kesopanan. Kita
biasa memaksa dan dipaksa. Ciri masyarakat setengah matang. Masyarakat
dewasa tidak lagi pakai pemaksaan.
Ada bodhisatva, ada
satva langka. Kelihatannya satva atau satwa yg dimaksud berarti
makhluk. Makhluk berbudi, bodhisatva. Sedangkan makhluk dilindungi
disebut satva langka. Tapi manusia Indonesia akan marah kalau disebut
satwa, karena pengertiannya sudah bergeser. Sekarang satwa dianggap
hewan. Dan manusia merasa dirinya bukan lagi hewan. Yg juga patut
dipertanyakan. Menurut saya, sampai kapanpun manusia tetap saja satwa
atau makhluk. Artinya diciptakan oleh orang tuanya. Satwa menciptakan
satwa. Kalau akhirnya berbudi atau menjadi bodhisatva, maka itu soal
lain. Bukan dengan mendebat praktek orang, tapi langsung praktek saja.
Buat apa memperdebatkan apa yg orang lain perbuat dengan hidupnya
sendiri? Kalau dia masuk neraka, apa anda diajak juga? Yg kita
diskusikan bukanlah praktek pribadi orang. Kepercayaan pribadi orang.
Itu semua urusan masing-masing. Namanya sistem kepercayaan, yaitu apa yg
anda percayai sebagai benar.
Apa yg muncul dalam
penglihatan anda tatkala meditasi sehakekat dengan apa yg muncul dalam
mimpi anda. Semuanya simbolik, bisa diartikan karena cuma ada beberapa
jenisnya. Yg ragamnya tak terkira adalah penokohan. Masih cukup banyak
warga Indonesia memperoleh simbol tokoh-tokoh wayang, atau penokohan
gaya Timur Tengah. Atau Cina. Atau India. Jarang yg Barat atau bule.
Semuanya tentu saja berkaitan dengan apa yg anda percayai. Kalau anda
percaya dan masih hidup dalam alam imajiner tradisional, maka penokohan
alam pikiran anda juga tradisional. Seperti di film sejarah. Kalau
sudah paska modern seperti saya, maka yg muncul biasa saja. Saya
perhatikan, ternyata mimpi-mimpi saya tidak berisikan orang-orang suci.
Bersih seperti habis dicuci di sungai Gangga. Atau kotor seperti habis
direndam di kali Ciliwung. Tidak pernah. Walaupun saya tahu Gangga dan
Ciliwung mungkin sama kotornya. Penglihatan dan mimpi saya isinya
simbol biasa saja. Seperti kejadian sehari-hari. Atau perabotan
sehari-hari. Ada maknanya. Dan selalu saya kaitkan dengan apa yg sedang
saya pikirkan. Kalau saya sedang menyambungkan energi pikiran saya ke
gedung DPR, maka simbol yg muncul di mimpi saya pastilah jawabannya.
Begitulah asal-muasal penerawangan saya tentang DPR kita.
oleh Leonardo R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar