Sebutan Pengusaha
Kecil PPN sebagaimana dimaksud dalam PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tersebut, berlaku
baik bagi pengusaha orang pribadi (individu) maupun badan (company).
Sebab dalam PMK ini tidak ada pembedaan antara pengusaha orang pribadi dan
badan. Pembedaan memang pernah terjadi tetapi pada tahun 1989. Di tahun 1989
ini yang digolongkan sebagai Pengusaha Kecil PPN memang hanya pengusaha
perorangan atau individu (KMK Nomor 303/KMK.04/1989 dan KMK Nomor
1288/KMK.04/1991 yang berlaku hanya sampai 31 Desember 1994)
Syarat Pengusaha Kecil PPN
Sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2010, tanggal 23 Maret 2010,
yang disebut dengan Pengusaha Kecil PPN adalah pengusaha yang selama satu tahun
buku melakukan penyerahan BKP maupun JKP dengan jumlah peredaran bruto atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto adalah jumlah
keseluruhan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka
kegiatan usahanya.
Supaya jelas apa
maksud dari PMK tersebut, kita misalkan saja Cafe Minang sebuah usaha per-cafe-an
yang memiliki gedung cafe sendiri. Gedung itu berlantai dua
dan karena lantai dua belum terpakai, pemilik Cafe Minang kemudian
menyewakannya sebagian dari lantai dua kepada pengusaha permainan atau hiburan
bilyar (billyard) sebesar Rp 400.000.000,00 setahun. Omset dari
bisnis cafe-nya sendiri dalam setahun berjumlah Rp 700.000.000,00
sehingga total penerimaan atau peredaran bruto Cafe Minang dalam setahun Rp 1,1
milyar.
Sesuai dengan PMK
tersebut, jumlah yang dijadikan tolok ukur bagi Cafe Minang untuk dikategorikan
sebagai Pengusaha Kecil PPN bukanlah dari total penerimaan bruto sebesar Rp 1,1
milyar. Jumlah yang harus dijadikan tolok ukur adalah Rp 400.000.000,00 karena
inilah yang berasal dari penyerahan JKP berupa jasa persewaan gedung
(bangunan). Untuk omset sebesar Rp 700.000.000,00 tidak ikut dijadikan tolok
ukur sebagai Pengusaha Kecil PPN karena bukan berasal dari penyerahan JKP [note:
jasa cafe merupakan salah satu bentuk jasa hiburan yang menurut
ketentuan Pasal 4A UU PPN ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN
(Non-JKP)].
Sebagai Pengusaha
Kecil PPN, Minang Cafe atau pengusaha lainnya, tidak perlu memberitahukan
kepada KPP bahwa yang bersangkutan masih merupakan Pengusaha Kecil PPN dan
memilih untuk tidak menjadi PKP. Tapi jika Pengusaha Kecil PPN tersebut ingin
menjadi PKP, maka yang bersangkutan cukup melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
menjadi PKP dengan cara mengisi dan menyampaikan formulir permohonan untuk dikukuhkan
menjadi PKP.
Sebutan Pengusaha
Kecil PPN sebagaimana dimaksud dalam PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tersebut, berlaku
baik bagi pengusaha orang pribadi (individu) maupun badan (company).
Sebab dalam PMK ini tidak ada pembedaan antara pengusaha orang pribadi dan
badan. Pembedaan memang pernah terjadi tetapi pada tahun 1989. Di tahun 1989
ini yang digolongkan sebagai Pengusaha Kecil PPN memang hanya pengusaha
perorangan atau individu (KMK Nomor 303/KMK.04/1989 dan KMK Nomor
1288/KMK.04/1991 yang berlaku hanya sampai 31 Desember 1994).
Saat dan Batas Waktu Pelaporan Usaha Untuk Menjadi PKP
Subjek seperti
Cafe Minang dan pengusaha di dalam Daerah Pabean lainnya, wajib melaporkan
usahanya apabila dalam suatu bulan (masa pajak) pada satu tahun buku, akumulasi
jumlah peredaran maupun penerimaan bruto penyerahan BKP/JKP sudah melebihi Rp
600 juta. Pelaporan usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP ini wajib dilakukan
paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran
maupun penerimaan bruto melebihi Rp 600 juta (Pasal 4 PMK Nomor
68/PMK.03/2010).
Sebagai
kelanjutan dari ilustrasi Cafe Minang di atas, misalkan saja pada bulan Juli
2012 sebagian dari lantai 2 gedungnya yang masih kosong disewakan kembali oleh
Cafe Minang kepada pengusaha salon kecantikan. Ongkos sewanya Rp 500 juta
setahun terhitung mulai 1 Juli 2012 hingga 30 Juni 2013. Ini berarti total
penerimaan bruto dari penyerahan JKP jasa persewaan gedung dalam tahun 2012
sudah mencapai Rp 650 juta yaitu Rp 400 juta dari pengusaha billyard dan Rp 250
juta dari pengusaha salon(sisa Rp 250 juta masuk ke tahun buku berikutnya).
Sewa sebesar Rp
250 juta dari pengusaha salon yang masuk ke pembukuan tahun 2012 menyebabkan
Cafe Minang tidak lagi disebut sebagai Pengusaha Kecil PPN. Dalam hal ini Cafe
Minang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP paling lambat
pada tanggal 31 Agustus 2012. Untuk selanjutnya, setelah dikukuhkan menjadi
PKP, Cafe Minang wajib memungut PPN atas setiap penyerahan BKP maupun JKP yang
dilakukannya (note: tidak termasuk jasa cafe karena jasa ini tidak dikenakan
PPN alias Non-JKP), menerbitkan Faktur Pajak, menyetorkan PPN dan melaporkan
SPT Masa PPN. Kewajiban memungut PPN ini berlaku sejak tanggal pengukuhan
sebagai PKP.
Sanksi yang Disediakan
Seandainya sampai
dengan November 2012 ini Cafe Minang lalai dan tidak melaporkan usahanya untuk
menjadi PKP, maka Dirjen Pajak—dalam hal ini KPP tempat Cafe Minang
terdaftar—dapat memberikan pengukuhan PKP secara jabatan kepad Cafe Minang.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 PMK Nomor 68/PMK.03/2010, pengukuhan PKP secara
jabatan dilakukan terhitung sejak saat jumlah peredaran maupun penerimaan bruto
melebihi Rp 600 juta (dalam kasus Cafe Minang berarti sejak 1 Juli 2012).
Selain memberikan
pengukuhan PKP secara jabatan, KPP juga dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) maupun Surat Tagihan Pajak (STP) untuk masa pajak (bulan) sejak Juli
2012. Ini berarti Cafe Minang bisa terkena sanksi berupa: harus menyetor PPN
atas sewa tahun 2012, dikenakan sanksi bunga sebesar 2% sebulan karena
terlambat menyetor PPN tersebut, dan sanksi denda sebesar 2% dari DPP karena
tidak membuat Faktur Pajak atas sewa tahun 2012. Jadi berapa jumlahnya...?
Silakan Anda hitung sendiri... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar