Pertanyaannya sekarang, apakah Allah sama dengan Tuhan? Kalau
sama, kenapa masih dipakai kata Allah di dalam terjemahan Al Quran dan
Alkitab? Pakai saja kata Tuhan semuanya, tidak usah pakai kata Allah.
Ternyata tidak begitu. Ternyata beda. Allah tidak sama dengan Tuhan.
Kalau tidak sama, tegaskanlah bahwa itu tidak sama. Kalau yg anda maksud
Allah, pakailah kata Allah. Tuhan lain lagi. Bahkan dalam pengertian
aslinya, yaitu di khazanah kekristenan, Tuhan bukanlah Allah. Kalau yg
dimaksud Allah, orang Kristen akan pakai kata Allah. Jangan seperti
kebanyakan orang Indonesia yg selalu mensalah-kaprahkan segalanya!
Tuhan
di bahasa Arab sama dengan Tuhan di bahasa Ibrani, sebutannya Rabbi
atau Robbi. Artinya Tuan. Tetapi di bahasa Indonesia dituliskan pakai h,
menjadi Tuhan. Maksudnya sama. Dan itu sama sekali bukan God, bukan
Allah. Rabbi bisa digunakan untuk siapa saja. Ada Rabbi Yesus, ada Rabbi
Schneier yg memberikan penghargaan kepada SBY baru-baru ini.
Allah
sudah menjadi bahasa Indonesia sejak ratusan tahun lalu, bukan bahasa
Arab lagi. Allah di bahasa Arab adalah Allah di bahasa Indonesia. Tuhan
lain lagi. Tuhan artinya Tuan di bahasa Indonesia. Bukan Allah. Bukan God. Kalau Tuhan, bahasa Inggrisnya Lord.
Kalau anda bisa tangkap pengertian asli ini, mata batin anda akan bisa
tiba-tiba terbuka. Karya tulis di bahasa Inggris boleh bilang semuanya
pakai kata God, Pakai Allah, bukan Tuhan. Kalau anda menuhankan kata God. Kalau God
anda terjemahkan menjadi Tuhan, jalan pikiran anda akan beku. Beku
otak. Banyak yg seperti itu. Dan bisa tiba-tiba terbuka setelah menerima
pengertian asli yg saya jelaskan ini. Begitu kata Joko Tingtong.
Coba saja, dan lihat hasilnya!
Bahkan
kajian spiritualitas di Barat tidak pernah pakai kata Tuhan. Yg selalu
dipakai adalah Allah. Spiritualitas bisa didefinisikan bermacam-macam,
dan latar belakangnya juga filsafat. Filsafat artinya pemikiran.
Pemikiran tentang segala macam. Dan di jaman dulu, pemikiran tentang
kehidupan batin manusia namanya filsafat metafisika. Metafisika
berandai-andai tentang Allah. Bagaimana Allah menciptakan langit dan
bumi dan segala isinya. Dan mengapa Allah tidak menyahut walaupun
dipanggil. Lalu sang filsuf akan memberikan jawaban. Jawaban itu datang
dari pikiran si filsuf sendiri. Filsuf tentang Allah bisa disebut
sebagai metaphysician. Filsuf metafisika.
Di
Kristen, filsuf demikian disebut sebagai teolog. Dan pemikirannya
disebut sebagai teologi, artinya ilmu tentang Allah. Datangnya dari mana
ilmu itu? Ya dari pikiran si filsuf sendiri. Tetapi kemudian gereja
mengambil alih pemikiran si filsuf dan dijadikan ajaran agama dengan
alasan datangnya dari Allah. Pedahal itu datang dari pemikiran si filsuf
itu sendiri. Tanpa diduga, ternyata ada juga orang-orang yg tahu
asal-usul ajaran agama dan mempertanyakannya. Tetapi orang yg
mempertanyakan itu akhirnya dibungkam. Buku-bukunya dibreidel. Gereja
Katolik Roma dulu paling rajin membreidel buku orang yg berlawanan
dengan kata-kata Allah sesuai dengan yg diridhoi oleh gereja. Tetapi
gereja Katolik Roma umumnya sekarang sudah tobat. Sudah habis-habisan
berperang dengan kelompok pembangkang yg dikenal sebagai gereja
Protestan. Dan gereja-gereja Protestan juga sudah tobat, tidak lagi
fanatik dan menginjak-injak hak asasi kaum wanita dan minoritas.
Ayat-ayat yg dulu mereka tafsirkan sebagai berasal dari Allah sekarang
sudah terbuktikan merupakan hasil pemikiran manusia di jaman dahulu. Ada
manusia yg dikenal sebagai Musa, Daud, Sulaiman. Ada yg namanya Yesus,
dan ternyata kata-kata yg terkumpul atas nama mereka di dalam Alkitab
itu semuanya hanyalah berupa hasil pemikiran. Filsafat juga sebenarnya.
Ada
hasil pemikiran Musa, Daud, Sulaiman, Yesus. Walaupun dihormati sebagai
nabi yg berkonotasi keagamaan, orang-orang Yahudi ini juga filsuf.
Mereka filsuf metafisika, artinya suka berpikir tentang Allah. Ucapan
atau tulisan mereka dianggap berasal dari Allah sendiri. Apa benar itu
berasal dari Allah tentu saja soal lain. Yg jelas, semuanya keluar dari
mulut atau tangan manusia. Hasil pemikiran. Walaupun menggunakan kata
Allah, ternyata semuanya pemikiran manusia belaka. Filsafat belaka.
Kalau dibilang filsfafat, orang yg masih gila Allah akan menganggap
enteng. Filsafat itu pemikiran manusia belaka, begitu pikir mereka.
Pedahal segala macam ajaran agama itu apa kalau bukan filsafat juga?
Spiritualitas
juga begitu, isinya pemikiran belaka. Ada spiritualitas berdasarkan
aliran Sufi. Ada spiritualitas Kristen. Ada spiritualitas Buddhist.
Spiritualitas humanis. Spiritualitas agnostic. Spiritualitas atheist.
Isinya pemikiran belaka. Mereka berpikir bahwa kalau mencari Allah harus
berputar seperti baling-baling, contohnya. Dan itu sah saja,
mempraktekkan meditasi gaya baling-baling seperti dilakukan oleh
sebagian orang Sufi. Ada yg bilang spiritualitas berarti vegetarian atau
anti makan babi dan binatang lainnya seperti yg dipraktekkan oleh
sebagian orang Buddhist. Dan itu sah juga. Sebagian orang Hindu
mempraktekkan brahmachary atau tidak berhubungan sex. Dan itu oke pula.
Yg humanis menekankan kerja bakti sosial. Yg agnostik menekankan
universalitas. Dan yg atheist menekankan ilmu pengetahuan. Semuanya
spiritualitas.
Sebagian orang yg mengaku spiritualis itu
juga cuma menipu diri mereka sendiri saja. Mereka merasa telah dekat
kepada sang sumber, pedahal kalau benar ada sumber itu, maka kita tidak
akan lebih dekat atau lebih jauh. Kita cuma akan segitu-gitu saja.
Sumber itu apa? Napas kita? Kita selalu bernapas bukan? Dari lahir
sampai sekarang, dan bahkan sampai mati kita tidak akan lebih dekat dan
lebih jauh dari napas kita. Ada pula yg namanya intuisi, dan itu sesuatu
yg spontan datang dari alam bawah sada kita. Kita bisa langsung tahu
sesuatu tanpa lewat panca indra. Psikologi juga tahu yg namanya
intuisi, dan itu ada di semua orang kalau manusianya mau berjalan di
jalan yg biasa-biasa saja, tanpa memasukkan diri ke dalam kotak-kotak.
Kotak-kotak itu adalah yg memakai segala macam definisi, biasanya dari
agama-agama.
Spiritualis aliran ketinggalan jaman memang punya
banyak salah kaprah. Mereka memuja-muji Krishnamurti dan Osho, tanpa
tahu pesan yg diberikan oleh Krishnamurti dan Osho yg umumnya tidak
perduli dengan segala macam keharaman ini dan itu yg mungkin masih
dipercaya oleh orang-orang spiritual. Tingkat spiritualitas juga konsep
yg amburadul. Memang ada orang yg pengertiannya lebih komprehensif, dan
ada yg cetek. Yg cetek itu yg pakai banyak syariat. Orang spiritual
dewasa akan seperti Krishnamurti dan Osho yg tidak perduli dengan segala
macam label benar dan salah, mereka sudah keluar dari kotak-kotak.
Mereka sadar bahwa mereka sadar, dan mereka menjadi dirinya sendiri
saja. Makanya Joko mengajarkan orang untuk menjadi diri sendiri saja.
Para filsuf itu juga menggunakan intuisi, sebenarnya, walaupun mereka
tidak menyebutnya sebagai intuisi.
Di masa lalu filsafat disebut juga wisdom
atau kebijaksanaan. Kenapa? Karena pemikiran yg dikeluarkan tidak
menggunakan kata-kata seolah-olah itu berasal dari Allah. Kalau sudah
pakai kata Allah akan menjadi agama! Memang bisa dijelaskan secara
rasional. Dan ternyata segalanya biasa saja. Allah, pencerahan, sang
pencipta, semuanya ada disini dan saat ini saja. Anda sadar. Saya sadar.
Mau disebut sebagai kesadaran Allah, kesadaran Buddha, kesadaran
Kristus, atau tidak disebut dengan apapun tidak akan menjadi masalah.
Dan memang tidak perlu meditasi dengan kaki bersila seperti patung
Buddha. Meditasi cuma istilah, bermacam-macam jenisnya, dan bahkan bisa
disebut bukan dengan istilah meditasi. Kita semuanya meditator kalau
kita mau sadar bahwa kita sadar. Para filsuf itu meditasi juga, walaupun
mereka tidak sebut dengan istilah meditasi.
Kalau
merujuk kepada Allah maka pemikirannya disebut bersifat transendental,
pedahal semuanya pemikiran biasa saja. Metafisika itu pemikiran biasa
saja yg merujuk kepada konsep Allah. Istilah yg digunakan bisa
bermacam-macam, seperti transendental, imanen, dll. Dalam istilah
keagamaan menjadi ciri-ciri Allah seperti melampaui segalanya, berada di
dalam segalanya sekaligus di luar segalanya. Pemikiran belaka bukan?
Apakah ada yg bukan pemikiran di dalam agama? Allah itu konsep saja,
kita bisa buat konsep apapun tentang Allah.
Ada
berbagai tingkat spiritualitas, dan manusia bebas untuk kultivasi
spiritualitasnya berdasarkan jenis Allah yg seperti apa. Tetapi karena
Joko berbagi dengan banyak orang dari berbagai tingkatan, akhirnya dia
langsung saja bilang bahwa Allah itu konsep, dan yg ada cuma kesadaran.
Konsep itu relatif, abstrak, maya, adanya cuma di dalam pikiran kita.
Kesadaran tetap, mutlak. Kesadaran itu ada di tiap orang dari kita. Dan
yg namanya kesadaran adalah yg sadar thok itu. Sadar bahwa dirinya
sadar. Kesadaran bukanlah pemikiran, bukanlah tentang akhlak. Allah yg
ada di dalam agama-agama itu semuanya relatif. Relatif, tergantung
sikon. Konsep saja. Makanya agama bisa direformasi.
Reformasi agama berarti reformasi konsep Allah.
Walaupun
konsep Allah direformasi, kesadaran yg ada di manusia tetap saja.
Sepintar apapun atau sebodoh apapun, kesadaran yg ada di dirinya itu
tetap sama dengan kesadaran yg ada di orang lain. Yg berbeda adalah
jenis kesadaran kedua, yaitu yg kita kenal sebagai pengertian atau
pemahaman. Kesadaran sebagai pemahaman jelas berbeda. Ada pemahaman
kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Kesadaran sebagai pemahaman
kelas bawah memposisikan dirinya sebagai budak yg harus mengabdi kepada
agama, kepada guru, kepada syariat. Kesadaran sebagai pemahaman kelas
menengah dimiliki oleh mereka yg berusaha untuk hidup baik sekaligus
melarang orang lain untuk berbuat jahat. Mereka yg berada di kelas
tengah inilah yg paling rajin mencaci-maki karena mereka merasa telah
menemukan kebenaran, pedahal belum.
Mereka yg memiliki
kesadaran sebagai pemahaman tingkat atas adalah mereka yg telah
melepaskan segala macam agama dan syariatnya, termasuk telah melepaskan
konsep Allah dan berbagai akidahnya yg kita tahu cuma buatan saja.
Konsep saja. Bukan berarti orangnya ngawur. Orangnya bahkan bisa sangat
menghargai dan mengerti tentang hak asasi, demokrasi, azas privasi dan
kepatutan. Tetapi mereka yg telah berada di level pemahaman teratas ini
tentu saja tidak atau belum bisa dimengerti oleh mereka yg berada di
level pemahaman bawah dan menengah. Cepat atau lambat semua orang akan
mengerti. Tetapi diperlukan waktu. Manusia yg masih merangkak di bawah
harus dibimbing terus menerus melalui komunikasi yg terbuka dan apa
adanya.
Komunikasi yg terbuka dan apa adanya inilah yg
diharamkan oleh orang spiritual kelas menengah. Mereka pikir itu
melecehkan agama, merendahkan Allah. Pedahal apa yg diuraikan dengan
sejelas-jelasnya di dalam banyak buku yg anda baca dan di
tulisan-tulisan Joko Tingtong merupakan jalan pencerahan. Seperti itulah
caranya, yg manusiawi dan beradab. Melalui komunikasi yg terbuka dan
bukan melalui penghambaan manusia bebas kepada manusia lainnya. Bukan
melalui perbudakan oleh agama dan tradisi. Bukan pula melalui pemaksaan
konsep Allah yg telah kedaluwarsa.
Orang yg berada
di level bawah dan menengah akan selalu dipenuhi ketakutan bahwa
segalanya akan menjadi berantakan kalau manusia melepaskan konsep Allah
yg baku. Pedahal itu cuma hasil cuci otak belaka. Manusia dicuci otak
untuk berpegang kepada Allah seperti diajarkan agama, dan ditakut-takuti
bahwa kalau konsep itu dilepaskan, maka manusianya akan sesat. Pedahal
manusia tidak akan pernah sesat. Kesadaran yg ada di manusia itu tetap.
Baik manusianya beragama maupun tidak, kesadaran yg ada di dirinya itu
tetap.
Dan Joko mengajarkan untuk kultivasi kesadaran
yg tetap itu, yg ada di tiap orang dari kita. Caranya melalui meditasi
di cakra mata ketiga. Rasakan saja bahwa kita sadar. Sadar karena sadar.
Selalu sadar. Tidak tahu berasal dari mana dan akan pergi kemana.
Tetapi tidak perduli akan semua itu. Cuma sadar bahwa dirinya sadar. Aware. Dan itulah inti dari kultivasi spiritualitas pribadi. Di semua agama dan tradisi.
Itu essensinya, no more than that!
(Leonardo Rimba)
Label
spiritual
(134)
pajak
(40)
crochet pattern
(17)
Joko T.
(15)
Leonardo R.
(15)
aksesoris
(15)
gemstone
(15)
cuplikan/ringkasan
(14)
tutorial aksesoris
(13)
web SI
(13)
fashion
(10)
rajut
(10)
soliloquy
(6)
pengembangan diri
(5)
info dan aturan perpajakan
(4)
nengah hardiani
(4)
foto diri
(3)
jahit-menjahit
(3)
politik
(3)
ekonomi
(2)
English
(1)
berkebun
(1)
bermain jiwa
(1)
bisnis
(1)
foto
(1)
kesehatan
(1)
puisi
(1)
resep masakan
(1)
tarot
(1)
yoga
(1)
zodiak
(1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar