Kalau agama menjadi dasar kebijakan negara, siapa yg akan membuat
kebijakan? Apakah Allah? Tentu saja bukan. Kebijakan atau keputusan
apapun selalu dibuat oleh manusia. Atas nama Allah, tentu saja.
Dikonsepkan berasal dari Allah, pedahal itu keputusan manusia. Di
negara-negara terbelakang masih seperti itu situasinya. Mereka pakai
hukum yg konon diturunkan oleh Allah. Pedahal itu hukum-hukum manusia.
Manusia membuat hukum, dan bilang asalnya dari Allah.
Dewa-dewi dalam agama-agama kuno merupakan representasi dari aspek-aspek
tertentu di alam semesta. Bisa berupa aspek fisik, misalnya Dewa
Matahari. Simbol dari pemberi kehidupan. Bisa juga aspek kejiwaan
manusia, seperti Dewa Siwa, simbol dari kesadaran manusia. Dengan kata
lain, dewa-dewi ini cuma simbol saja, dan bukan realitas akhir atau
hakekat dari apa yg mau dikomunikasikan. Kuno artinya berasal dari jaman
dulu. Ada yg sudah punah, ada pula yg masih hidup seperti Hinduisme.
Peta saja, dan bukan wilayahnya. God atau Allah merupakan konsep, cara
bekerjanya sama seperti konsep dewa-dewi.
Peta pulau Jawa bukanlah pulau Jawa secara fisik. Dewa Siwa sebagai
simbol manusia adalah peta. Manusia seutuhnya adalah diri kita sendiri.
Kalau mau disimbolkan, harus digunakan banyak dewa-dewi. Ketika kita
menyembah Siwa, maka kita menyembah kesadaran kita sendiri saja. Salah
satu aspek dari kejiwaan kita, dan yg tertinggi memang. Dari kesadaran
itu muncullah segala sesuatu. Muncul dewa-dewi lainnya. Muncul asma-asma
Allah.
Elohim atau Allah yg muncul di bangsa Yahudi lain lagi. Mulanya
dikonsepkan bahwa ada Dewa yg berada diluar ciptaannya. Terpisah
sama-sekali, dan melakukan penciptaan. Ini konsep asli dari Elohim yg
tentu saja berubah terus. Lama kelamaan diperhalus oleh nabi-nabi Yahudi
yg muncul setelah Musa. Tetapi konsep dasarnya tetap sama saja, yaitu
bahwa ada Dewa yg berada diluar kesadaran manusia. Bahkan diluar alam
semesta.
Agama-agama di India, Cina dan Jepang tidak begitu. Disini, ada
pengertian bahwa manusia secara fisik dan kesadarannya sekaligus
merupakan bagian tak terpisahkan dari alam semesta. Berkaitan. Dan Dewa
yg memberikan hukum-hukum seperti Elohim tidak dikenal. Yg dikenal
adalah hukum-hukum alam biasa yg diberikan simbol sebagai Dewa-Dewi.
Dewa Bayu untuk simbol angin. Dewa Agni untuk simbol api, dll. Allah di
kebudayaan non semitik ini adalah gabungan dari semua dewa dewi itu, dan
lebih lagi... karena ada Allah yg tidak terdefinisikan.
Di India disebut Brahman, di Cina disebut Tao.
Di Bali juga ada, dengan simbolnya yg disebut Ongkara.
Di agama Yahudi, Allah didefinisikan sejak awal mula. Dan diajarkan
bahwa Allah ada di luar alam semesta ciptaannya. Allah pegang remote
control. Begitu pakemnya. Allah bisa mengirimkan bencana gempa bumi ke
Padang sebagai hukuman atas kelakuan Walikota Padang yg memaksa siswi
sekolah mengenakan jilbab. Dan kalau walikota Padang masih belum kapok
juga, maka bencana demi bencana akan datang terus menerus tidak ada
putus-putusnya. Allah menurut konsepsi Yahudi, Nasrani dan Islam selalu
seperti itu cara bekerjanya. Allah ada di depan monitor dan siap
meledakkan bagian bumi mana saja yg terlalu jahilliyah mau memaksakan
syariat. Aceh sudah kena tsunami. Padang kena gempa bumi, dan entah
wilayah mana lagi setelah ini.
Alasan bisa dicari-cari, tentu saja. Bisa bilang bencana datang karena
memaksakan jilbab. Bisa juga bilang sebaliknya, bencana datang karena
tidak pakai jilbab.
What's the difference? Apa bedanya?
(Joko T.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar