Dalam tradisi Samawi, yg namanya
Sorga dan Neraka merupakan konsep yg relatif baru. Ini konsep yg paralel dengan
konsep reinkarnasi dan moksha dalam agama-agama India (Hindu, Buddha).
Berkaitan dengan konsep Sorga dan Neraka, ada yg namanya dosa dan pahala. Jadi,
kalau pahala anda lebih banyak maka anda akan masuk Sorga. Dan kalau dosa anda
lebih banyak, maka anda akan masuk Neraka. Berkaitan dengan konsep reinkarnasi,
ada yg namanya karma dan dharma. Kalau karma anda lebih banyak daripada dharma
anda, maka anda akan lahir kembali ke dunia. Lahir dan mati bergantian sampai
akhirnya dharma anda telah cukup untuk bisa meninggalkan alam fisik dan moksha.
Moksha artinya tidak dilahirkan kembali.
Kedua konsep ini sebenarnya cuma
mau mengatur tata cara bermasyarakat. Mungkin kita bisa pakai istilah syariat
di sini. Ada syariat Yahudi, syariat Nasrani, syariat Islam, syariat Buddha, syariat
Hindu. Kalau masyarakat tetap statis, tidak berubah, segala macam syariat itu
bisa saja diterapkan. Masalahnya, kita sekarang berada di masyarakat paska
modern di mana kita tahu bahwa kita semua manusia bebas, yg memiliki HAM (Hak
Asasi Manusia). Karena kita memiliki HAM, artinya kita bisa memilih mau pakai
konsep apa dalam hidup kita sendiri. Kita tidak bisa memaksakan penerapan
ajaran agama di dalam domain publik atau kehidupan kemasyarakatan.
Kalau kita mau memaksakan ajaran
agama dalam kehidupan kemasyarakatan, jadinya akan seperti abad kegelapan di
Eropa.
Agama Jawa itu agama universal,
tidak perduli dengan segala macam kitab suci. Kalaupun ada rujukan kepada kitab
suci seperti ucapan kalimosodo dsb, maka yg diuraikan adalah arti filsafatnya,
arti essensinya, dan bukan arti harafiah. Budaya Jawa itu sinkretik dalam arti mengakomodir
segala macam yg masuk. Kalaupun ada yg asli, yg asli adalah kemampuan untuk melakukan
sinthesis dari berbagai macam pemikiran.
Ada kepercayaan terhadap leluhur
dan alam semesta sebagai budaya Jawa yg benar-benar asli.
Setelah itu muncul Hindu dengan
kepercayaan kepada berbagai dewa dewi, yg tidak lain dan tidak bukan merupakan
konsep saja. Dewa Bayu itu konsep elemen udara. Dewa Surya itu konsep tentang
matahari. Dewi Ratih itu konsep tentang bulan, dsb.
Lalu muncul ajaran Buddha yg
mengajarkan bahwa semua manusia itu potensial menjadi Buddha juga kalau mau
menerapkan ajaran budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Dan mulailah era
budi pekerti dalam masyarakat Jawa. Bukan lagi hanya terhadap keluarga dan sahabat
dekat saja, tetapi welas asih itu juga sekarang diterapkan untuk tetangga dan
warga kampung sebelah.
Lalu masuk Islam dengan konsepnya
tentang ukhuwwah, persaudaraan. Sultan Agung berpikir bahwa ber-ukhuwwah dengan
Turki dan jajahannya akan bisa membantunya menjadi panembahan bagi seluruh
Pulau Jawa, ternyata tidak. Tetapi sudah tanggung, Islam sudah masuk, dan
konsep ukhuwwah itu akhirnya diterima juga dengan catatan. Ada yg saudara, dan
ada yg musuh.
Ukhuwwah sesama muslim melebarkan
sayap kesadaran Jawa sehingga tidak hanya sebatas dengan mereka yg ber-bahasa
Jawa saja, melainkan juga dengan mereka yg beragama Islam, apapun bahasanya.
Lalu masuk Nasrani dengan
konsepnya tentang persaudaraan seluruh umat manusia. Allah itu bapak, dan
seluruh manusia itu anak-anaknya. Dan yg paling penting dari Nasrani adalah konsepnya
tentang Hak Asasi Manusia.
Kebudayaan Jawa mengamati dengan
jelas segalanya itu, dari era animisme dinamisme, era Hindu, era Buddha, era
Islam, era Nasrani, dan bahkan sampai era Spiritual.
Spiritualitas modern sudah masuk
ke Pulau Jawa bahkan ketika Belanda masih bercokol di Indonesia. Madame
Blavatsky, aliran Theosophi, dan berbagai varian-nya sudah memiliki ribuan pengikut
di Jawa ketika Belanda ditendang dan Jepang masuk. Aliran Theosophi adalah
salah satu pendorong dari gerakan Hak Asasi Manusia, walaupun tidak langsung,
yg akhirnya membuahkan Piagam HAM Universal oleh Perserikatan Bangsa Bangsa di
tahun 1948.
Dan kebudayaan Jawa tetap eksis,
men-sinthesis-kan segalanya, bahkan sampai saat ini dan entah sampai kapan
lagi. So, segalanya itu sambung menyambung dan kita tidak bisa stop dan berkutat
di satu tahapan saja.
Tetapi ada pengalaman-pengalaman
manusiawi, emosi-emosi, pemikiran-pemikiran, hubungan-hubungan antar manusia
juga. Dan ini semua merupakan bagian dari "pengalaman" Tuhan dan disimpan
di dalam memory kita manusia. Ada memory kita pribadi, dan ada memory orang-orang
lainnya yg bisa juga kita "sadap" kalau kita mau.
Memory manusia sifatnya astral,
bisa di-akses juga kalau kita mau kontemplasi. Anda bisa kontemplasi tentang
Sidharta Gautama, dan anda bisa akses pikiran yg ada di dalam kesadarannya.
Anda bisa kontemplasi tentang Yesus, tentang Sultan Agung, bahkan tentang Daendels
yg menyatukan Pulau Jawa secara fisik dengan jaringan transportasinya dari
Anyer sampai Panarukan. Coba saja kalau mau.
Tapi itu tidak berarti bahwa anda
pernah hidup sebagai orang itu, walaupun anda juga tidak dilarang untuk mengaku
sebagai reinkarnasi dari Sultan Agung, Daendels, Snouck Hurgronye, Ibu Kartini,
Cleopatra, dll.
Reinkarnasi itu belief system,
sistem kepercayaan, dan selama tidak membahayakan manusia lainnya tentu saja
bisa di-kultivasi juga.
(e-book)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar