1 Nov 2014

Modus Anggota DPR

 Sebagai relawan spiritual kita di belakang layar, bergerak di bawah tanah, menyelusup ke relung terdalam tempat orang memasang santet dan pelet. Tapi kira aliran menetralkan. Terlalu hitam kita kasih putih. Terlalu putih kita kasih hitam.

 oleh Leonardo R. :

Sekarang saya kasih tahu kenapa Bali bisa begitu cepat makmur, harga tanah melunjak dikasih hati minta jantung. Lalu saya bilang jangan pakai jantung tapi pakai mata ketiga saja. Ini jawabnya, yaitu karena Bali wilayah yg paling aman di Indonesia. Memang orang Bali paling relijius, tetapi tidak usil. Toleran terhadap turisme yg suka telanjang atas bahkan telanjang bawah, asal dilakukan pada tempatnya. Tidak membedakan agama orang, karena menurut orang Bali semuanya seagama. Artinya semuanya tidak kacau. Kalau anda tidak kacau maka anda beragama. Itu sudah cukup. Bandingkan dengan Lombok Barat, yg walaupun tinggal menyeberang saja dari Bali tapi turis masih kuatir. Karena di Lombok Timur ada kerajaan Jin. Atau di bagian-bagian Sumatera dimana kerajaan antah berantah berusaha merajam inisiatif masyarakat. Anda ditaruh di dalam kotak dan dipaksa untuk mensyukuri nikmat Allah. Akibatnya otak anda tidak berjalan. Penuh ketakutan. Ingin makmur tapi takut masuk neraka. Anda ragu untuk bilang bahwa neraka diciptakan oleh kaum pemaksa. Jadi Lombok Barat memang aman, tetapi tetap masih ada Kerajaan Jin di Lombok Timur. Itulah yg menyebabkan Lombok Barat tidak bisa semaju Bali. Saya tahu sudah ada usaha habis-habisan dari mereka di Lombok Barat untuk meyakinkan pegiat dan penikmat pariwisata. Mereka tahu betapa menggiurkannya uang leha-leha yg dikucurkan tanpa memikirkan masa depan dan masa lalu. Tetapi cuma berhasil sampai titik tertentu. Ada batas gaib yg perlu ditangani. Tidak perlu basa basi lagi.

Sebagai relawan spiritual kita di belakang layar, bergerak di bawah tanah, menyelusup ke relung terdalam tempat orang memasang santet dan pelet. Tapi kira aliran menetralkan. Terlalu hitam kita kasih putih. Terlalu putih kita kasih hitam. Kita tidak suka belang-belang karena itu warna ular biludak. Berbilur dan berbedak. Ada bekas cupang dan bedaknya tebal. Bisa berkoalisi dengan tujuan untung. Modal nyalon harus bisa balik. Paling tidak harus pas atau break even. Yg kemungkinan besar susah di jaman revolusi mental ini. Kalau anggota geng rumpi tidak balik modal bagaimana? Konsekwensi ditanggung sendiri. Sudah habis 10 M, dan mengharapkan dapat untung dari jual suara. Jual beli suara. Beli suara anda dan jual suaranya sendiri. Seperti pengamen jalanan. Jadi, untuk buat undang undang ada harganya. Siapa mampu bayar akan diuntungkan. Asal keluar fasilitas rapat di hotel. Lengkap dengan alat perapat artifisial, tapi hidup. Belum dipandang sudah hidup, apalagi dipegang. Akan menjerit astagfirullah. Maklum lukanya belum kering, mungkin tidak akan pernah kering. Jadi biar saja karena mereka juga suntuk belum dibayar. Mungkin tidak akan pernah dibayar lagi. Yg janji bayar sudah pulang mengurus binatang, yg konon lebih baik dari orang. Binatang berperikemanusiaan, dan manusia berperikebinatangan. Kesimpulannya, semua ini soal peri. Dari bahasa Inggris. Tulisannya fairy. Dibacanya peri. Makhluk halus asal Eropa. Makanya agak galaw di tanah air Indonesia. Gara-gara pakai peri. Akhirnya jadi perihkemanusiaan.

Secara konkritnya, menurut pendapat saya motivasi anggota DPR kebanyakan cuma kantong pribadinya sendiri. Bagaimana supaya modal yg sudah dikeluarkan bisa balik kembali dengan untung berlipat. Kalaupun ada ideologi, tidak beda banyak. Ideologi garis miring pakai ulama, sasarannya uang umat. Pembengkakan proyek keagamaan sehingga bisa menggemukkan sapi. Baik sapi asli maupun sapi jadi-jadian. Ideologi garis silang lebih umum proyeknya, menjarah kemana-mana. Membuat lubang dan meminta subsidi negara. Atau menutup lubang-lubang yg tentu saja akan membuka sendiri setiap tahun. Bisa makmur dari pengucuran uang untuk menutup lubang. Yg digunakan untuk membuat lubang lagi. Dari situ harus bayar biaya pemerasan partai. Partai politik memungut pajak dari anggotanya yg menjadi anggota DPR. Sepersekian dari gaji. Jadi, kalau tidak ada minyak curah mungkin anggota DPR cuma cukup untuk hidup sehari-hari saja. Tidak bisa meringankan beban anak cucu sendiri, apalagi anak cucu orang. Makanya harus jeli melihat kesempatan mengobyek. Bukan mengojek yg berarti menarik motor. Tapi sama-sama tukang, cari makan. Bukan mengikuti slogan idealis demi nusa dan bangsa. Itu basi basi. Bahasa yg sudah basi. Hanya untuk kesempatan tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar