T
= Tulisan anda berjudul "Pengalaman Relijius menurut William James"
(ada di dalam buku “Pelangiku Warna Ungu”) sangat mencerahkan Mas Leo, terima
kasih. Namun apakah hanya orang Protestan yang mengalami lahir dua kali? Apakah
orang-orang beragama lain juga bisa lahir dua kali? Ada yang mengatakan bahwa,
jika manusia yang berada di dalam kesulitan berusaha mencari Tuhan, ada dua
kemungkinan yang didapatkannya:
1)
Menemukan Tuhan dan mendapatkan kekuatan yang di luar batas kemampuannya untuk
berevolusi dan mampu menyelesaikan masalahnya melalui pengertian yang mendalam
mengenai kehidupan.
2)
Terpeleset kedalam kekuasaan iblis yang pada akhirnya kekuatan yang
didapatkannya tersebut akan mampu dimanfaatkan demi merusak segala sesuatu.
Bagaimana menurut anda?
J
= William James juga seorang filsuf dari aliran "Pragmatisme" . Jadi,
James akan bertanya tentang utilitas atau kegunaan dari suatu konsep abstrak yg
tidak bisa dibuktikan seperti Surga, Neraka, Allah, dll. Nah, nilai dari suatu
konsep (hasil pemikiran) akan ditentukan oleh kegunaannya atau utilitasnya.
Contoh, kita bisa bertanya:
1)
Kalau percaya kepada Allah, lalu apa yg akan dilakukan oleh orang itu?
2)
Apa bedanya antara orang yg mengaku percaya kepada Allah dan orang yg tidak
percaya kepada Allah?
Kalau
ternyata tidak ada bedanya, maka konsep itu tidak berarti alias cuma pemanis
bibir saja. Yg penting apa bedanya, apa utilitasnya, apa kegunaannya.
Nah,
manusia itu memiliki pilihan untuk percaya kepada apa saja. Mau percaya kepada
Allah is ok saja, mau tidak percaya juga ok saja. Tetapi memang apa yg kita
percayai bisa menentukan apa yg akan kita lakukan. Contoh, kalau percaya bahwa
Allah itu menuntut kurban kambing, maka orangnya akan potong kambing karena
ingin dapat pahala masuk surga dengan cara potong kambing blah blah blah...
Orang lain yg tidak percaya segala macam kurban tentu saja akan berjalan terus
tanpa terpengaruh oleh apapun. So, everything will depend on what you believe.
James
sebenarnya secara intuitif tahu bahwa segalanya itu cuma konsep saja. Allah itu
konsep.
Iblis
juga konsep. Konsep Allah tidak bisa hidup tanpa adanya konsep Iblis. Kalau
anda percaya kepada Allah maka anda mutlak percaya juga kepada Iblis sebagai
"kambing hitam" untuk menyalahkan segala sesuatunya. Kalau ada yg
salah menurut Allah, pastilah itu pekerjaan Iblis.
Very
easy. Pedahal Allah dan Iblis itu cuma konsep yg adanya di dalam pikiran si
manusia sendiri.
Tetapi
memang benar bahwa ada orang yg bisa mengalami "kelahiran kembali"
ketika konsep tentang "Allah" itu benar disadarinya. Ketika orang
merasakan bahwa Allah hidup di dalam Kesadaran di dirinya, maka orangnya
dikatakan sebagai "lahir kembali". Nah, Allah itu bias berbentuk
konsep dan nama yg berbeda, tergantung dari budaya orang itu sendiri. Bisa
dibilang sebagai "Buddha", bisa dibilang sebagai "Shiva",
bisa dibilang sebagai "Ganesha”, dll.
Yang
bisa memberikan kekuatan kepada konsep Allah atau Iblis itu pikiran yg ada di
diri anda. Kalau anda percaya bahwa Allah bisa membantu anda, maka terbantulah
anda oleh Allah. Kalau anda percaya bahwa yg bekerja adalah pikiran anda
sendiri dan Allah itu konsep yg sudah out-of date, maka anda akan bisa berjalan
apa adanya saja tanpa perlu merepotkan diri dengan segala ritual dan syariat.
Manusia Post Modern sudah bisa meninggalkan konsep tentang Allah yg dibuat
ratusan atau bahkan ribuan tahun lalu. Ternyata kita bisa hidup biasa saja dan
apa adanya tanpa harus meribetkan diri seperti manusia masa lalu yg harus
selalu berkutat dengan Allah dan Iblis dalam berbagai bentuk dan namanya.
Nah,
proses "lahir kembali" akan selalu berjalan terus, apapun latar
belakang orangnya. Kalau orangnya percaya Allah, maka Orangnya akan merasa
"dekat" dengan Allah setelah mengalami katharsis dimana dirinya
merasa "bertemu" dengan Allah. Tetapi tentu saja ini semua berjalan berdasarkan
belief system, ada sistem kepercayaan disini. Kelahiran kembali itu cuma
istilah saja dan mungkin hanya belief system yg total mengajarkan kejujuran
terhadap diri sendiri seperti Protestantisme dan Buddhisme yg lebih bisa
membawa penganutnya untuk "lahir kembali".
Agama
yg menekankan ritual biasanya tidak memiliki banyak pengikut yg "lahir
kembali" karena segalanya berjalan secara mekanistik, ritualistik, dan
memang tidak ada "pertemuan" antara batin si penganut kepercayaan itu
dengan sesuatu yg disembahnya. Pedahal, yg namanya "pertemuan" itu
sangat penting agar kita bisa "lahir kembali" ketika kita akhirnya
bisa face to face dengan sesuatu yg kita hidupkan di dalam pikiran kita. Lalu
kita merasa bertemu dengan oknum itu, lalu hidup kita berubah, dsb... walaupun
akhirnya kita juga akan sadar bahwa kita cuma bermain dengan pikiran di diri
kita sendiri saja.
Malah,
bisa saja yg "lahir kembali" itu adalah orang yg dididik dalam agama
tradisional dan akhirnya merasa dibohongi. In all cases, orang itu dikatakan
"lahir kembali" ketika dia bisa lebih menjadi dirinya sendiri.
Akhirnya proses itu bisa juga dikatakan sebagai Proses menjadi diri sendiri.
Semakin lama kita semakin menjadi diri sendiri walaupun jalannya itu banyak.
Bisa dari theis menjadi atheist. Bisa dari atheist menjadi theist. Bisa dari
theist suam-suam kuku menjadi theist fanatik. Dan bisa juga dari theist fanatik
menjadi theist yg toleran, everything is possible.
Kalau
saya sendiri berpendapat bahwa akhirnya segalanya itu nothing. Kita akhirnya
akan sadar sendiri bahwa apapun yg kita percayai akan bisa kita lihat melalui
kejadian sehari-hari (namanya sinkronisitas) . Bisa juga kita lihat melalui
mimpi, penampakan, dlsb.. yg semuanya merupakan simbol belaka. Yg hakiki itu
tidak akan kita pernah lihat. Sampai kapanpun kita tidak akan bertemu dengan
Allah karena yg kita temukan hanya merupakan refleksi atau manifestasi dari apa
yg kita sebut Allah. Kita merupakan manifestasi dari Allah yg asli, dan hanya
bisa bertemu dengan manifestasi lainnya. Manifestasi bertemu dengan
manifestasi. Air bertemu dengan Air.
Api
bertemu dengan Api. Kesadaran bertemu dengan Kesadaran. Dan Kesadaran itu cuma
satu.
Semuanya
itu Kesadaran, walaupun saat ini sedang bermain dengan segala macam
eksperimen.. .
The
game bisa dinamakan: "Let's Pretend". Let's pretend that we are
creation and there is a creator. Pedahal kita sendiri the creator itu.
sumber: salah satu e-book karya Leonardo R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar