Kartu Tarot
dibuat berdasarkan simbol-simbol arkais yang ada dalam mite (myth). Apa itu mite? Mite adalah entitas
yang hidup dalam nirsadar kolektif manusia (collective
unconscious). Manifes dalam dongeng, cerita rakyat, legenda, mimpi, dan
bentuk-bentuk fantasi lain. Mite bersifat komunal, ia bisa merupakan share
kisah yang ada pada suatu budaya di suatu masyarakat, bisa pula memiliki
universalitas yang lebih luas. Simbol arkais itu sendiri, adalah jejak-jejak
purba yang berasal dari jaman dahulu. Jejak-jejak ini secara turun temurun
tetap hidup dan eksis dalam alam nirsadar yang dimiliki secara bersama oleh
umat manusia.
Sampai di sini
anda bisa jadi masih meragukan mengenai adanya nirsadar kolektif. Bagaimana
kita dapat menyatakan bahwa kita semua mempunyai suatu pikiran bawah-sadar yang
sama, padahal terdapat begitu banyak perbedaan antara satu budaya dengan budaya
yang lain? Masyarakat dalam Budaya Islam mengharamkan babi, sementara budaya
Bali justru memakan babi. Bahkan dalam budaya yang samapun, satu orang bisa
berpikiran bahwa “merah” menyimbolkan hari libur, sedangkan yang lain bisa saja
menyimbolkan kemarahan.
Itu semua benar.
Namun, di sini perlu kita telaah lebih cermat lagi bahwa perbedaan tafsir
terhadap simbol itu berasal dari nirsadar-personal kita, bukan berasal dari
akar kolektif kita. Jung menelaah mite-mite dari berbagai budaya dengan sangat
rinci, sehingga ketika ia mengungkapkan konsep nirsadar kolektif, ia juga
menyadari betapa berbedanya budaya-budaya itu. Tetapi, perbedaan-perbedaan itu
tidak menutupi fakta bahwa dari masa ke masa dan di tempat yang berlainan
muncul keserupaan-keserupaan yang ajaib. Seorang gadis muda di Swiss bisa
bermimpi tentang seorang putri yang lari dari kejaran dan melarikan diri ke
bulan, tanpa pernah mendengar mite China yang memiliki alur sama persis. Atau
seorang pedalaman Afrika bisa bermimpi tentang seorang pria yang mati disalib
dan kemudian hidup kembali, walau kisah kematian dan kebangkitan kembali Yesus
belum pernah mencapai desanya yang terpencil[1].
Apakah keserupaan
itu hanya semacam kebetulan belaka? Jika keserupaan itu sangat jarang, bisa jadi
kebetulan merupakan penjelasan yang masuk akal. Namun, kepakaran Jung dalam
berbagai budaya dan tradisi dari berbagai penjuru dunia memungkinkan dia untuk
membuat hubungan yang sering antara mimpi pasien dan mite, ritual, serta
simbol-simbol budaya lain. Itu merupakan satu contoh prinsip akausal Jung yang
disebut sinkronisitas[2].
Jung menjelaskan
simbol-simbol dalam mite sebagai arketipe (archetype)
atau arkais (archaic). Arketipe
berasal dari kata arkhe, yang sebenarnya merupakan gambaran entitas purba yang
eksis dalam tataran nirsadar kolektif. Arketipe memuat motif-motif tertentu
yang muncul dalam mite dan dongeng di berbagai tempat. Arketipe membuat orang
terkesan, mempengaruhi, mempesona dan mengaktivasi suatu energi psikologis
dalam diri individu.
Dalam psikologi
Jung, digambarkan bahwa setiap manusia memiliki ‘guru’ dalam dirinya. Jung juga
mengatakan bahwa manusia lahir ke dunia dalam kondisi tak utuh, alias terbelah
dalam berbagai elemen yang bahkan satu sama lain bisa pula bertentangan. Lebih
jauh, ada pula elemen-elemen yang hilang dari seseorang yang mesti dicari.
Dalam perjalanan hidupnya, Jung berasumsi bahwa manusia digerakkan oleh energi reflektif
untuk menuju individuasi. Untuk mencapai arketipe self atau keutuhan yang kerap
disimbolkan sebagai Mandala.
Namun, ada sisi
lemah dalam pemikiran Jung ini, yaitu pada realitanya manusia tak selalu
digerakkan oleh energi reflektif yang mengarahkannya pada individuasi. Banyak
pula yang digerakkan oleh energi libidinal yang lebih mengarah pada pemuasan
hasrat. Sisi ini, dijelaskan secara tepat oleh Freud dan kemudian diteruskan
oleh Jacques Lacan. Pemikiran Jung, sebenarnya saling melengkapi jika
digabungkan dengan pemikiran Lacan. Ini karena Jung membahas mengenai manusia
yang digerakkan oleh energi reflektif, sedangkan Lacan membahas manusia yang
digerakkan oleh energi libidinal. Pada realitanya, memang manusia terbagi dalam
dua jenis, yaitu yang digerakkan oleh energi reflektif dan yang digerakkan oleh
energi libidinal.
[1]
Stephen Palmquist; (2005); Fondasi Psikologi Perkembangan: Menyelami Mimpi,
Mencapai Kematangan Diri; saduran Muhammad Sodiq; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal.
264
[2]
Stephen Palmquist; (2005); Fondasi Psikologi Perkembangan: Menyelami Mimpi,
Mencapai Kematangan Diri; saduran Muhammad Sodiq; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal.
264-265
(psikologi tarot)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar