http://pajak.go.id/peraturan_tkb
Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-14/PJ/2013
Ditetapkan tanggal 18 April 2013
BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL
26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
KEMENTERIAN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-14/PJ/2013
TENTANG
BENTUK,
ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa untuk lebih memberikan
kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Pemotong PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam melaporkan pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
|
||
|
|
b.
|
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata
Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 152/PMK.03/2009;
|
||
|
|
c.
|
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 22 Ayat (9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak
atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi;
|
||
|
|
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26;
|
||
|
|
|
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan;
|
||
|
|
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
181/PMK.34/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009;
|
||
|
|
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang
dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
|
||
|
|
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi;
|
||
|
|
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.011/2012 tentang Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan dengan
Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya
yang tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
|
||
|
|
8.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan
Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara
Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);
|
||
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
TENTANG BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
1
|
||||
|
Dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini yang dimaksud dengan:
|
||||
|
1.
|
Kantor Pelayanan Pajak yang
selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 terdaftar.
|
|||
|
2.
|
Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disebut dengan KP2KP adalah Kantor
Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang berada dalam wilayah
KPP.
|
|||
|
3.
|
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 yang selanjutnya disebut dengan Pemotong adalah Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
|
4.
|
Penerima Penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai subjek pajak dalam
negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, dari Pemotong sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun
bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
|
|||
|
5.
|
Penerima Penghasilan yang Dipotong
PPh Pasal 26 adalah orang pribadi dengan status sebagai subjek pajak luar
negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, dari Pemotong sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun
bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
|
|||
|
6.
|
Penerima Penghasilan adalah
Penerima Penghasilan yang meliputi Penerima Penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 dan/atau Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
|
|||
|
7.
|
e-SPT adalah data SPT Pemotong dalam bentuk elektronik yang
dibuat oleh Pemotong PPh dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
|
8.
|
Media elektronik adalah sarana
penyimpanan data elektronik yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari
suatu komputer ke komputer lainnya, antara lain Flash Disk dan Compact
Disc (CD).
|
|||
|
9.
|
e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line
yang real time melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id)
atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
2
|
||||
|
(1)
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal
26) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
terdiri dari:
|
|||
|
|
a.
|
Induk SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721);
|
||
|
|
b.
|
Daftar Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan
Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara
dan Pensiunannya -(Formulir 1721-I);
|
||
|
|
c.
|
Daftar Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-II);
|
||
|
|
d.
|
Daftar Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 (Final) - (Formulir 1721-III);
|
||
|
|
e.
|
Daftar Surat Setoran Pajak (SSP)
dan/atau Bukti Pemindahbukuan (Pbk) untuk Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-IV);
|
||
|
|
f.
|
Daftar Biaya - (Formulir 1721-V);
|
||
|
|
sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini terdiri dari:
|
|||
|
|
a.
|
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 (Tidak Final) atau Pasal 26 - (Formulir 1721-VI);
|
||
|
|
b.
|
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 (Final) - (Formulir 1721-VII);
|
||
|
|
c.
|
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala - (Formulir 1721-A1);
|
||
|
|
d.
|
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Bagi Pegawai Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia
atau Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara atau Pensiunannya
- (Formulir 1721-A2);
|
||
|
|
sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Tata cara pengisian SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
3
|
||||
|
(1)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:
|
|||
|
|
a.
|
formulir kertas (hard copy);
atau
|
|
|
|
|
b.
|
e-SPT.
|
|
|
|
(2)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun e-SPT
dapat digunakan oleh Pemotong yang:
|
|||
|
|
a.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari
tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang
jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
|
||
|
|
b.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
(Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua
puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
|
||
|
|
c.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua
puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
|
||
|
|
d.
|
melakukan penyetoran pajak dengan
SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen
dalam 1 (satu) masa pajak.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
(3)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk e-SPT wajib digunakan oleh Pemotong yang:
|
|||
|
|
a.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan
hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara
Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya
yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
|
||
|
|
b.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
(Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
|
||
|
|
c.
|
melakukan pemotongan PPh Pasal
21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
|
||
|
|
d.
|
melakukan penyetoran pajak dengan
SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam
1 (satu) masa pajak.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
(4)
|
Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy),
bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak boleh
diubah.
|
|||
|
(5)
|
Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 disampaikan dalam bentuk e-SPT, Pemotong harus menggunakan
aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
4
|
||||
|
Pemotong yang telah menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT tidak
diperbolehkan lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) untuk masa-masa pajak berikutnya.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
5
|
||||
|
(1)
|
Pemotong dianggap tidak
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal SPT Masa PPh
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak
disampaikan dalam bentuk e-SPT.
|
|||
|
(2)
|
Pemotong dianggap tidak
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
|||
|
(3)
|
Pemotong sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
6
|
||||
|
(1)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dapat disampaikan oleh Pemotong dengan cara:
|
|||
|
|
a.
|
langsung ke KPP atau KP2KP;
|
||
|
|
b.
|
melalui pos dengan bukti
pengiriman surat ke KPP;
|
||
|
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP; atau
|
||
|
|
d.
|
e-filing yang tata cara penyampaiannya diatur dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
(2)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 yang disampaikan oleh Pemotong dengan cara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, b dan c meliputi SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
yang berbentuk:
|
|||
|
|
a.
|
formulir kertas (hard copy);
dan
|
||
|
|
b.
|
e-SPT yang disampaikan dalam media elektronik.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
7
|
||||
|
(1)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) tidak perlu dilampiri
dengan:
|
|||
|
|
a.
|
Formulir 1721-I dalam hal tidak
ada pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap, Penerima Pensiun, Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan
Pensiunannya;
|
||
|
|
b.
|
Formulir 1721-II dalam hal tidak
ada pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan Pasal 26 dengan menggunakan
Formulir 1721-VI;
|
||
|
|
c.
|
Formulir 1721-III dalam hal tidak
ada pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan menggunakan Formulir 1721-VII;
|
||
|
|
d.
|
Formulir 1721-IV dalam hal tidak
ada penyetoran dan pemindahbukuan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dengan
menggunakan SSP dan Bukti Pbk;
|
||
|
|
e.
|
Formulir 1721-V dalam hal Pemotong
wajib menyampaikan SPT Tahunan;
|
||
|
|
f.
|
Formulir 1721-VI;
|
||
|
|
g.
|
Formulir 1721-VII;
|
||
|
|
h.
|
Formulir 1721-A1;
|
||
|
|
i.
|
Formulir 1721-A2;
|
||
|
(2)
|
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk e-SPT harus disampaikan dengan disertai Induk SPT Masa
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
8
|
||||
|
(1)
|
Dalam hal Pemotong melakukan
penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT
Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak sampai dengan Masa Pajak
November 2013 yang dilakukan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan
menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Dalam hal Pemotong melakukan
penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT
Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak Desember 2013 yang
dilakukan:
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
sampai dengan tanggal 20 Januari
2014, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan
formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ /2009 tentang Bentuk
Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 danjatau Pasal
26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal
26;
|
||
|
|
b.
|
setelah tanggal 20 Januari 2014,
penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan
formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
9
|
||||
|
Pada saat Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal
10
|
||||
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 April 2013 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A. FUAD RAHMANY
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar