30 Okt 2014

PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi, dobel pajak ?

Saya kan sudah dipotong pajak oleh perusahaan, kalau saya punya NPWP nanti apa tidak dobel bayar pajaknya ? Begitulah sebuah pertanyaan dari seorang teman yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Selain itu ada lagi yang bertanya, boleh tidak saya bayar pajak sendiri, tidak usah dipotong oleh perusahaan ? 

sumber : http://aguswinarno.blogspot.com/2008/11/pph-pasal-21-dan-pph-orang-pribadi.html

29 Mei 2013

Saya kan sudah dipotong pajak oleh perusahaan, kalau saya punya NPWP nanti apa tidak dobel bayar pajaknya ? Begitulah sebuah pertanyaan dari seorang teman yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Selain itu ada lagi yang bertanya, boleh tidak saya bayar pajak sendiri, tidak usah dipotong oleh perusahaan ?
Pertanyaan ini adalah respon atas informasi dari saya mengenai kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak yang sedang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, khususnya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan. Dalam artikel ini kita akan membicarakan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi khusus bagi kita yang berstatus sebagai karyawan.
Dalam Pasal 2 Perdirjen Pajak No.PER-16/PJ/2007 diatur bahwa setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham / pemilik dan pegawai dengan penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) wajib mendaftarkan diri pada KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan kepadanya diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
 
Pemotongan PPh Pasal 21
Sebagai karyawan yang memperoleh penghasilan dari perusahaan, tentunya gaji dan tunjangan kita akan dipotong pajak oleh perusahaan apabila jumlah penghasilan netonya melebihi PTKP. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.
Pemotongan PPh Pasal 21 ini merupakan kewajiban perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) UU No.7 Th.1983 tentang PPh sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.36 Th.2008 bahwa pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Jadi perusahaan selaku Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 22 Ayat (4) Permenkeu No.252/PMK.03/2008. Oleh perusahaan, pajak ini disetorkan dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) ke kantor pos atau bank BUMN/BUMD, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Setelah menyetorkan pajak, perusahaan melaporkannya ke KPP dengan menggunakan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa PPh Pasal 21 paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak. SPT Masa PPh Pasal 21 tetap wajib dilaporkan oleh perusahaan ke KPP walaupun nilainya nihil.
Di akhir tahun, perusahaan akan menyusun laporan SPT Masa PPh Pasal 21 (Formulir 1721) Masa Pajak Desember untuk dilaporkan ke KPP. Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Perdirjen Pajak No.PER-31/PJ/2012, perusahaan sebagai pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama satu bulan setelah tahun kalender berakhir. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun memakai Formulir 1721-A1, sedangkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi PNS, anggota TNI / Polri, pejabat negara dan pensiunannya memakai Formulir 1721-A2.
 
PPh Orang Pribadi
Nah, bagaimana dengan kewajiban karyawan yang telah memiliki NPWP ? Kita selaku Wajib Pajak Orang Pribadi juga wajib mengisi SPT, yaitu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770 S atau 1770 SS), dan menyampaikannya ke KPP tempat kita terdaftar, paling lama tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Formulir 1770 SS dipergunakan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,- setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan atau bunga koperasi. Di formulir sangat sederhana yang hanya 1 lembar ini, kita cukup mengisikan identitas, jumlah harta dan jumlah utang, dilampiri dengan fotokopi Formulir 1721-A1 atau 1721-A2.
Formulir 1770 S dipergunakan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, dari dalam negeri lainnya dan atau yang dikenakan PPh Final. Di formulir sederhana ini, kita masukkan angka penghasilan kita dan pengurang-pengurangnya, sampai didapatkan angka PPh Terutang. Setelah itu kita masukkan angka PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan (lampirkan fotokopi Formulir 1721-A1 atau 1721-A2), dan angka ini akan mengurangi PPh Terutang, yang dalam dunia perpajakan diistilahkan dengan dikreditkan. Tentunya setelah dikurangi dengan kredit pajak angkanya akan klop, sehingga PPh yang kurang dibayar adalah nihil.
Apakah ribet dan sulit mengisi formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770 S ? Sebenarnya kita hanya memindahkan angka-angka dari Formulir 1721-A1 atau 1721-A2, yang mana perusahaan telah menyusun angka-angka dan perhitungannya di situ. Sudah menjadi hak kita sebagai karyawan untuk meminta Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 kepada perusahaan. Dan apabila masih menemui kesulitan dalam pengisian SPT, kita dapat meminta bimbingan dan konsultasi kepada petugas Account Representative (AR) yang ada di KPP tempat NPWP kita terdaftar, tentunya petugas akan memberikan pelayanan gratis tanpa memungut biaya apa pun.
 
Menghitung PPh Pasal 21
Berapa besarnya pajak yang dipotong oleh perusahaan terhadap penghasilan karyawan ? Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, berikut ini langkah-langkahnya :
Langkah 1 :
Hitung jumlah Penghasilan Bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan Penghasilan Bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Langkah 2 :
Hitung jumlah Penghasilan Neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi Penghasilan Bruto sebulan dengan Biaya Jabatan, iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua (JHT), iuran Tunjangan Hari Tua (THT) yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
Besarnya Biaya Jabatan adalah adalah 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya sebagai berikut :
Perdirjen Pajak
No.PER-15/PJ/2006
(berlaku sebelum
01-01-2009)
Perdirjen Pajak
No.PER-31/PJ/2009
(berlaku mulai
01-01-2009)
setahunRp 1.296.000,-Rp 6.000.000,-
sebulanRp 108.000,-Rp 500.000,-
Langkah 3 :
Hitung Penghasilan Neto setahun, yaitu jumlah Penghasilan Neto sebulan dikalikan 12.
Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka Penghasilan Neto setahun dihitung dengan mengalikan Penghasilan Neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.
Langkah 4 :
Hitung Penghasilan Kena Pajak, yaitu sebesar Penghasilan Neto setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya PTKP adalah sebagai berikut :
Undang-Undang
No.36 Th.2008
(berlaku sebelum
01-01-2013)
Permenkeu
No.162/PMK.011/2012
(berlaku mulai
01-01-2013)
untuk diri Wajib Pajak
Orang Pribadi
Rp 15.840.000,-Rp 24.300.000,-
tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin
Rp 1.320.000,-Rp 2.025.000,-
tambahan untuk seorang
istri yang penghasilannya
digabung dengan
penghasilan suami
Rp 15.840.000,-Rp 24.300.000,-
tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda
dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga
Rp 1.320.000,-Rp 2.025.000,-
Langkah 5 :
Hitung PPh Terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak.
Tarif PPh Orang Pribadi adalah sebagai berikut :
UU No.17 Th.2000
(berlaku sebelum 01-01-2009)
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
sampai dengan Rp 25.000.000,-5 %
di atas Rp 25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-10 %
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-15 %
di atas Rp 100.000.000,- s.d. Rp 200.000.000,-25 %
di atas Rp 200.000.000,-35 %
UU No.36 Th.2008
(berlaku mulai 01-01-2009)
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,-5 %
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000,-15 %
di atas Rp 250.000.000,- s.d. Rp 500.000.000,-25 %
di atas Rp 500.000.000,-30 %
Besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Ayat (5a) UU No.36 Th.2008.
Langkah 6 :
Hitung PPh Pasal 21 sebulan, inilah yang harus dipotong dan atau disetor ke Kas Negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.
 
Menghitung PPh Orang Pribadi
Bagaimana kita mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770 S nanti ? Penghitungan PPh Pasal 21 di atas dituangkan oleh perusahaan ke dalam Formulir 1721-A1 atau 1721-A2. Dengan berbekal satu lembar Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 yang kita peroleh dari perusahaan, kita menyusun SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan Formulir 1770 S dengan langkah-langkahnya sebagai berikut :
Langkah 1 :
Isilah Lampiran I Formulir 1770 S, terutama di Bagian C, yaitu daftar pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Isikan nama dan NPWP perusahaan kita selaku Pemotong Pajak, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong, dan data pelengkap lainnya.
Langkah 2 :
Isilah Lampiran II Formulir 1770 S, terutama di Bagian B dan C, yaitu daftar harta dan kewajiban / utang.
Langkah 3 :
Isilah halaman depan (Induk SPT) Formulir 1770 S, angka-angka yang diisikan diambil dari Formulir 1721-A1.
 
Ada kesulitan ?
Apabila kita memerlukan bimbingan dan konsultasi masalah perpajakan, jangan segan-segan menghubungi petugas pajak yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk menjadi Account Representative (AR) bagi kita. Pelayanan perpajakan akan diberikan secara gratis, tanpa dipungut biaya.
 
Informasi peraturan lebih detail silahkan dilihat di :
sumber foto : www.anneahira.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar