10 Okt 2014

Dapat Penglihatan Apa?

Sebagai pejalan spiritual anda tidak diharamkan untuk berpikir dan mengambil kesimpulan sendiri. Dilanjutkan dengan membuat resolusi supaya bumi semakin penuh rahmat. Kalau anda menemukan banyak diskriminasi berdasarkan SARA yg dipraktekkan di Indonesia, maka diharapkan anda tidak berdoa saja. Melainkan turut bersuara. Kicauan anda muncul di Twitter. Memenuhi facebook. Dan Tuhan akhirnya menoleh. Kenapa ada agama kelas VIP dan agama kelas kambing? Bukankah semuanya umatku? Kenapa ada pribumi dan non pribumi? Bukankah mereka semua pribadi yg ada di bumi ciptaanku? Begitu Tuhan bertanya-tanya sambil mencari siapa biang keroknya. Ternyata disinyalir pemerintah RI. Oh, kalau itu bahkan Setan saja belum tentu bisa dikirim untuk meluruskan, kata Tuhan. Harus dikirim Raja Setan. Rajanya para Setan yg tetap mematuhi Tuhan. Tidak seperti pemerintah kita. Membatasi agama ciptaan Tuhan hanya sebanyak 5 saja. Seolah-olah Tuhan bermain-main menciptakan agama. Kalau Tuhan saja dilawan apalagi Setan? Walhasil Tuhan putus asa. Dan menyerahkan semuanya kepada keputusan DPR. Harus dibahas dulu karena biarpun Tuhan tidak bisa sembarangan disini. Politik uang berlaku. Anda mau pesan hukum apa? Ada tarifnya. Dan Tuhan menghitung-hitung duitnya. Masih dihitung.

Orang Indonesia ini lucu karena punya istilah berdoa menurut agama masing-masing. Dalam bahasa Inggris tidak dikenal istilah itu. Kalau berdoa bersama, ya langsung berdoa saja. Menurut agama yg membawakan doa. Setelah itu semuanya tinggal bilang amin. Jadi, tidak ada masalah doa dibuka dan dibawakan menurut agama apa saja, karena orang juga bisa menutupnya menurut agama apa saja. Doa ada pembuka dan penutupnya. Bisa dibuka tutup seperti panci. Begitu pengalaman saya. Menurut saya yg langsung itu lebih sopan dibandingkan pakai seruan berdoa menurut agama masing-masing. Seolah-olah manusia terkotakkan oleh agama. Padahal tidak begitu. Anda mau pakai doa yg berasal dari agama apapun rasanya sama saja. Buat saya rasanya sama saja. Buat anda pastinya rasanya sama juga. Alias tidak ada rasa apa-apa. Anda bisa coba, karena khasiat doa bukan datang dari tradisi agama atau kepercayaan apapun, melainkan dari menyambungnya kesadaran anda dengan alam semesta besar. Pikiran anda alam semesta kecil. Dan ada alam semesta besar yg tak terhingga. Anda tidak bisa bilang itu apa walaupun anda tetap saja bandel. Anda bilang namanya Allah. Dan saya tidak keberatan asal anda tidak memaksakan itu nama. Urusan masing-masing. Kalau anda memaksa artinya anda jatuh ke dalam dosa. Bukan lucu lagi tapi tidak punya sopan santun. Dalam skala internasional, Indonesia termasuk yg tidak punya etiket kesopanan. Kita biasa memaksa dan dipaksa. Ciri masyarakat setengah matang. Masyarakat dewasa tidak lagi pakai pemaksaan.

Ada bodhisatva, ada satva langka. Kelihatannya satva atau satwa yg dimaksud berarti makhluk. Makhluk berbudi, bodhisatva. Sedangkan makhluk dilindungi disebut satva langka. Tapi manusia Indonesia akan marah kalau disebut satwa, karena pengertiannya sudah bergeser. Sekarang satwa dianggap hewan. Dan manusia merasa dirinya bukan lagi hewan. Yg juga patut dipertanyakan. Menurut saya, sampai kapanpun manusia tetap saja satwa atau makhluk. Artinya diciptakan oleh orang tuanya. Satwa menciptakan satwa. Kalau akhirnya berbudi atau menjadi bodhisatva, maka itu soal lain. Bukan dengan mendebat praktek orang, tapi langsung praktek saja. Buat apa memperdebatkan apa yg orang lain perbuat dengan hidupnya sendiri? Kalau dia masuk neraka, apa anda diajak juga? Yg kita diskusikan bukanlah praktek pribadi orang. Kepercayaan pribadi orang. Itu semua urusan masing-masing. Namanya sistem kepercayaan, yaitu apa yg anda percayai sebagai benar.

Apa yg muncul dalam penglihatan anda tatkala meditasi sehakekat dengan apa yg muncul dalam mimpi anda. Semuanya simbolik, bisa diartikan karena cuma ada beberapa jenisnya. Yg ragamnya tak terkira adalah penokohan. Masih cukup banyak warga Indonesia memperoleh simbol tokoh-tokoh wayang, atau penokohan gaya Timur Tengah. Atau Cina. Atau India. Jarang yg Barat atau bule. Semuanya tentu saja berkaitan dengan apa yg anda percayai. Kalau anda percaya dan masih hidup dalam alam imajiner tradisional, maka penokohan alam pikiran anda juga tradisional. Seperti di film sejarah. Kalau sudah paska modern seperti saya, maka yg muncul biasa saja. Saya perhatikan, ternyata mimpi-mimpi saya tidak berisikan orang-orang suci. Bersih seperti habis dicuci di sungai Gangga. Atau kotor seperti habis direndam di kali Ciliwung. Tidak pernah. Walaupun saya tahu Gangga dan Ciliwung mungkin sama kotornya. Penglihatan dan mimpi saya isinya simbol biasa saja. Seperti kejadian sehari-hari. Atau perabotan sehari-hari. Ada maknanya. Dan selalu saya kaitkan dengan apa yg sedang saya pikirkan. Kalau saya sedang menyambungkan energi pikiran saya ke gedung DPR, maka simbol yg muncul di mimpi saya pastilah jawabannya. Begitulah asal-muasal penerawangan saya tentang DPR kita.

oleh Leonardo R.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar