Sehubungan dengan telah diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
107/PMK.011/2013
tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, perlu diterbitkan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan
ketentuan penerapan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu.
sumber : http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15349
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 42/PJ/2013
TENTANG
PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK
PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. | Umum
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013
tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, perlu diterbitkan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan
ketentuan penerapan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu. |
B. | Maksud dan Tujuan
- Penerbitan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dimaksudkan untuk memberikan
acuan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
- Penerbitan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan agar pelaksanaan
ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu dapat berjalan dengan baik dan terdapat keseragaman dalam
pelaksanaannya.
|
C. | Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib
Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha
tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan
dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. |
D. | Dasar
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013
tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
|
E. | Materi
1. | Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final. |
2. | Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
- menerima
penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1
(satu) Tahun Pajak.
|
3. | Peredaran
bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b ditentukan berdasarkan peredaran
bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk
peredaran bruto dari:
- jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
- usaha
yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tersendiri; dan
- penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
|
4. | Tidak
termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya:
- menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
- menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
|
5. | Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:
- Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
- Wajib
Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi
secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
|
6. | Pajak
Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto
setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. |
7. | Pengenaan
Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1
(satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang
bersangkutan. |
8. | Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib
dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak
bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh
pihak lain. |
9. | Wajib
Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan
pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
10. | Wajib
Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud
pada butir 6 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana
administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang
telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN),
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. |
11. | Wajib
Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada butir 10 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. |
12. | Wajib
Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada butir 10 dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 11, sesuai dengan
tanggal validasi NTPN yang tercantum pada Surat Setoran Pajak. |
13. | Ketentuan
mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada butir 11 diberlakukan mulai Masa Pajak Januari
2014. |
|
F. | Hal-Hal Khusus Terkait Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final diatur sebagai berikut:
1. | Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha
di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha
Wajib Pajak dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. |
2. | Penentuan
peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial untuk
pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha 1 (satu)
Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial, pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final selanjutnya untuk Wajib Pajak yang
bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak
sebelumnya. |
3. | Wajib
Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final ke kantor
pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
Surat Setoran Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis
Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak. |
4. | Wajib
Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final tetapi Surat
Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor
Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar
dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
- kolom Uraian diisi dengan "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu";
- kolom KAP/KJS diisi dengan "411128/420".
|
5. | Wajib
Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak
wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2). |
6. | Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang disetor tidak
menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 dapat
diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode
Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran
pajak melalui pemindahbukuan. |
7. | Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh
pihak lain diatur sebagai berikut:
a. | atas
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan:
1) | dapat
diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak
melalui pemindahbukuan; atau |
2) | dapat
diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau |
3) | dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|
b. | atas
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan
bukti pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas import
1) | dapat
diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau |
2) | dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|
|
8. | Permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh
pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf E butir 8 dapat diajukan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan
dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain, sampai dengan
ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai
tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
9. | Angsuran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak
Penghasilan untuk Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 bagi
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang juga menerima
atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dapat mengajukan pengurangan
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan dalam hal-hal tertentu. |
10. | Atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada
kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final
pada:
- lampiran
III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final
dan/atau Bersifat Final, Formulir 1770-III) bagi Wajib Pajak orang
pribadi;
- lampiran IV bagian A butir 16 dengan
mengisi "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu"
(Formulir 1771-1V) bagi Wajib Pajak badan.
|
11. | Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:
- peredaran
usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran usaha selama Tahun Pajak
2013, tidak termasuk peredaran usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai
dengan Desember 2013 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
- bagi
Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak
dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;
- angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan Masa Pajak
Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
|
G. | Penghapusan Sanksi Administrasi
1. | Sehubungan dengan tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
- memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan;
- mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi;
- mengedukasi masyarakat untuk transparansi; dan
- memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan Negara;
dipandang perlu memberikan keringanan atas sanksi yang dikenakan
terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atas
pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. |
2. | Berdasarkan
pertimbangan pada butir 1, kepada Kepala Kanwil DJP agar menghapuskan
sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP dalam Surat
Tagihan Pajak yang diterbitkan untuk Masa Pajak Juli sampai dengan
Desember 2013. |
|
H. | Penutup
Mengingat penerapan ketentuan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mulai berlaku pada tanggal 1
Juli 2013, dengan ini diinstruksikan:
1. | Kepala
Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dan Kepala Kantor
Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan untuk melakukan
sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013
tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu kepada Wajib Pajak
orang pribadi dan Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud yang berada di
wilayah kerja masing-masing. |
2. | Dalam
rangka pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu:
a. | Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak diadministrasikan
melakukan:
1) | kegiatan
ekstensifikasi dengan memanfaatkan data hasil Sensus Pajak Nasional
(SPN) Tahun 2011 dan 2012, serta melalui pelaksanaan SPN Tahun 2013
untuk tempat-tempat usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu di wilayah kerjanya
masing-masing; |
2) | himbauan
kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk
melaksanakan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
setiap bulan untuk setiap tempat kegiatan usaha; |
3) | pemanfaatan
alat keterangan yang diterima dan membandingkannya dengan data Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang disampaikan Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu yang bersangkutan; |
4) | pengawasan
terhadap Wajib Pajak mengenai pemenuhan syarat pengenaan Pajak
Penghasilan, yaitu sebesar 1% (satu persen) bersifat final sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 atau sesuai tarif dalam Pasal 17 Undang-Undang; |
5) | pengawasan
terhadap kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat
Keterangan Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain; |
6) | pengiriman
alat keterangan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat-tempat usaha Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. |
|
b. | Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu melakukan:
1) | kegiatan
ekstensifikasi dengan memanfaatkan data hasil Sensus Pajak Nasional
(SPN) Tahun 2011 dan 2012, serta melalui pelaksanaan SPN Tahun 2013
untuk tempat-tempat usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu di wilayah kerjanya
masing-masing; |
2) | himbauan
kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk
melaksanakan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
setiap bulan untuk setiap tempat kegiatan usaha; |
3) | pengawasan
terhadap kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat
Keterangan Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain; |
4) | pengiriman
alat keterangan atas pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu kepada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak diadministrasikan. |
|
c. | Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib
Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu oleh Kantor Pelayanan
Pajak yang berada di wilayah kerjanya. |
|
|
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2013
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
Tembusan :
- Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
- Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
- Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
- Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar