Saya kan sudah dipotong pajak oleh perusahaan, kalau
saya punya NPWP nanti apa tidak dobel bayar pajaknya ? Begitulah sebuah
pertanyaan dari seorang teman yang bekerja sebagai karyawan di sebuah
perusahaan swasta. Selain itu ada lagi yang bertanya, boleh tidak saya
bayar pajak sendiri, tidak usah dipotong oleh perusahaan ?
sumber : http://aguswinarno.blogspot.com/2008/11/pph-pasal-21-dan-pph-orang-pribadi.html
Saya kan sudah dipotong pajak oleh perusahaan, kalau
saya punya NPWP nanti apa tidak dobel bayar pajaknya ? Begitulah sebuah
pertanyaan dari seorang teman yang bekerja sebagai karyawan di sebuah
perusahaan swasta. Selain itu ada lagi yang bertanya, boleh tidak saya
bayar pajak sendiri, tidak usah dipotong oleh perusahaan ?
Pertanyaan
ini adalah respon atas informasi dari saya mengenai kegiatan
Ekstensifikasi Wajib Pajak yang sedang dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak, khususnya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus
sebagai karyawan. Dalam artikel ini kita akan membicarakan PPh Pasal 21
dan PPh Orang Pribadi khusus bagi kita yang berstatus sebagai karyawan.
Dalam Pasal 2 Perdirjen
Pajak No.PER-16/PJ/2007 diatur bahwa setiap Wajib Pajak Orang Pribadi
yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham / pemilik dan
pegawai dengan penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
wajib mendaftarkan diri pada KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan kepadanya
diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
Pemotongan PPh Pasal 21
Sebagai
karyawan yang memperoleh penghasilan dari perusahaan, tentunya gaji dan
tunjangan kita akan dipotong pajak oleh perusahaan apabila jumlah
penghasilan netonya melebihi PTKP. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU
PPh.
Pemotongan PPh Pasal 21 ini merupakan
kewajiban perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) UU No.7
Th.1983 tentang PPh sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.36 Th.2008
bahwa pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri wajib dilakukan
oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Jadi
perusahaan selaku Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap
bulan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 22 Ayat (4) Permenkeu
No.252/PMK.03/2008. Oleh perusahaan, pajak ini disetorkan dengan
menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) ke kantor pos atau bank BUMN/BUMD,
atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran, paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Setelah
menyetorkan pajak, perusahaan melaporkannya ke KPP dengan menggunakan
SPT (Surat Pemberitahuan) Masa PPh Pasal 21 paling lama 20 hari setelah
akhir Masa Pajak. SPT Masa PPh Pasal 21 tetap wajib dilaporkan oleh
perusahaan ke KPP walaupun nilainya nihil.
Di
akhir tahun, perusahaan akan menyusun laporan SPT Masa PPh Pasal 21
(Formulir 1721) Masa Pajak Desember untuk dilaporkan ke KPP. Berdasarkan
Pasal 23 Ayat (1) Perdirjen Pajak No.PER-31/PJ/2012, perusahaan sebagai
pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau
penerima pensiun berkala paling lama satu bulan setelah tahun kalender
berakhir. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau penerima
pensiun memakai Formulir 1721-A1, sedangkan bukti pemotongan PPh Pasal
21 bagi PNS, anggota TNI / Polri, pejabat negara dan pensiunannya
memakai Formulir 1721-A2.
PPh Orang Pribadi
Nah,
bagaimana dengan kewajiban karyawan yang telah memiliki NPWP ? Kita
selaku Wajib Pajak Orang Pribadi juga wajib mengisi SPT, yaitu SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770 S atau 1770 SS), dan
menyampaikannya ke KPP tempat kita terdaftar, paling lama tiga bulan
setelah akhir Tahun Pajak.
Formulir 1770 SS
dipergunakan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu
pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak
lebih dari Rp 60.000.000,- setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain
kecuali penghasilan bunga bank dan atau bunga koperasi. Di formulir
sangat sederhana yang hanya 1 lembar ini, kita cukup mengisikan
identitas, jumlah harta dan jumlah utang, dilampiri dengan fotokopi
Formulir 1721-A1 atau 1721-A2.
Formulir 1770 S
dipergunakan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau
lebih pemberi kerja, dari dalam negeri lainnya dan atau yang dikenakan
PPh Final. Di formulir sederhana ini, kita masukkan angka penghasilan
kita dan pengurang-pengurangnya, sampai didapatkan angka PPh Terutang.
Setelah itu kita masukkan angka PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh
perusahaan (lampirkan fotokopi Formulir 1721-A1 atau 1721-A2), dan angka
ini akan mengurangi PPh Terutang, yang dalam dunia perpajakan
diistilahkan dengan dikreditkan. Tentunya setelah dikurangi dengan
kredit pajak angkanya akan klop, sehingga PPh yang kurang dibayar adalah
nihil.
Apakah ribet dan sulit mengisi formulir
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770 S ?
Sebenarnya kita hanya memindahkan angka-angka dari Formulir 1721-A1 atau
1721-A2, yang mana perusahaan telah menyusun angka-angka dan
perhitungannya di situ. Sudah menjadi hak kita sebagai karyawan untuk
meminta Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 kepada perusahaan. Dan apabila
masih menemui kesulitan dalam pengisian SPT, kita dapat meminta
bimbingan dan konsultasi kepada petugas Account Representative (AR) yang
ada di KPP tempat NPWP kita terdaftar, tentunya petugas akan memberikan
pelayanan gratis tanpa memungut biaya apa pun.
Menghitung PPh Pasal 21
Berapa
besarnya pajak yang dipotong oleh perusahaan terhadap penghasilan
karyawan ? Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap,
berikut ini langkah-langkahnya :
Langkah 1 :
Hitung
jumlah Penghasilan Bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan,
yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran
teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran
sejenisnya.
Untuk perusahaan yang masuk program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian
(JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan (JPK) yang dibayar oleh
pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama
diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan
kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang
dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi
lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan
dengan Penghasilan Bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada
pegawai.
Langkah 2 :
Hitung
jumlah Penghasilan Neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
Penghasilan Bruto sebulan dengan Biaya Jabatan, iuran pensiun, iuran
Jaminan Hari Tua (JHT), iuran Tunjangan Hari Tua (THT) yang dibayar
sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau
kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
Besarnya Biaya Jabatan adalah adalah 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya sebagai berikut :
| Perdirjen Pajak
No.PER-15/PJ/2006
(berlaku sebelum
01-01-2009) | Perdirjen Pajak
No.PER-31/PJ/2009
(berlaku mulai
01-01-2009) |
setahun | Rp 1.296.000,- | Rp 6.000.000,- |
sebulan | Rp 108.000,- | Rp 500.000,- |
Langkah 3 :
Hitung Penghasilan Neto setahun, yaitu jumlah Penghasilan Neto sebulan dikalikan 12.
Dalam
hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai
Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai
bekerja setelah bulan Januari, maka Penghasilan Neto setahun dihitung
dengan mengalikan Penghasilan Neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak
pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.
Langkah 4 :
Hitung Penghasilan Kena Pajak, yaitu sebesar Penghasilan Neto setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya PTKP adalah sebagai berikut :
| Undang-Undang
No.36 Th.2008
(berlaku sebelum
01-01-2013) | Permenkeu
No.162/PMK.011/2012
(berlaku mulai
01-01-2013) |
untuk diri Wajib Pajak
Orang Pribadi | Rp 15.840.000,- | Rp 24.300.000,- |
tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin | Rp 1.320.000,- | Rp 2.025.000,- |
tambahan untuk seorang
istri yang penghasilannya
digabung dengan
penghasilan suami | Rp 15.840.000,- | Rp 24.300.000,- |
tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda
dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga | Rp 1.320.000,- | Rp 2.025.000,- |
Langkah 5 :
Hitung PPh Terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak.
Tarif PPh Orang Pribadi adalah sebagai berikut :
UU No.17 Th.2000
(berlaku sebelum 01-01-2009)
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
sampai dengan Rp 25.000.000,- | 5 % |
di atas Rp 25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,- | 10 % |
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- | 15 % |
di atas Rp 100.000.000,- s.d. Rp 200.000.000,- | 25 % |
di atas Rp 200.000.000,- | 35 % |
UU No.36 Th.2008
(berlaku mulai 01-01-2009)
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
sampai dengan Rp 50.000.000,- | 5 % |
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000,- | 15 % |
di atas Rp 250.000.000,- s.d. Rp 500.000.000,- | 25 % |
di atas Rp 500.000.000,- | 30 % |
Besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20%
(dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Ayat (5a) UU
No.36 Th.2008.
Langkah 6 :
Hitung
PPh Pasal 21 sebulan, inilah yang harus dipotong dan atau disetor ke
Kas Negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.
Menghitung PPh Orang Pribadi
Bagaimana
kita mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir
1770 S nanti ? Penghitungan PPh Pasal 21 di atas dituangkan oleh
perusahaan ke dalam Formulir 1721-A1 atau 1721-A2. Dengan berbekal satu
lembar Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 yang kita peroleh dari perusahaan,
kita menyusun SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan Formulir 1770 S
dengan langkah-langkahnya sebagai berikut :
Langkah 1 :
Isilah
Lampiran I Formulir 1770 S, terutama di Bagian C, yaitu daftar
pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Isikan nama dan NPWP
perusahaan kita selaku Pemotong Pajak, jumlah PPh Pasal 21 yang
dipotong, dan data pelengkap lainnya.
Langkah 2 :
Isilah Lampiran II Formulir 1770 S, terutama di Bagian B dan C, yaitu daftar harta dan kewajiban / utang.
Langkah 3 :
Isilah halaman depan (Induk SPT) Formulir 1770 S, angka-angka yang diisikan diambil dari Formulir 1721-A1.
Ada kesulitan ?
Apabila
kita memerlukan bimbingan dan konsultasi masalah perpajakan, jangan
segan-segan menghubungi petugas pajak yang telah ditunjuk oleh Dirjen
Pajak untuk menjadi Account Representative (AR) bagi kita. Pelayanan
perpajakan akan diberikan secara gratis, tanpa dipungut biaya.
Informasi peraturan lebih detail silahkan dilihat di :