Tempat
Semar atau Sabdo Palon di tubuh kita sendiri, di titik antara kedua
alis mata, namanya Cakra Mata Ketiga, atau Mata Siwa kalau menurut orang
Bali.
Cakra Dasar dan Cakra Jantung adalah dua cakra utama yg digunakan oleh kebanyakan manusia. Orangnya cuma akan tahu ya dan tidak, serta tunggu-menunggu. Manusia yg menjadi pengikut cukup kultivasi dua cakra ini saja. Dan itu juga yg didorong untuk dipelihara. Bukan berarti Cakra Dasar dan Cakra Jantung jelek. Mereka bagus. Tetapi tidak cukup. Kita harus mengenal semua cakra utama dari Cakra Dasar sampai Cakra Mahkota. Cakra Dasar berguna untuk bertahan saja. Sedangkan baca-membaca pikiran itu fungsi dari Cakra Mata Ketiga. Fungsi Cakra Dasar cuma membaca sinyal ya atau tidak. Maju atau diam. Mau atau tidak mau. Ini tentang naluri, dan bukan intuisi. Intuisi tempatnya di Cakra Mata Ketiga. Naluri di Cakra Dasar dan Cakra Sex.
Meditasi saya tetap sama dari dulu sampai sekarang, yaitu merasakan diri sadar. Sadar karena memang sadar, biasanya di titik antara kedua alis mata yg lebih dikenal sebagai Cakra Ajna, Cakra Mata Ketiga atau Mata Siwa. Tapi bisa juga diniatkan untuk fokus pada cakra lainnya, misalnya Cakra Solar Plexus, Cakra Gerbang Alam Semesta, Cakra Jantung, dll. Kata kunci disini adalah niat. Diniatkan untuk menstabilkan cakra tertentu, sedangkan fokus kesadaran ketika meditasi tetap saja di Cakra Mata Ketiga.
Dan saya berkesimpulan bahwa non fokus itu fokus juga, karena ada orang yg meditasi dengan kiat tanpa fokus. Saya tahu ada orang yg tidak logis, mempertahankan pendapat untuk meditasi tanpa fokus, tanpa tahu bahwa tanpa fokus juga merupakan suatu bentuk fokus. Fokus untuk tidak fokus.
Getaran suara yg bisa mempengaruhi tubuh manusia dan gelombang otak bukanlah delusi. Itu fakta. Sama saja seperti kegelapan bisa mempengaruhi kerja kelenjar pineal di kepala kita untuk memproduksi hormon melatonin. Sama saja seperti wangi yg harum bisa menurunkan gelombang otak kita, dan kita merasa tenang. Tanpa kita perlu percaya, itu akan terjadi. Memang alamiah.
Saya punya kiat untuk menurunkan gelombang otak secara cepat: Tutup mata, dan pandanglah ke atas dengan sudut 45 derajat. Pandangnya dengan bola mata. Tidak sampai 5 menit gelombang otak akan turun. Cepat sekali. Paling lama 10 menit akan masuk gelombang otak Alpha. Kalau diteruskan bisa masuk Theta dan Delta. Itu rahasia meditasi.
Tidur lelap tentu bisa menurunkan gelombang otak. Tapi meditasi bukanlah tidur lelap, melainkan menyatukan alam sadar dan alam bawah sadar. Tetap sadar walaupun gelombang otak rendah sekali. Bahkan tanpa kepercayaan tertentu, meditasi akan bisa membawa banyak manfaat. Para filsuf yg atheist itu juga meditasi, walaupun mereka tidak menyebutnya sebagai meditasi.
Ini hal psikologikal biasa. Kalau tidak ada konflik antara alam sadar dan alam bawah sadar, maka banyak hal bisa berjalan lancar. Sinkron. Non konflik terjadi dalam gelombang otak rendah. Rasanya memang beda, tidak sama dengan kesadaran kita dalam gelombang otak melek atau Beta. Gelombang otak rendah adalah rahasia doa dan meditasi. Itu juga rahasia keampuhan ritual-ritual masa lalu dan masa sekarang. Cuma hal gelombang otak rendah. Tetap sadar dalam gelombang otak rendah.
Spiritualitas bermacam-macam jenisnya, termasuk spiritualitas atheist. Konsepnya bisa berbeda, cara menguraikannya berbeda, tetapi kalau merujuk kepada prinsip alamiah, seperti gelombang otak rendah, apapun istilah yg kita gunakan tentu saja hasilnya akan sama. Termasuk disini adalah prinsip moderasi, tidak fanatik. Kalau fanatik di salah satu aliran, jadinya tidak keruan juga. Saya praktisi, bukan teoritisi. Kalau kita berteori saja, kita tidak bisa membantu orang. Kita bahkan tidak akan bisa membantu diri kita sendiri.
Sebagai filsafat, Neo Platonisme atau Tauhidisme itu juga cuma asumsi saja. Diasumsikan seperti itu. Tidak perlu pakai iman. Yg mungkin perlu adalah kultivasi spiritualitas semacam meditasi, dalam berbagai jenisnya. Tanpa ada praktek meditasi, Neo Platonisme, atau Tauhidisme, atau Manunggaling Kawula lan Gusti, atau Union with God, cuma akan menjadi olah intelek belaka. Berputar-putar disitu saja.
Kalau alirannya tauhid, maka ada kepercayaan bahwa kesadaran merupakan bagian dari sesuatu yg konstan, tetap, ada karena ada. Saya juga pakai pengertian itu, makanya kalau meditasi saya menyarankan untuk merasakan saja kesadaran. Sadar bahwa kita sadar. Itu sudah cukup. Dari diam saja, kita menyadari bahwa kita tetap sadar, dan segalanya datang dan pergi.
Orang-orang spiritual di Eropa sudah mencapai ini sejak ratusan tahun yg lalu. Bahkan sejak lebih dari 2,000 tahun yg lalu, kalau kita mau hitung asal muasal ini filsafat tauhid di Yunani. Abad pencerahan di Eropa penuh dengan orang-orang tauhid, walaupun mereka menyebutnya dengan istilah lain.
Istilah "kultivasi" mungkin masih terlalu tinggi juga bagi sebagian orang. Kita tidak harus pakai istilah itu. Cukup bilang kita menikmati diri kita yg sadar thok. Diam saja, nikmati saja bahwa kita sadar. Dan itulah meditasi. Sama saja seperti meditasi yg dilakukan oleh Sabdo Palon kalau benar-benar ada. Sama seperti meditasinya Semar. Sama seperti meditasinya Yesus. Apa bedanya?
(Leonardo R.)
Cakra Dasar dan Cakra Jantung adalah dua cakra utama yg digunakan oleh kebanyakan manusia. Orangnya cuma akan tahu ya dan tidak, serta tunggu-menunggu. Manusia yg menjadi pengikut cukup kultivasi dua cakra ini saja. Dan itu juga yg didorong untuk dipelihara. Bukan berarti Cakra Dasar dan Cakra Jantung jelek. Mereka bagus. Tetapi tidak cukup. Kita harus mengenal semua cakra utama dari Cakra Dasar sampai Cakra Mahkota. Cakra Dasar berguna untuk bertahan saja. Sedangkan baca-membaca pikiran itu fungsi dari Cakra Mata Ketiga. Fungsi Cakra Dasar cuma membaca sinyal ya atau tidak. Maju atau diam. Mau atau tidak mau. Ini tentang naluri, dan bukan intuisi. Intuisi tempatnya di Cakra Mata Ketiga. Naluri di Cakra Dasar dan Cakra Sex.
Meditasi saya tetap sama dari dulu sampai sekarang, yaitu merasakan diri sadar. Sadar karena memang sadar, biasanya di titik antara kedua alis mata yg lebih dikenal sebagai Cakra Ajna, Cakra Mata Ketiga atau Mata Siwa. Tapi bisa juga diniatkan untuk fokus pada cakra lainnya, misalnya Cakra Solar Plexus, Cakra Gerbang Alam Semesta, Cakra Jantung, dll. Kata kunci disini adalah niat. Diniatkan untuk menstabilkan cakra tertentu, sedangkan fokus kesadaran ketika meditasi tetap saja di Cakra Mata Ketiga.
Dan saya berkesimpulan bahwa non fokus itu fokus juga, karena ada orang yg meditasi dengan kiat tanpa fokus. Saya tahu ada orang yg tidak logis, mempertahankan pendapat untuk meditasi tanpa fokus, tanpa tahu bahwa tanpa fokus juga merupakan suatu bentuk fokus. Fokus untuk tidak fokus.
Getaran suara yg bisa mempengaruhi tubuh manusia dan gelombang otak bukanlah delusi. Itu fakta. Sama saja seperti kegelapan bisa mempengaruhi kerja kelenjar pineal di kepala kita untuk memproduksi hormon melatonin. Sama saja seperti wangi yg harum bisa menurunkan gelombang otak kita, dan kita merasa tenang. Tanpa kita perlu percaya, itu akan terjadi. Memang alamiah.
Saya punya kiat untuk menurunkan gelombang otak secara cepat: Tutup mata, dan pandanglah ke atas dengan sudut 45 derajat. Pandangnya dengan bola mata. Tidak sampai 5 menit gelombang otak akan turun. Cepat sekali. Paling lama 10 menit akan masuk gelombang otak Alpha. Kalau diteruskan bisa masuk Theta dan Delta. Itu rahasia meditasi.
Tidur lelap tentu bisa menurunkan gelombang otak. Tapi meditasi bukanlah tidur lelap, melainkan menyatukan alam sadar dan alam bawah sadar. Tetap sadar walaupun gelombang otak rendah sekali. Bahkan tanpa kepercayaan tertentu, meditasi akan bisa membawa banyak manfaat. Para filsuf yg atheist itu juga meditasi, walaupun mereka tidak menyebutnya sebagai meditasi.
Ini hal psikologikal biasa. Kalau tidak ada konflik antara alam sadar dan alam bawah sadar, maka banyak hal bisa berjalan lancar. Sinkron. Non konflik terjadi dalam gelombang otak rendah. Rasanya memang beda, tidak sama dengan kesadaran kita dalam gelombang otak melek atau Beta. Gelombang otak rendah adalah rahasia doa dan meditasi. Itu juga rahasia keampuhan ritual-ritual masa lalu dan masa sekarang. Cuma hal gelombang otak rendah. Tetap sadar dalam gelombang otak rendah.
Spiritualitas bermacam-macam jenisnya, termasuk spiritualitas atheist. Konsepnya bisa berbeda, cara menguraikannya berbeda, tetapi kalau merujuk kepada prinsip alamiah, seperti gelombang otak rendah, apapun istilah yg kita gunakan tentu saja hasilnya akan sama. Termasuk disini adalah prinsip moderasi, tidak fanatik. Kalau fanatik di salah satu aliran, jadinya tidak keruan juga. Saya praktisi, bukan teoritisi. Kalau kita berteori saja, kita tidak bisa membantu orang. Kita bahkan tidak akan bisa membantu diri kita sendiri.
Sebagai filsafat, Neo Platonisme atau Tauhidisme itu juga cuma asumsi saja. Diasumsikan seperti itu. Tidak perlu pakai iman. Yg mungkin perlu adalah kultivasi spiritualitas semacam meditasi, dalam berbagai jenisnya. Tanpa ada praktek meditasi, Neo Platonisme, atau Tauhidisme, atau Manunggaling Kawula lan Gusti, atau Union with God, cuma akan menjadi olah intelek belaka. Berputar-putar disitu saja.
Kalau alirannya tauhid, maka ada kepercayaan bahwa kesadaran merupakan bagian dari sesuatu yg konstan, tetap, ada karena ada. Saya juga pakai pengertian itu, makanya kalau meditasi saya menyarankan untuk merasakan saja kesadaran. Sadar bahwa kita sadar. Itu sudah cukup. Dari diam saja, kita menyadari bahwa kita tetap sadar, dan segalanya datang dan pergi.
Orang-orang spiritual di Eropa sudah mencapai ini sejak ratusan tahun yg lalu. Bahkan sejak lebih dari 2,000 tahun yg lalu, kalau kita mau hitung asal muasal ini filsafat tauhid di Yunani. Abad pencerahan di Eropa penuh dengan orang-orang tauhid, walaupun mereka menyebutnya dengan istilah lain.
Istilah "kultivasi" mungkin masih terlalu tinggi juga bagi sebagian orang. Kita tidak harus pakai istilah itu. Cukup bilang kita menikmati diri kita yg sadar thok. Diam saja, nikmati saja bahwa kita sadar. Dan itulah meditasi. Sama saja seperti meditasi yg dilakukan oleh Sabdo Palon kalau benar-benar ada. Sama seperti meditasinya Semar. Sama seperti meditasinya Yesus. Apa bedanya?
(Leonardo R.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar