LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Ketika mengunjungi
kampung-kampung di pedalaman Merauke, kita bisa menemukan begitu banyak
hal. Setiap hal bisa mengandung masalah. Masalah yang membuat prihatin
adalah bahasa. Bahasa adalah sesuatu yang menarik untuk dipelajari dan
dipahami dengan baik karena sebagian dari pengetahuan lokal diwariskan
melalui bahasa. Pewarisan budaya adalah sesuatu yang penting untuk
dipikirkan dengan baik sehingga setiap orang mengambil bagian dengan
cara mereka sendiri. Melalui pewarisan seperti ini budaya lokal akan
tetap lestari dan bahkan berkembang.
Ada banyak hal
terkait dengan transfer pengetahuan lokal, terutama bahasa dan
penggunaannya. Apabila kita berkunjung ke Desa Onggaya dan Tomer,
misalnya, dari 105 orang penutur bahasa, hanya 5 orang yang menguasai
bahasa asli. Atas dasar tersebut, Musyawarah Adat Merauke dengan topik
bahasa, tantangan dan harapan masa depan menjadi penting untuk
dilaksanakan. Urgensi pelaksanaan Musyawarah Adat Merauke difokuskan
untuk mengakomodasi penyelamatan bahasa lokal melalui duduk adat dengan
tema: “Bahasa, Tantangan dan Harapan Masa Depan”.
Melestarikan budaya dan bahasa Marori-Kanum di Merauke sebagai
landasan spiritual bagi kiprah penduduk Merauke masa kini yg, seperti
juga masyarakat di seluruh bagian Indonesia, tidak bisa diputuskan
begitu saja dengan latar belakang adatnya.
Bahkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatu tetap berkembang sejalan dengan meningkatnya
kecerdasan berbangsa, dikembangkan di seluruh Indonesia oleh pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan, terutama di perguruan tinggi. Bahasa dan
adat kedaerahan dikembangkan oleh masyarakatnya sendiri dibantu oleh
berbagai pihak yg merasa terpanggil. Ada yg sudah berjalan dengan begitu
baiknya seperti di Jawa Bali. Ada pula yg masih tersendat atau boleh
dikatakan belum dimulai seperti di Merauke.
Peneliti dari Australia dan
negara-negara lain sudah menyatakan bahwa ada bahasa yg hampir punah di
Merauke. Penelitiannya cukup gencar sampai kini. Tetapi perhatian
pemerintah terasa kurang memadai, seakan dianggap bahwa bahasa asal
sebagai pembawa nilai-nilai adat akan direlakan begitu saja menjadi
bagian masa lalu. Atau dibiarkan untuk beradaptasi secara alamiah walau
mungkin akan punah apabila tidak terhindarkan. Tapi kepunahan bahasa
asal di Merauke masih bisa dicegah apabila pihak-pihak terkait mau turun
membantu.
Merauke bukan Jawa Bali yg memang sudah ratusan tahun mandiri
dan mampu mengembangkan bahasa dan budayanya sendiri. Merauke adalah
“anak bungsu” dalam keluarga Indonesia. Masih kekurangan dalam banyak
hal dan tidak malu untuk minta bantuan. Walau belum tentu diperoleh karena kita semua tahu banyak kecurigaan terhadap
kegiatan dengan inisiatif sendiri di Papua.
Makanya Komunitas Spiritual
Indonesia sebagai suatu paguyuban berskala nasional berusaha mengangkat
Merauke. Dan merasa bahagia melihat Presiden Jokowi telah mengambil
langkah tegas mengangkat Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua, Lenis
Kogoya, sebagai penasehat khusus presiden. Dengan tekad Bapak Lenis
Kagoyo menjadikan adat Nusantara sebagai dasar berbangsa, maka kami
mulai melangkah kembali walaupun sudah sempat tersendat selama ini.
Mungkin
cuma mereka yg duduk di Lembaga Masyarakat Adat Papua yg bisa mengerti
bagaimana parahnya pengembangan budaya lokal di Papua. Dengan situasi
penuh kecurigaan antar wilayah dan suku. Politik yg penuh intrik.
Indonesia pada umumnya menganggap seolah Papua dan Merauke pada
khususnya sudah berlebihan karena dianggap “kaya raya”. Kenyataannya
bahkan pakaian layak pakai yg dikumpulkan sendiri oleh Komunitas
Spiritual Indonesia selalu diterima dengan gembira di kampung-kampung di
Merauke. Dikumpulkan sendiri dari seluruh Indonesia, khusus untuk
dibagikan di Merauke.
Apalagi upaya mengangkat budaya dan bahasa asli
dalam Musyawarah Adat Merauke yg baru pertama-kalinya akan dilaksanakan
ini. Ketua panitia Agustinus Mahuze di Merauke sudah turun ke akar
rumput, mensosialisasikan sekaligus mencari masukan dari para tetua
adat. Dan tanggapannya sangat positif. Masyarakat hampir tidak percaya
hal ini bisa dilakukan. Mengingat begitu besarnya rasa saling curiga dan
ketidak-mampuan material dari anggota-anggotanya. Ditambah dengan
ketidak-mampuan menyuarakan aspirasi. Seolah segalanya baik-baik saja
dan tidak memerlukan perhatian.
Bantuan konkrit diperlukan,
sebagai bagian dari upaya memberikan rasa percaya diri kepada
masyarakat. Dan kali ini melalui Musyawarah Adat dimana akan dilakukan
ritual asli. Seperti potong babi dan pengumpulan lauk-pauk seperti sagu yg dilakukan sendiri oleh
para pesertanya. Melaksanakan ritual adat asli Merauke bukan berarti
masyarakat tidak beragama. Karena ini semua adat. Ada makna simboliknya
ketika peserta berkumpul pertama-kali dan mulai membagi tugas. Siapa
mengumpulkan apa, siapa membawa apa, dan nanti ketika berkumpul akan
membicarakan apa? Apa langkah konkrit setelahnya? Hal-hal yg bisa
dilakukan ketika Musyawarah Adat telah selesai. Bisa penanaman pohon
demi penghijauan Merauke. Seperti kali ini, panitia akan membagikan
bibit pohon kemiri untuk dibawa pulang dan ditanam oleh 1500 orang
peserta di tempat masing-masing.
Satu contoh konkrit seperti penanaman
pohon yg bisa dihasilkan lewat Musyawarah Adat Merauke akan memerlukan
pembahasan dan diskusi terus-menerus demi realisasi contoh-contoh
konkrit lainnya. Tetapi Musyawarah Adat ini pembukanya. Diharapkan
dengan telah dilaksanakannya ritual adat menyeluruh, maka segala
hambatan psikologis akan hilang.
Musyawarah Adat hanyalah sarana
untuk memperkokoh landasan lokal dalam berkembang seirama dengan
bagian-bagian Indonesia lainnya. Maka dari itu Yayasan Lentera Kasih
Maro Merauke yg diketuai oleh Veni Frances akan memberikan pelatihan
kesehatan kepada seluruh peserta selama acara berlangsung di 8 (delapan)
kampung selama 2 (hari) pelaksanaan. Pelatihan kesehatan yg disesuaikan
dengan kondisi setempat karena yayasan sudah berpengalaman tahunan di
bidangnya, mengelola sebuah sekolah kebidanan di Merauke yg juga sudah
menghasilkan banyak lulusan.
http://infopublik.id/read/87611/akbid-yaleka-maro-merauke-wisudakan-56-mahasiswi.html
Peserta cuma 1500 ratus orang mengingat jarangnya penduduk
Merauke dan tempat-tempat tinggal yg berjauhan. Tetapi gemanya tentu
jauh lebih besar dari itu. Satu Merauke akan tahu bahwa keran komunikasi
antar kampung dan anak-anak suku telah dibuka. Keran dengan
masyarakat-masyarakat adat di bagian Indonesia lainnya akan terbuka
karena acara ini didukung penuh oleh Komunitas Spiritual Indonesia,
suatu paguyuban non formal berbasis internet yg secara terus menerus
melakukan sarasehan atau temu darat di Jawa, Bali dan Sumatera. Tanpa
henti sepanjang tahun dengan berbagai topik.
Komunitas Spiritual
Indonesia adalah paguyuban terbuka berbasiskan internet, dengan portal
komunikasi utama bernama group Spiritual Indonesia di facebook, group
spiritualitas umum berbahasa Indonesia yang terbesar
https://www.facebook.com/groups/spiritual.indonesia/
Musyawarah
Adat Merauke jelas cuma pembuka. Bukan setelah itu segalanya ditinggal.
Saat ini Komunitas Spiritual Indonesia dengan para relawannya berusaha
mengangkat Merauke dengan cara mencari dana di Jawa Bali. Bertemu dengan
pihak-pihak yg mungkin tertarik untuk membantu tanpa pamrih.
Pelaksanaan acara di Merauke sendiri dipegang oleh panitia setempat,
melibatkan para tetua dan anggota-anggota masyarakat adat. Menggunakan
adat asli setempat yg mungkin pernak-perniknya tidak dimengerti oleh bagian-bagian lain Indonesia. Tetapi tetap dihargai dan dijunjung tinggi di tempat
aslinya. Itulah yg mau kita lestarikan. Demi masa depan yg lebih
sejahtera, sederajat, bermartabat. Bukan untuk kembali ke masa lalu,
tapi demi masa kini dan masa depan.
VISI DAN MISI
VISI:
Membangkitkan rasa percaya diri kepada masyarakat adat di Merauke
sehingga tidak merasa tertinggal dengan masyarakat-masyarakat adat di
seluruh bagian Indonesia lainnya, terutama di Jawa Bali, yg sudah secara
terus-menerus mengembangkan dan mengkaji ulang warisan budaya mereka.
Bahasa dan kesenian. Model-model komunikasi antara berbagai pelaku adat.
Jenis-jenis solusi dari berbagai konflik. Semuanya hanya bisa dilakukan
apabila telah ada suatu “pendobrak” kebekuan yg menggugah kesadaran
masyarakat bahwa hal seperti ini wajar dan bukan sesuatu yg perlu
ditakutkan. Adat lokal dan bahasanya adalah hal yg hidup. Bukan mati dan
berada di masa lalu. Tetapi berada di masa kini dan berkembang terus.
Sejalan dengan kemajuan pemikiran pemakainya sendiri.
MISI:
Membangkitkan kembali fungsi tetua adat dan berbagai perangkatnya
sebagai fokus komunikasi informal antar warga, yg walaupun ada terasa
semakin terpinggirkan karena masyarakat merasa gamang dengan
sinyal-sinyal yg diberikan oleh pemerintah dan bagian-bagian Indonesia
lainnya. Di satu pihak adat lokal diberikan nilai tinggi secara verbal,
dianggap patut dan pantas dilestarikan.
Di lain pihak secara
sembunyi-sembunyi disuarakan kekuatiran bahwa akan terjadi penyempalan
atau pemisahan diri. Baik bersama maupun sendiri-sendiri. Suatu hal yg
seharusnya tidak perlu apabila ada rasa saling percaya yg mau tidak mau
harus dibuka sedikit demi sedikit. Tidak bisa sekejap. Merauke sendiri
harus membuka diri ke dalam lewat ritual adatnya, menghapuskan sisa-sisa
kecurigaan antar sesama penduduk Merauke sendiri. Antara Merauke dengan
Papua mungkin cukup diberitakan bahwa telah ada ritual "pembersihan”
adat di Merauke. Dan hal ini akan bisa memunculkan aspirasi serupa.
Kalau Merauke bisa tentu saja bagian-bagian Papua lainnya juga bisa.
Kalau wilayah-wilayah Indonesia lainnya sudah memberikan nilai tinggi
kepada adat lokal tentu saja Papua dan bagian-bagiannya juga bisa. Tanpa
perlu ada kecurigaan bahwa ini bagian dari upaya meminggirkan agama.
Atau upaya politisasi akar rumput menuju entah apa lagi imajinasi yg ada
di kepala para provokator.
Setelah komunikasi terbuka melalui
Musyawarah Adat Merauke diharapkan segala bantuan konkrit dari luar akan
mudah diterima dan dilaksanakan dengan sukarela dan sepenuh hati. Kita
bisa ambil contoh penanaman pohon untuk mengatasi kegersangan, pelatihan
tenaga kerja, lokakarya pembuatan perkakas rumah tangga. Banyak hal
bisa dilakukan setelah para tetua adat menjalankan fungsi naturalnya yg
selama ini terabaikan.
TUJUAN KEGIATAN
1. Memberikan wawasan baru
tentang ancaman terkait menurunnya jumlah penutur asli (native speaker)
terhadap bahasa-bahasa yang ada di wilayah Sendawi.
2.
Membangun prototype penyelamatan bahasa lokal melalui pengembangan rumah
adat dan bahan ajar lokal melalui simposium ketua adat beserta tetua
adat di kampung.
3. Membangun sinergi antara pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab dalam penyelamatan aspek budaya ini.
4.
Memperkenalkan tindakan konkrit lainnya selain penyelamatan bahasa yg
bisa dilakukan langsung oleh penduduk. Antara lain penanaman pohon
kemiri untuk penghijauan Merauke dan pelatihan kesehatan kepada seluruh
peserta.
SASARAN KEGIATAN
1.
Para kepala suku yang terdiri dari Kepala Suku Marori, Kanum di Wilayah
Sendawi, Merauke, Papua (Taman Nasional Wasur Merauke Papua).
2. Para ketua marga yang terdiri beberapa marga yang ada di dalam kawasan atau wilayah Sendawi, Malind, Merauke.
3. Anggota masyarakat adat yg perduli dan merasa tertarik untuk berpartisipasi aktif.
TOPIK KEGIATAN
1. Pelestarian bahasa dan adat istiadat lokal.
2. Pengembangan rumah adat sebagai media atau tempat belajar.
3. Hak kesulungan dan relevansinya.
4.
Hal-hal konkrit yg bisa langsung dilaksanakan. Jenisnya bisa
bermacam-macam. Kali ini akan dilakukan penanaman pohon kemiri dan
pelatihan kesehatan.
RENCANA ANGGARAN
1)
Rencana anggaran ini merupakan keseluruhan anggaran yang akan digunakan
di dalam kegiatan Musyawarah Adat Marori-Kenume Merauke (terlampir).
2) Dana donasi yg masuk ditampung di
Bank BRI, Cabang Merauke,
No. Rek. 035201001041303
Atas nama Yayasan Lentera Kasih Maro Merauke
Alamat yayasan: Jl. Polder Dalam 3 No. 35, Merauke, Papua.
PANITIA PENYELENGGARA
Penyelenggara lapangan adalah Komunitas Spiritual Indonesia Regional Papua
Penasehat : FX Sirfefa (Anggota DPRD Merauke)
Ketua Panita : Agustinus .Mahuze, S.Pd
Sekretaris : Dominikus Futunanembun
Bendahara : Emanuel Mahuze (Tetua Adat Suku Marind )
Kordinator : Wilhelmus Salke Gebze ( Lembaga Masyarakat Adat Marori)
Pelatihan kesehatan oleh para relawan dari Yayasan Lentera Kasih Maro Merauke
Ketua : Veni Frances
Sekretaris : Katrin
Bendahara : Yuliana Yacinta Kainde
Pencaharian dana oleh relawan Komunitas Spiritual Indonesia di Jawa Bali
Moderator Komunitas Spiritual Indonesia : Leonardo Rimba (Jakarta)
Humas Komunitas Spiritual Indonesia : Rara Wulandari (Jakarta)
Ketua Komunitas Spiritual Indonesia Bali : Agus Januraka (Denpasar)
Bendahara Komunitas Spiritual Indonesia Bali : Ni Nengah Hardiani (Denpasar)
HARI, TANGGAL DAN WAKTU KEGIATAN
Kegiatan
akan dilaksanakan dua bulan setelah dana diterima dari donator. Secara
tentatif panitia menetapkan pelaksanaan pada tanggal 29 dan 30 Agustus
2015, yaitu hari Sabtu dan Minggu. Pembukaan di Kampung Wasur, Merauke,
Papua.
PEMBAWA MATERI ACARA
1. Yeremis Ndimar ( Ketua adat Kenume – Merauke )
2. Wilhelmus Salke Gebze ( Ketua adat Marori – Kenume Merauke )
3. Daud Holengger (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Merauke)
4. Dan banyak lagi lainnya, termasuk yg mungkin disodorkan oleh pihak donatur.
CONTACT PERSONS
1. Agustinus Mahuze (Merauke), No. HP 082398474466.
2. Rara Wulandari (Jakarta), No. HP 087875734358 dan 081223290688
sumber: https://word.office.live.com/wv/WordView.aspx?FBsrc=https%3A%2F%2Fwww.facebook.com%2Fattachments%2Ffile_preview.php%3Fid%3D1684003135163654%26time%3D1434862419%26metadata&access_token=100004031125378%3AAVIIwjFy3KQSt0zJWCcKZX_F8z4D84oimrMv5u4h0rhkfw&title=ProposalMerauke5.doc