Setahu Joko
Tingtong, sejarah masuknya agama Kristen tidak ada di buku pelajaran
sekolah di Indonesia. Joko bisa menuliskan secara umum, bahwa semasa VOC
berkuasa, sampai tahun 1799, tidak ada penginjilan oleh orang Belanda.
Orang Portugis melakukan penginjilan Katolik di wilayah mereka di Flores
dan Timor. Katolik tidak boleh masuk di wilayah yg dikuasai VOC di
Batavia, Ambon dan Melaka. Belanda saat itu fanatik Protestan, dan
selalu curiga dengan orang Katolik yg sifatnya subversif, berorientasi
ke Roma. Pengkoordinasian penginjilan oleh orang Belanda mulai dilakukan
sejak Hindia Belanda diperintah langsung, yaitu sejak VOC bubar. Mulai
tahun 1800. Sejak itu Katolik diijinkan untuk masuk, dengan badan
keagamaan mereka sendiri, yg lalu berevolusi menjadi MAWI dan sekarang
KWI. Yg semi-resmi atau diawasi langsung oleh pemerintah Hindia Belanda
cuma koordinasi penginjilan Protestan. Di wilayah-wilayah yg beragama
asli leluhur: yaitu di Maluku Selatan, Minahasa, Papua, Sumatra Utara,
Kalimantan, Sulawesi Tengah, Timor. Koordinator penginjilan Protestan
ini kemudian berdiri sendiri, menjadi independen di tahun 1920-an, lepas
dari kendali pemerintah. Sebagai suatu organisasi, mereka cuma
koordinator, dan mendorong masyarakat lokal untuk membentuk organisasi
gereja sendiri. Terbentuklah Gereja Protestan Maluku, Gereja Masehi
Injili Minahasa, Gereja Kristen Jawi Wetan, Gereja Pasundan, Gereja
Protestan Sumba, HKBP (Gereja Batak), GPIB, GKI, dan banyak lagi.
Koordinatornya ini, yg tadinya disebut GPI kemudian berubah nama menjadi
DGI, dan sekarang PGI. Asal-usulnya dari tahun 1800-an.
Bapak
tirinya Joko Tingtong berada di urutan ketiga dalam angkatan pertama
sekolah pendeta Protestan yg dibuka Belanda di Indonesia, di tahun
1930-an. Nomor urut ketiga di sekolah teologi pertama. Utusan dari
Gereja Protestan Maluku. Yg satu angkatan dengannya menjadi Ketua DGI
pertama, atau MUI-nya orang Protestan. DGI, singkatan dari Dewan
Gereja-Gereja Indonesia, yg sekarang berubah nama menjadi PGI, atau
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, jauh lebih tua usianya
dibandingkan MUI. Asal-usulnya dari tahun 1800-an. Dan baru membuka
sekolah pendeta di tahun 1930-an. Pendeta-pendeta yg dididik merupakan
kiriman dari gereja-gereja lokal, seperti gereja Maluku, gereja Batak,
gereja Papua, gereja Kalimantan, gereja Minahasa, gereja Pasundan.
Memang semuanya gereja-gereja etnik, aslinya beribadah dalam bahasa
daerah. Bukan bahasa Belanda. Sampai sekarang sebagian masih pakai
bahasa daerah untuk ibadah, dan bahasa Indonesia tentu saja. Itu sekolah
pendeta sekarang namanya STT (Sekolah Tinggi Teologia), di Jl.
Proklamasi, Jakarta Pusat. Generasi pertamanya berasal dari tahun
1930-an, dan langsung mengambil alih semua kepemimpinan gereja lokal
ketika orang-orang Belanda pulang. Semua ditinggal begitu saja, karena
memang sudah dipersiapkan untuk mandiri. Konon bapak tirinya Joko
Tingtong menerima pengalihan GPIB dari tangan Belanda. Ini gereja
Protestan yg mungkin paling kaya, punya banyak gedung bersejarah,
termasuk Gereja Immanuel, yg letaknya di sebelah Katedral Jakarta dan
Masjid Istiqlal.
Menurut
kisah dari bapak tirinya, mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Hindia
Belanda yg masuk ke sekolah pendeta itu dapat perpeloncoan yg sangat
sadis dari dosen-dosen orang Belanda. Disitu mereka disuruh
menendang-nendang Bijbel atau Alkitab. Kitab suci orang Kristen. Ditendang kesana kemari di atas lantai, seperti main bola. Diinjak-injak, dilempar, dibanting. Semua schock.
Maklumlah karena asalnya dari kampung. Dan dosen-dosen Belanda tertawa
terbahak-bahak melihat itu, ternyata para profesor pengajar agama
Kristen itu sama sekali tidak menghargai benda mati yg disebut Alkitab.
Dibanting, dilempar dan diinjak. Mereka bilang, yg penting isinya. Ada
di dalam pikiran manusia, kesadaran manusia, dan bukan di benda mati.
Bukan di itu kitab yg bisa dibuang, walaupun namanya Alkitab. Kitab
mati, tidak ada harganya. Yg berharga manusianya. Itu ajaran Kristen.
Tidak menyembah Alkitab.Sayangnya, setelah
setengah abad Belanda hengkang dari Indonesia, umat Kristen makin lama
makin menjadi konservatif. Belanda liberal, agamanya juga. Mementingkan
hakekat, dan bukan kulit. Yg penting praktek, tindakan nyata, dan bukan
slogan. Umat Kristen yg sekarang mungkin sudah lupa ajaran
Belanda. Sekarang orang condong melihat kulit, melupakan isi.
Menyembah-nyembah ulama, ingin dibilang beriman dan bertakwa. Konyol
sekali. Joko Tingtong tidak begitu, sama sekali tidak takut dengan ulama
Kristen. Mereka sama saja dengan kita, kata Joko. Manusia biasa, tidak
ada bedanya dengan anda dan saya. Ulama Kristen tugasnya adalah melayani
umat, dan bukan untuk dilayani. Mungkin itu ciri utamanya, beda dengan
di agama-agama lain. Harusnya Kristen yg paling maju, tetapi Kekristenan
di Indonesia relatif terbelakang. Umatnya berpikir Kristen punya
syariat begini begitu. Pedahal Kristen tidak pakai syariat. Bahkan tidak
mensyariatkan doa dan puasa. Tidak mensyariatkan amal. Kalaupun ada,
namanya ajaran gereja, seperti di gereja Katolik. Tetapi itu bukan
syariat. Ajaran thok. Boleh diikuti kalau mau. Kalau tidak mau, gereja
tidak bisa memaksa. Agama Kristen tidak mengenal pemaksaan.Ada
perbedaan antara Kristen Protestan yg dibawa dari Eropa dengan Kristen
dari Amerika Serikat. Yg sering anda lihat berteriak-teriak Yesus itu
aliran Pentakosta atau Karismatik, asalnya dari Amerika. Di jaman
Belanda belum ada, dan mulai masuk ke Indonesia di tahun 1970-an. Mereka
yg paling rajin melakukan penginjilan. Menurut Joko bukan penginjilan
di daerah terpencil seperti pedalaman Kalimantan atau Papua, melainkan
penginjilan di kota-kota besar. Sasarannya adalah keturunan Cina yg,
mungkin, sudah separuhnya dikristenkan saat ini. Aslinya beragama Tao
atau Buddha, tetapi sekarang separuhnya sudah jadi Kristen. Protestan
dan Katolik, kalau mengikuti paradigma masa lalu. Dan ditambah dengan
aliran Karismatik atau Pentakosta kalau mengikuti paradigma sekarang.
Karismatik itu Protestan juga, tetapi cenderung fundamentalis. Banyak
ngawurnya, terutama dalam hal pengelolaan keuangan. Tetapi umatnya sudah
kena hipnotis. Joko tidak suka yg model begitu. Ikut Yesus kok jadi
bodoh? Seolah-olah Yesus menyuruh orang untuk kasih 10% dari penghasilan
ke pendeta. Itu bukan ajaran Yesus.
"Gold, Gospel and Glory"
merupakan semboyan Spanyol dan Portugal. Wilayah koloni mereka selalu
dikristenkan, seperti bisa dilihat di Philipina, Mexico dan seluruh
Amerika Latin. Mereka Katolik. Belanda dan Inggris tidak seperti itu,
mereka Protestan. Di masa lalu, Protestan lebih tercerahkan dibandingkan
orang Katolik. Caranya juga lebih manusiawi. Spanyol dan Portugal kejam
sekali karena, maklumlah, langsung lepas kendali setelah bebas dari
penjajahan Arab selama 800 tahun. Ini semuanya sejarah, tanpa perlu
bilang salah atau benar. Ada yg benar dan dibilang salah, dan ada salah
yg dibilang benar. Urusan orang, kata Joko. Yg penting saya bebas
mengamati.
(LR notes)